Penampilan 12 Genotip Sorgum (Sorghum Bicolor L.) Pada Musim Hujan
Main Author: | Rizki, Alif Nur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/173838/ |
Daftar Isi:
- Tanaman serealia merupakan sumber karbohidrat yang dikonsumsi sebagai bahan pangan. Sorgum merupakan tanaman serealia yang banyak dibudidayakan setelah beras, jagung, dan gandum. Sebagai bahan pangan, biji sorgum dapat dibuat tepung sebagai bahan baku pembuatan berbagai jenis kue kering, kue basah dan mie (Suwardi et al., 2001). Saat ini permintaan terhadap komoditas sorgum relatif meningkat, kebutuhannya selain dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif juga potensial sebagai bahan pakan serta bahan baku industri bioetanol. Sentra pengembangan tanaman sorgum di Indonesia tersebar di sebagian daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dalam kurun waktu 2005-2011, produksi sorgum tercatat sebesar 39.837 ton atau rata-rata 6.639 ton per tahun, sedangkan luas areal panen sorgum sampai tahun 2011 adalah sebesar 3.607 ha (Direktorat Budidaya Serealia, 2012). Perkembangan produksi dan luas areal panen yang masih rendah ini salah satunya dikarenakan areal tanam sorgum yang terbatas pada daerah-daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek. Tanaman sorgum masih jarang dibudidayakan pada daerah beriklim basah dengan lama musim hujan yang relatif lebih panjang. Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sorgum adalah curah hujan. Curah hujan merupakan unsur iklim dengan fluktuasi yang tinggi dan pengaruhnya pada produksi tanaman cukup signifikan (Musyadik dan Nungkat, 2016). Dalam upaya meningkatkan produksi perlu adanya upaya pengembangan tanaman sorgum untuk memperluas areal tanam. Salah satu upaya yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan varietas unggul, yaitu varietas yang adaptif ditanam pada musim hujan. Sehingga upaya pemenuhan produksi sorgum di berbagai daerah masih dapat diusahakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan 12 genotip sorgum yang ditanam pada musim hujan. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan penampilan 12 genotip sorgum yang ditanam pada musim hujan. Penelitian ini dilaksanakan di desa Donowarih, Karangploso, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur pada ketinggian 700 mdpl, yang berlangsung dari bulan Desember 2017 – Mei 2018. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan terdiri dari 12 perlakuan serta 3 kali ulangan. Sehingga diperoleh sebanyak 36 satuan percobaan. Dalam 1 petak percobaan terdapat 10 tanaman yang diamati. Variabel pengamatan yang diamati adalah parameter kuantitatif dan kualitatif. Parameter kuantitatif terdiri dari Tinggi tanaman (cm); Umur berbunga (HST); Umur panen (HST); Diameter batang (mm); Panjang malai (cm); Diameter malai (cm); Bobot malai per tanaman (g); Bobot malai per petak (g); Produksi per hektar (ton); Bobot biji per tanaman (g); dan Bobot 1000 biji (g). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F hitung dengan taraf 5 %). Bila nilai F hitung perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata, maka diuji lanjut dengan menggunakan uji BNJ dengan taraf 5%. Parameter kualitatif terbagi pada karakter agronomis, karakter malai, dan karakter biji. Parameter yang diamati adalah warna tulang tengah daun; tingkat kerebahan batang; senescene (daun mati saat panen); tipe keluarnya malai; tipe kepadatan dan bentuk malai; warna sekam (pada saat umur masak); tipe sekam (penutupan biji); tingkat kerontokan biji; warna biji; kilau biji; ketebalan biji; dan bentuk biji. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan panduan karakterisasi sorgum, IBPGR/ ICRISAT. Hasil penelitian pada karakter kuantitatif menunjukkan pengaruh perlakuan genotipe terhadap variabel kuantitatif tanaman berbeda nyata pada hampir seluruh variabel, meliputi: tinggi tanaman; umur berbunga; umur panen; diameter batang; panjang malai; diameter malai; bobot malai per tanaman; bobot biji per malai; bobot malai per petak; produksi per hektar. Sedangkan untuk variabel bobot 1000 biji tidak berbeda nyata. Genotip P10 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada variabel tinggi tanaman; panjang malai; bobot malai per petak; bobot biji per tanaman; dan produksi per hektar dan berbeda nyata dengan seluruh genotip. Seluruh genotip yang ditanam pada musim hujan memiliki rata-rata umur berbunga dan umur panen yang lebih lambat. Pada parameter kualitatif hasil menunjukkan terdapat perbedaan pada karakter tingkat kerebahan; senescene; tipe keluarnya malai; kepadatan dan bentuk malai; warna sekam; tipe sekam; warna biji; dan kerontokan biji. Sedangkan untuk karakter warna tulang tengah daun; bentuk biji; ketebalan biji; dan kilau biji didapatkan hasil yang seragam.