Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas Benih Tiga Varietas Terung (Solanum melongena L.)

Main Author: Khoiruddin, Ahmad
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/173802/
Daftar Isi:
  • Terung (Solanum melongena L.) merupakan tanaman yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dan dikonsumsi dalam kondisi segar maupun olahan. Konsumsi terung secara nasional tahun 2015 sebesar 699.630 ton dan meningkat di tahun 2016 menjadi 740.810 ton (Rokhidah et al, 2017). Kebutuhan konsumsi nasional yang terus meningkat tersebut telah direspon secara positif oleh petani, hal ini terbukti dengan adanya peningkatan produksi terung di Indonesia secara nasional pada tahun 2012 hingga 2014, dari 518.787 ton, 545.646 ton hingga 557.040 ton (Taufik, 2015). Akan tetapi, dalam rangka memenuhi kebutuhan jumlah produksi yang tinggi tersebut petani terkendala mutu benih yang ada di pasaran. Benih yang didapatkan oleh petani masih sering ditemukan dengan kualitas daya kecambah yang masih rendah, sehingga dalam proses produksi benih produsen perlu memerhatikan kualitas benih khususnya daya kecambah benih yang diproduksi mampu menghasilkan varietas benih yang bermutu dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan petani. Penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu produksi benih terung di lapang dan pengujian mutu fisik maupun fisiologis benih yang di laksanakan di PT. BISI Internasional, Tbk Farm Karangploso Kabupaten Malang pada Februari – September 2018. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu varietas yang terdiri dari V1 : EP1001A x EP1001B (hijau); V2 : EP1007A x EP1007B (putih); V3: EPC10350A x EPC10350B (ungu gelap). Setiap varietas berasal dari tetua jantan yang dipolinasikan dengan tetua betina masing-masing varietas sehingga menghasilkan benih hibrida. Kemudian faktor kedua ialah umur panen, yang terdiri dari U1 : 50 HSP (dipanen umur 50 hari setelah polinasi); U2: 55 HSP (dipanen umur 55 hari setelah polinasi); U3 : 60 HSP (dipanen umur 60 hari setelah polinasi); U4 : 65 HSP (dipanen umur 65 hari setelah polinasi); U5 : 70 HSP (dipanen umur 70 hari setelah polinasi). Terdapat 15 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan yang menghasilkan 45 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan 20 populasi tanaman, sehingga total tanaman tetua betina adalah 900 tanaman dan tanaman tetua jantan sebanyak 180 tanaman, pengambilan sampel buah dilakukan secara acak yang telah lebih dahulu diberikan label sesuai perlakuan pada tanaman tetua betina yang telah dipolinasi dari serbuk tetua jantan. Variabel pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya rendemen benih (%), berat benih per buah (g), kadar air benih (%), daya kecambah (%), bobot 1000 biji (g), tinggi bibit (cm), dan pengamatan fenologi buah. Data yang didapatkan dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam Anova Regresi. Kemudian menentukan persamaan regresi untuk mengetahui keeratan hubungan dan untuk menduga model regresinya. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa perlakuan terbaik pada variabel rendemen benih, berat benih per buah, dan daya kecambah benih yaitu umur panen 60 HSP dengan varietas EP1001A (V1U3). Variabel kadar air dan tinggi bibit terbaik pada perlakuan umur panen 60 HSP pada varietas EPC10350A (V3U3). Sedangkan umur panen 55 HSP pada varietas EPC10350A (V3U2) menghasilkan benih terbaik pada variabel bobot 1000 butir. Varietas EP1001A umur panen terbaik untuk menghasilkan benih dengan daya kecambah paling optimum diduga jika dipanen pada umur 60 hari 11 jam setelah polinasi. Varietas EP1007A pada umur 57 hari 1 jam setelah polinasi, sedangkan pada varietas EPC10350A pada umur 62 hari 14 jam setelah polinasi. Perlakuan terbaik untuk meningkatkan mutu fisiologis benih terung dalam berbagai perlakuan terhadap berbagai variabel, terutama daya berkecambah benih terdapat pada umur panen 60 HSP dengan varietas EP1001A (V1U3).