Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dan Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Hutan Adat

Main Author: Rifqi, Muhamad Qaedi
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/173871/
Daftar Isi:
  • Masyarakat Baduy hidup dengan memanfaatkan sumberdaya hutan yang dikelola berdasarkan nilai-nilai atau hukum adat setempat. Meskipun demikian kondisi hutan yang dikelola tetaplah lestari, oleh karena itu nilai-nilai atau hukum adat tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kearifan lokal. Keberadaan Masyarakat Baduy diakui oleh pemerintah ditandai dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2012 yang menetapkan wilayah yang ditempati Masyarakat Baduy sebagai wilayah hak ulayat adat, sehingga hutan yang berada di wilayah tersebut dapat dikategorikan sebagai hutan adat dan Masyarakat Baduy hak atas pengelolaan serta pemanfatan hutan tersebut. Hal-hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah memiliki peran terhadap pengelolaan hutan di Desa Kanekes. Mahkamah Konstitusi melalui putusan sidang nomor 35 tahun 2012 mengubah definisi hutan adat. Perubahan yang dimaksud adalah penghapusan frasa “negara” pada definisi hutan di Undang-Undang Tentang Kehutanan. Belum diketahui ada atau tidaknya dampak putusan tersebut terhadap sistem pengelolaan hutan adat yang berada di wilayah hak ulayat Masyarakat Baduy. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan sistem sosial Masyarakat Baduy dalam pengelolaan hutan adat di desa kanekes. (2) Mendeskripsikan peran pemerintah dalam pengelolaan hutan adat di desa kanekes. (3) Mendiskripsikan ada atau tidaknya dampak Putusan MK No 35 Tahun 2012 terhadap sistem pengelolaan hutan adat di desa kanekes. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan narasumber menggunakan teknik purposive sampling, dengan memilih key informan yang memiliki latar belakang pelaku pengelolaan hutan adat atau Masyarakat Baduy; perwakilan lembaga adat; dan pihak pemerintah terkait. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan key informan terpilih, pengumpulan dokumen, dan observasi partisipatif. Data yang didapat akan dianalisis menggunakan model interaktif Miles and Huberman. Masyarakat Baduy memiliki dua kelembagaan yang berbaur menjadi satu dalam struktur sosial, yaitu kelembagaan adat dan pemerintah nasional yang bertanggung jawab dalam seluruh aspek kehidupan Masyarakat Baduy termasuk kehutanan. Kedua kelembagaan ini dihubungkan oleh jaro pamarentah yang dalam kelembagaan adat bertanggung jawab terhadap puun (Pemimpin adat) dan dalam pemerintahan nasional bertanggung jawab terhadap camat. Masyarakat Baduy secara keseluruhan diakui sebagai penguasa; pengelola; dan pengambil manfaat pada hutan adat, namun Masyarakat Baduy memiliki cara tersendiri dalam menentukan peran setiap anggotanya dalam pengelolaan hutan adat. Interaksi yang terjadi dalam pengelolaan hutan adat sangat bervariasi dengan melibatkan pemerintah; kelembagaan adat; masyarakat umum; dan Masyarakat Baduy itu sendiri, selain itu terjadi interaksi antara lingkungan dengan Masyarakat Baduy serta lingkungan dengan Kelembagaan adat. ii Masyarakat Baduy membagi hutan adat menjadi (1) leuweung kolot yang merupakan hutan tetap dan keramat (2) dungusan yang merupakan hutan yang memiliki sumber mata air (3) leuwung garapan yang merupakan hutan produksi.Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan adat berupa nilai-nilai pada pikukuh karuhun yang berhubungan dengan lingkungan antara lain rukun garapan dua welas, gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang di ruksak, areuy teu meunang diteukteuk, dan cai teu meunang ditua. Berdasarkan nilai-nilai tersebut terbentuk pola perilaku Masyarakat Baduy dalam mengelola hutan adat di Desa Kanekes yang menggunakan teknik agroforestri dan perladangan berpindah. Peran pemerintah setempat dalam pengelolaan hutan adat di Desa Kanekes adalah sebagai lembaga penunjang dan pelindung hak-hak Masyarakat Baduy. Pemerintah setempat menjalankan peran sebagai lembaga penunjang melalui program beberapa badan dan dinas yang memberikan fasilitas, bantuan dan pelatihan untuk mendukung pengelolaan hutan adat. Peran pemerintah sebagai lembaga pelindung diwujudkan dalam beberapa produk hukum yang mendukung konsistensi Masyarakat Baduy seperti Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32. Meskipun telah menjalankan peran dengan baik, masih terdapat rencana pemerintah dalam menunjang dan mendukung pengelolaan hutan adat oleh Masyarakat Baduy yang belum terealisasi. Tidak ada dampak Putusan MK No 35 Tahun 2012 terhadap sistem pengelolaan hutan adat. Adapun perubahan terjadi pada lembaga dan nilai, namun tidak terhadap pola perilaku Masyarakat Baduy serta struktur kelambagaan dalam pengelolaan hutan adat. Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak sesuai nya esensi hasil Putusan MK No 35 Tahun 2012 dengan kondisi sistem pengelolaan hutan adat. Ditandai dengan tidak pernah adanya konflik antara Masyarakat Baduy dengan pemerintah setempat, bahkan pemerintah melekukan hal-hal sesuai Putusan MK No 35 Tahun 2012 sebelum putusan tersebut terbit.