Analisis Struktur Pasar Benih Padi di Kabupaten Madiun
Main Author: | Wardhana, Yudha Kusuma |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/173018/ |
Daftar Isi:
- Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa penduduk, dengan laju pertumbuhan per tahun mencapai 1,34% hingga tahun 2017 (BPS, 2018). Kabupaten Madiun merupakan salah satu daerah penghasil padi di Jawa Timur. Pada tahun 2015 luas panen dan produksi padi Kabupaten Madiun berada diperingkat ke 9 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Luas area panen mencapai 75 ribu hektar dengan potensi yang tersebar di 8 Kecamatan. Produk Gabah Kering Giling (GKG) mengalami penurunan, dari yang sebelumnya 522 ribu ton/tahun menjadi 320 ribu ton/tahun (BPS, 2015). Penurunan produktivitas dapat ditanggulangi dengan penggunaan benih yang unggul. Ketersediaan benih yang unggul di tingkat petani merupakan syarat untuk mendukung peningkatan produksi serta kualitas dari hasil komoditas yang dibudidayakan (Manzanilla et al., 2013). Benih unggul yang bersertifikat hanya bisa diproduksi oleh produsen benih padi yang memiliki ijin sertifikat. Menurut data Himpunan Produsen Pedagang Benih (HPPB, 2015) Kabupaten Madiun memiliki produsen benih sebanyak 30 unit. Namun menurut survei pendahuluan jumlah produsen yang masih aktif berjumlah 14 produsen. Produsen benih tersebut memiliki peran dalam mendukung ketersediaan benih padi yang unggul di Kabupaten Madiun. Penelitian ini penting untuk dikaji karena dengan mengetahui struktur pasar benih padi yang berada di Kabupaten Madiun, maka dapat meningkatkan dan memperbaiki perilaku dan kinerja pasar benih padi di Kabupaten Madiun. Selain itu dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan produsen untuk dapat bertahan didalam pasar atau kemungkinan keluar dari pasar. Menganalisis konsentrasi pasar benih padi, menganalisis diferensiasi produk benih padi, menganalisis hambatan masuk pasar benih padi, menganalisis informasi pasar benih padi adalah tujuan pada penelitian analisis struktur pasar di Kabupaten Madiun. Penentuan lokasi dilakukan dengan secara purposive dengan pertimbangan adanya penurunan jumlah produsen benih padi dan adanya peningkatan produksi. Pada tahun 2015 jumlah produsen mencapai 30 unit, sedangkan pada tahun 2017 jumlah produsen yang masih beroperasi hanya berjumlah 11 unit, dan pada tahun 2013 jumlah produksi gabah berjumlah 320 ribu ton menjadi 543 ribu ton pada tahun 2015 (BPS, 2016). Responden pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu produsen benih padi dan lembaga pemasaran. Sensus menjadi metode penentuan responden pada kelompok responden produsen benih padi dan metode snowball sampling pada kelompok responden lembaga pemasaran. Metode pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan mengumpulkan arsip data, sedangkan metode analisis data menggunakan perhitungan pangsa pasar, CR4, Indeks Hirschman-Herfindahl (IHH), Indeks Rosenbluth (IR) dan Indeks Entropi (IE) hal tersebut untuk menganalisis konsentrasi pasar, sedangkan statistik deskriptif untuk menganalisis diferensiasi produk, hambatan masuk pasar dan informasi pasar yang kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel pada pembahasan. Pada indikator pertama, yaitu konsentrasi pasar dengan menggunakan 5 alat analisis diantaranya yaitu Pangsa Pasar/Market Share, CR4, Indeks Hirschman- Herfindahl (IHH), Indeks Rosenbluth (IR) dan Indeks Entropi menunjukkan hasil struktur pasar oligopoli. Hanya ada dua alat analisis yang menghasilkan struktur pasar persaingan sempurna yaitu pangsa pasar/market share dan Indeks Rosenblut (IR). Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut struktur pasar yang terbentuk adalah oligopoli. Hal ini dikarenakan nilai konsesntrasi ratio lebih besar dari 0,13 yang terjadi dari 4 produsen. Pada indikator kedua yaitu, diferensiasi produk didapatkan hasil bahwa terjadi diferensiasi terhadap varietas, dan jenis kemasan. Varietas tersebut diantaranya adalah Ciherang, IR 64, Situbagendit, Mekongga, Logawa, Inpari 4, dan Inpari 30, Cibogo, Way Apu Buru, Towuti, Inpari 10, Inpari 16, Inpari 30, IPB 3S, dan Yuwono. Tidak terdapat diferensiasi pada merek dagang, ukuran kemasan dan kelas benih yang digunakan. Terdapat 15 merek dagang semua produsen memiliki merek dagangnya masing-masing namun tidak terdiferensiasi karena hanya memiliki 1 merek dagang. Jenis kemasan yang digunakan oleh produsen, yaitu plastik biasa atau plastik premium. Ukuran kemasan tidak memiliki diferensiasi antara produsen karena yang digunakan oleh setiap produsen hanya menggunakan ukuran 5 kg dan kelas benih yang diproduksi hanya SS. Pada indikator ketiga yaitu, hambatan masuk dan keluar pasar didapatkan bahwa modal teknis, peraturan pemerintah dan pesaing potensial merupakan hambatan. Modal teknis yang dimaksudkan adalah kepemilikan lahan produksi dan tenaga kerja yang terbatas mengingat syarat untuk bisa melakukan produksi minimal harus memiliki 30 orang tenaga kerja dalam produksinya. Adanya kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi benih padi langsung ke petani tanpa melibatkan produsen benih padi lokal yang menyebabkan penurunan penjualan pada produsen sehingga hal tersebut merupakan asumsi bahwa 19 produsen yang berhenti beroperasi pada tahun 2017. Selanjutnya faktor pesaing potensial, petani di Kabupaten Madiun lebih menggemari benih padi yang berasal dari Boyolali karena kualitasnya yang terkenal baik dikalangan petani. Terakhir, pada indikator keempat yaitu, tingkat informasi pasar yang diperoleh produsen benih padi di Kabupaten Madiun memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga produsen dan lembaga pemasaran dapat dengan mudah mengetahui seluruh informasi yang berada didalam pasar, sehingga struktur pasar yang terbentuk adalah oligopoly. Konsep ini dilihat dari informasi lokasi benih sumber, harga benih sumber, lokasi pemasaran, dan harga jual benih. Berdasarkan informasi yang didapat rata-rata produsen memiliki informasi yang sama terkait asal benih sumber yang berasal dari BB Padi Sukamandi Subang, UD. Nawangsari Trenggalek dan UD. Dwisaputro Ponorogo. Harga beli benih sumber yang merata diantara Rp 13.000 - Rp 13.500 dan penentuan harga jual benih dikalangan produsen padi yang berkisar antara Rp 8.000 - Rp 11.000. Secara keseluruhan, berdasarkan 4 indikator, maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar benih padi di Kabupaten Madiun mengarah pada struktur pasar oligopoli. Berdasarkan indikator analisis konsentrasi pasar (pangsa pasar/market share, CR4, IHH, IR dan IE), diferensiasi produk (varietas, merek dagang, jenis kemasan, ukuran kemasan, dan kelas benih), hambatan keluar dan masuk pasar (modal teknis, peraturan pemerintah, dan pesaing potensial) serta informasi pasar (asal benih sumber, harga benih sumber, lokasi pemasaran benih padi, dan penentuan harga jual benih padi. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu, berdasakan hambatan modal teknis, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat oleh UPT. PSBTPH Kabupaten Madiun agar kecenderungan gagal dalam sertifiaksi dapat dikurangi. Hal lain yang menunjang untuk meningkatkan pengawasan karena kuantitas produksi dan kualitas benih dapat ditingkatkan supaya tidak kalah bersaing dengan kualitas yang berasal dari Jawa Tengah. Dari hambatan peraturan pemerintah dan kesimpulan terdapat 19 produsen yang sudah tidak beroperasi lagi oleh karena itu disarankan perlu adanya kajian lebih lanjut tentang keputusan keluar dari pasar. Berdasarkan informasi pasar, komunikasi antar anggota Himpunan Produsen Pedagang Benih (HPPB) sudah baik, oleh sebab itu harus dijaga agar informasi pasar yang didapatkan oleh setiap anggota tetap merata dan akurat.