Usahatani Jagung Dengan Sistem Kemitraan Dan Upaya Peningkatan Pendapatan Petani (Kasus Di Desa Talangsuko Kecamatan Turen Kabupaten Malang)
Main Author: | Purba, Sevtia Anita |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/173617/ |
Daftar Isi:
- Tujuan akhir (goal) dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh masukan dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani jagung di Desa Talangsuko, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Untuk mencapai goal tersebut penelitian ini penting dilakukan karena komoditas jagung di Indonesia merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting, multi guna dan bernilai strategis untuk dikembangkan (Purwanto et al, 2015). Usahatani jagung di Indonesia memiliki sumberdaya yang mendukung dalam pembudidayaannya, biaya relatif murah dan tersedianya teknologi budidaya hingga pengolahan (Mukhlis, 2007). Terdapat 2 sistem usahatani jagung yang dilakukan petani, yaitu sistem usahatani jagung bermitra dan non mitra yang mengakibatkan adanya perbedaan pendapatan petani. Desa Talangsuko, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang merupakan salah satu sentra produksi jagung di Malang, dimana pada desa ini terdapat petani jagung mitra dan non mitra. Secara nyata hubungan kemitraan mampu meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produski, akses pasar dan harga yang lebih baik sehingga berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani (Bolwig et al, 2009). Tingkat harga dan produksi mempengaruhi pendapatan petani, sehingga informasi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan diperlukan untuk peningkatan pendapatan petani jagung (Soekartawi, 1986). Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Sejauh mana usahatani jagung dengan kemitraan dapat meningkatkan pendapatan petani” Secara rinci permasalahan penelitian tersebut dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana pelaksanaan kemitraan pada usahatani jagung di lokasi penelitian? (2) Bagaimana tingkat pendapatan usahatani jagung di lokasi penelitian? (3) Bagaimana tingkat produksi dan pendapatan usahatani jagung dengan sistem kemitraan dibandingkan dengan yang tidak kermitraan di lokasi penelitian? (4) Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap produksi dan pendapatan usahatani jagung di lokasi penelitian? Metode penentuan responden dalam penelitian ini yaitu menggunakan motede simple random sampling. Jumlah responden petani jagung mitra yang diperoleh berdasarkan metode tersebut adalah sebesar 27 orang dan responden petani jagung non mitra yaitu sebanyak 14 orang, sehingga total responden dalam penelitian ini yaitu 41 orang petani jagung pada periode satu musim tanam bulan Mei – Agustus tahun 2018. Metode pengumpulan data pada penelitian ini meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan disesuaikan dengan tujuan yang terdapat dalam penelitian ini. Tujuan pertama dianalisis dengan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang ada pada lokasi penelitian. Tujuan kedua dianalisis dengan membandingkan tingkat pendapatan usahatani jagung pada daerah penelitian dengan tingkat pendapatan usahatani jagung pada penelitan terdahulu dengan menggunakan uji beda rata-rata. Tujuan ketiga dianalisis dengan membandingkan tingkat produksi usahatani jagung mitra dengan tingkat produksi usahatani jagung non mitra pada daerah penelitan denganiii menggunakan uji beda rata-rata. Tujuan keempat dianalisis dengan membandingkan tingkat pendapatan usahatani jagung mitra dengan tingkat pendapatan usahatani jagung non mitra pada daerah penelitian dengan menggunakan uji beda rata-rata. Tujuan kelima dianalisis dengan menggunakan regresi fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menambahkan variabel dummy sistem kemitraan. Tujuan keenam dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda dengan menambahkan variabel dummy sistem kemitraan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan kemitraan usahatani jagung di Desa Talangsuko sudah berjalan dengan cukup baik sesuai dengan peraturan atau kontrak kerjasama yang telah dibuat (Lampiran 4). Pola kemitraan petani jagung dengan perusahaan mitra pada penelitian ini adalah pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) yang merupakan hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. (2) Tingkat pendapatan usahatani jagung di daerah penelitian tergolong lebih tinggi dari penelitian terdahulu, dikarenakan pada penelitian ini terdapat usahatani jagung bermitra dan yang tidak bermitra sedangkan penelitian terdahulu merupakan usahatani jagung yang tidak bermitra. Rata-rata tingkat pendapatan usahatani di daerah penelitian sebesar Rp20.545.089/ha sedangkan pada penelitian terdahulu di Desa Patokpicis Kabupaten Malang pada tahun 2016, Desa Ngranca Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2016 dan Kecamatan Balung serta Bangsalsari Kabupaten Jember pada tahun 2018 rata-rata sebesar Rp4.227.812/ha. (3) Tingkat produksi usahatani jagung bermitra lebih rendah dibandingkan dengan tingkat produksi usahatani jagung yang tidak bermitra di Desa Talangsuko, dikarenakan usahatani jagung bermitra mengusahakan jagung pembenihan sedangkan usahatani jagung yang tidak bermitra mengusahakan jagung yang bukan pembenihan. Rata-rata produksi usahatani jagung bermitra sebesar 9.008 kg/ha sedangkan yang tidak bermitra rata-rata sebesar 9.976,07 kg/ha. (4) Tingkat pendapatan usahatani jagung bermitra lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan usahatani jagung yang tidak bermitra di Desa Talangsuko, dikarenakan petani mitra menghasilkan jagung pembenihan dan memperoleh jaminan harga dari perusahaan mitra sedangkan petani yang tidak bermitra menghasilkan jagung yang bukan pembenihan. Rata-rata pendapatan usahatani jagung bermitra sebesar Rp22.932.464/Ha sedangkan yang tidak bermitra rata-rata sebesar Rp15.405.15/Ha. (5) Ikut tidaknya petani dalam kemitraan berpengaruh negatif terhadap produksi, artinya petani yang mengikuti sistem kemitraan memperoleh produksi jagung yang lebih rendah, dikarenakan petani yang mengikuti kemitraan mengusahakan jagung pembenihan yang tidak hanya mementingkan kuantitas namun mengutamakan kualitas, sedangkan petani yang tidak bermitra mengusahakan jagung yang bukan pembenihan. (6) Sistem kemitraan berpengaruh positif terhadap pendapatan, artinya petani yang mengikuti sistem kemitraan memperoleh pendapatan usahatani jagung yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan petani jagung mitra mengusahakan jagung pembenihan yang dijual kepada perusahaan mitra dengan jaminan harga yang tinggi, disamping itu petani mitra juga mendapatkan bantuan input produksi dari perusahaan mitra.