Ragam dan Dampak Pola Kemitraan antara Petani Cabai dengan Juragan di Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang
Main Author: | Wicaksono, Agung |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/172641/ |
Daftar Isi:
- Komoditas cabai memiliki peran ekonomi yang penting bagi petani. Namun, usahatani cabai membutuhkan banyak modal dan petani banyak yang kekurangan modal tersebut. Petani cabai pada umumnya adalah petani kecil yang memiliki keterbatasan permodalan dalam usaha. Keterbatasan permodalan merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam suatu usaha, terutama bagi petani cabai dalam melakukan kegiatan usahatani. Salah satu inovasi untuk mengatasi beberapa masalah tersebut ialah melalui kemitraan usaha/kontrak pertanian untuk membantu petani dalam mengembangkan usahataninya. Namun, kegiatan tersebut masih menuai kontroversi. Salah satu hubungan yang terjalin antara petani dengan juragan adalah hubungan kemitraan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi ragam pola kemitraan yang terjadi antara petani cabai dengan Juragan, mendeskripsikan tingkat layanan yang diberikan juragan terhadap aktivitas usahatani cabai dan menganalisis dampak pola kemitraan terhadap kondisi ekonomi petani cabai. Penelitian ini dilakukan di Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang pada September-Oktober 2018. Teknik penentuan sampel ketiga Juragan pada penelitian ini dilakukan secara sengaja atau Purposive Sampling. Sedangkan teknik penentuan sampel petani mitra dilakukan secara acak sederhana dari populasi petani mitra dan diambil 15 petani setiap juragan atau 45 petani secara keseluruhan. Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis pendapatan usahatani cabai dan analisis deskriptif kuantitatif. Dampak kemitraan terhadap kondisi ekonomi petani mitra dilihat dari kondisi keuntungan petani selama bermitra dengan juragan, keuntungan usahatani cabai pada musim tanam 2017/2018 dan persepsi petani terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari, perubahan luas lahan garapan, kepemilikan sarana transportasi, kepemilikan alatalat rumah tangga yang diukur menggunakan skoring kemudian dianalisis dengan uji T. Hasil penelitian menunjukkan ketiga pola kemitraan yang dijalankan petani cabai mitra dengan juragan A, B maupun C adalah pola Kerja sama Operasional Agribisnis (KOA), dengan perbedaan status juragan dimana juragan A yang merupakan warga asli dari Desa Kucur merupakan seorang pedagang pengumpul, juragan B yang merupakan orang luar desa yang berprofesi sebagai pedagang pengumpul namun memiliki perantara atau orang kepercayaan di desa tersebut, dan juragan C merupakan orang dari luar desa Kucur sebagai pemilik kios tani. Terdapat perbedaan aturan antara ketiga pola kemitraan yaitu petani mitra A dan B menerima nota pada saat meminjam modal atau saat menyetor hasil panen ke juragan sedangkan petani mitra C mendapatkan kartu yang berfungsi menggantikan nota guna mencatat pinjaman modal dan hasil panen petani mitra. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa petani mitra juragan A dan C berpendapat bahwa layanan kemitraan yang diberikan oleh juragan masuk dalam Kategori Puas yaitu jumlah rata-rata skor yang dicapai dari masing-masing petani mitra ≥ 15. Sedangkan petani mitra B berpendapat bahwa layanan kemitraan yang diberikan juragan masuk dalam katergori Cukup Puas. Hal ini dapat dari tabel 19 ii dimana presentase jumlah rata-rata skor dari juragan A dan C berturut-turut 87,8% dan 84,4% sedangkan petani mitra juragan B memperoleh presentase sebesar 82,2%. Alasan petani mitra A merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh juragan A karena rumah dari juragan A berada dalam Desa Kucur sehingga petani lebih mudah untuk melakukan bimbingan teknis, pinjaman modal, meminta transparansi biaya dan harga ke rumah juragan. Berbeda dengan juragan B dan juragan C yang bukan merupakan warga asli Desa Kucur, petani mitra merasa kurang mendapat arahan. Meskipun terdapat orang kepercayaan dari juragan B di Desa Kucur untuk menggantikan juragan dalam memberikan layanan namun para petani mitra masih belum merasakan layanan yang diberikan oleh juragan B. Hasil skoring menunjukkan bahwa jumlah rata-rata skor di lapang petani juragan A sebesar 15,6 yang artinya nilai tersebut melebihi skor standar yaitu 12. Kemudian hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Ho ditolak sedangkan Ha diterima karena dari hasil t-test thitung > t0,005 yaitu 7,6> 2,97. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh indikator yang digunakan untuk mengukur dampak kemitraan/kontrak pertanian berdampak positif terhadap kondisi ekonomi petani mitra. Jumlah rata-rata skor di lapang petani juragan B sebesar 15,3 yang artinya nilai tersebut melebihi skor standar yaitu 12. Kemudian hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Ho ditolak sedangkan Ha diterima karena dari hasil t-test thitung > t0,005 yaitu 6,5> 2,97. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh indikator yang digunakan untuk mengukur dampak kemitraan/kontrak pertanian berdampak positif terhadap kondisi ekonomi petani mitra. Sedangkan jumlah rata-rata skor di lapang petani juragan C sebesar 14,2 yang artinya nilai tersebut melebihi skor standar yaitu 12. Kemudian hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Ho ditolak sedangkan Ha diterima karena dari hasil t-test thitung > t0,005 yaitu 4 > 2,97. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh indikator yang digunakan untuk mengukur dampak kemitraan/kontrak pertanian berdampak positif terhadap kondisi ekonomi petani mitra. Saran dari peneliti pihak Juragan membuat hak dan kewajiban atau aturan untuk masing-masing pihak secara tertulis agar lebih jelas dan menghindari kesalahpahaman antar kedua belah pihak. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan analisa perbandingan studi kelayakan usahatani cabai pada masingmasing petani yang bermitra dengan juragan serta analisis kesejahteraan petani cabai yang bermitra dengan juragan.