Pengetahuan Ekologi Lokal Petani Tentang Manajemen Lahan Kualitas Tanah dan Penerimaan Usahatani di Agroforestri Pinus+Kopi
Main Author: | Rahma, Melati Julia |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/173649/ |
Daftar Isi:
- Tingginya tingkat naungan pohon pinus, menjadikan produksi biji kopi lebih rendah. Sehingga mendorong petani enggan untuk merawat lahannya. Perawatan yang dibutuhkan adalah pemangkasan cabang pohon untuk mendapatkan sinar matahari sesuai dengan kebutuhan tanaman. Manajemen lahan akan berhasil dengan baik bila didukung oleh antusiasme petani yang punya pengetahuan dan ketrampilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami PEL (Pengetahuan Ekologi Lokal) dari petani kopi terkait dengan manajemen lahan agroforestri pinus+kopi dan manfaatnya bagi kualitas tanah dan produksi kopi, dan menganalisis perbedaannya dengan PEM (Pengetahuan Ekologi Ilmiah/modern). Penelitian dilakukan di UB Forest (Malang) pada bulan Februari-April 2019 dalam 2 tahap: (a) Wawancara terhadap 27 Kepala Keluarga (terdiri dari 23 orang laki-laki dan 4 orang perempuan) yang memiliki lahan agroforestri kopi di bawah tegakan pinus, (b) pengukuran biofisik lahan pinus+kopi dengan 3 kondisi yang berbeda: LC (Low Management), MC (Medium Management) dan HC (High Management). Hasil wawancara menunjukkan bahwa petani mengetahui tanah kategori subur ditandai dengan warna tanah gelap dan kondisi gembur, namun petani belum mengetahui bahwa seresah pangkasan cabang/ranting pinus dapat bermanfaat untuk memperbaiki lingkungan. Terdapat kesenjangan antara PEL dan PEM yaitu terkait dengan manajemen tanaman kopi, manajemen pohon penaung, pemanfaatan limbah tanaman, pemupukan, pengelolaan hama dan penyakit, serta indikator kualitas tanah antara lain tingkat kekasaran/kehalusan tanah, jumlah dan jenis cacing tanah. Rendahnya tingkat pengetahuan petani tersebut berasosiasi dengan tingkat pendidikan petani umumnya hanya sekolah dasar, rata-rata telah berusia lebih dari 50 tahun, memiliki minat untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosialisasi yang rendah. Pemangkasan pohon penaung dilakukan di UB Forest pada ketinggian 10 m dari muka tanah, untuk meningkatkan jumlah sinar matahari yang diterima pohon kopi (rata-rata sekitar 53%), dengan suhu dan kelembaban udara yang ideal bagi tanaman kopi. Masukan biomasa pangkasan ranting 130 kg ha-1,seresah gugur 28 kg ha th-1; kadar lignin 32-35 %; umur paruh seresah 74-102 minggu, tergolong lambat lapuk. Tanah di UB Forest berwarna coklat gelap keabu-abuan-hitam (10YR 3/3-10YR 2/1), total C-organik 3,8%–7,7%, bertekstur lempung berdebu, BI tanah rendah rata-rata 0,63 gcm-3-1,25 gcm-3, porositas tanah tinggi 54- 71 %, pH sebesar 4.9-5.8; populasi cacing tanah rendah (1-2 ekor m-2), di UB Forest hanya terdapat 3 jenis cacing tanah. Produksi kopi dilahan yang di pangkas, ternyata sedikit meningkat dari tahun lalu (20-30 kg/ ha) menjadi 57.6 kg ha-1. Di lokasi penelitian ini ada isu kebijakan yang berkembang, terkait denganskema penjualan dan bagi hasil antara petani dengan pihak management UB Forest. Petani wajib menjual hasil panen kopi (yang berwarna merah saja) ke pihak UB Forest dengan harga Rp 10.000,-/kg, dan selanjutnya mengikuti skema bagi hasil: 70% dari total yang diterima untuk petani, dan sisanya untuk UB Forest manajemen untuk biaya operasional. Guna meningkatkan antusiasme petani kopi dalam merawat lahan kopi beserta lingkungannya diperlukan pendampingan yang berkesinambungan sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat. Cara edukasi dapat dilakukan dengan membagi kelompok berdasarkan karakteristik petani dan jenis kelamin. Ketika setiap petani telah memiliki persepsi yang sama maka dapat diadakan pelatihan teknis tekait dengan cara perawatan lahan yang berkelanjutan. Kemudian perlunya merumuskan kebijakan yang sesuai dan disepakati oleh kedua belah pihak.