Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Ekowisata Di Taman Wisata Alam Baning Kabupaten Sintang
Main Author: | -, Redin |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/172559/ |
Daftar Isi:
- Taman Wisata Alam Baning (TWAB) salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki potensi untuk ekowisata dengan obyek daya tarik wisata berupa hutan rawa gambut. Pengembangan ekowisata oleh Pemerintah Daerah tidak terlepas dari adanya otonomi daerah dengan transfer kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Berdasarkan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri, pemerintah daerah harus dapat melaksanakan pembangunan agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di daerah. Dengan otonomi daerah, pemerintah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat lokal untuk menciptakan kesejahteraan, dengan meniadakan kesenjangan selama ini terjadi antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pengembangan ekowisata di TWAB perlu memetakan potensi dan menawarkan obyek daya tarik wisata alam yang ada serta meningkatkan pengembangan potensi yang saat ini belum dilakukan dengan optimal. Untuk mengoptimalkan pengembangan ekowisata di TWAB perlu menganalisis bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan pengembangan ekowisata di taman wisata alam. Kewenangan pemerintah daerah di TWAB berkaitan dengan kebijakan pusat dan daerah untuk pengembangan ekowisata di TWAB Kabupaten Sintang. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan utama penelitian adalah untuk mengidentifikasi kewenangan pemerintah daerah dalam pengembangan ekowisata di TWAB Kabupaten Sintang. Untuk mencapai tujuan utama tersebut dilakukan analisis terhadap : (1) pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dalam pengembangan ekowisata daerah di Taman Wisata Alam Baning; (2) faktor-faktor yang mendukung dan menghambat wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dalam pengembangan ekowisata daerah di Taman Wisata Alam Baning; dan (3) model alternatif kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dalam pengembangan ekowisata daerah di Taman Wisata Alam Baning. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum empiris (empirical legal study) yang bertumpu pada data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang disajikan secara deskriptif analitis. Analisis data penelitian ini mengunakan model Analisis Data Interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana. Untuk menganalisis dan mengkaji semua masalah dan membuktikan tujuan penelitian disertasi ini digunakanlah berbagai teori dasar (grand theory). Penggunaan teori diawali dengan teori kewenangan. Teori ini berasumsi bahwa dalam melaksanakan urusan pemerintahan, pemerintah harus berpedoman pada kewenangan yang di atur di dalam peraturan perundang-undangan atau lebih dikenal dengan asas legalitas. Terkait kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan kepariwisataan maka teori otonomi daerah, teori desentralisasi, teori pemerintah daerah, teori pariwisata dan teori ekowisata digunakan untuk menganalisis pelaksanaan kewenangan pemerintah kabupaten dalam mengembangkan ekowisata di Taman Wisata Alam. Setelah pembahasan teoritik selesai dan proses pencarian data secara metodologis dianggap cukup dan dianalisis mengunakan model Analisis Data Interaktif ditemukanlah hasil sebagai berikut: Memperhatikan hasil wawancara, observasi dan studi kepustakaan atau dokumen diketahui bahwa pelaksanaan kewenangan Pemerintah Kabupaten Sintang dalam pengembangan ekowisata di TWAB dapat terlaksana dengan optimal ditentukan oleh (1) adanya kesamaan pemahaman dan sinergitas antara pemerintah daerah dengan BKSDA Kalimantan Barat untuk mengembangkan ekowisata di blok pemanfaatan; (2) Pembangunan sarana dan prasarana pendukung ekowisata; dan (3) melibatkan masyarakat sekitar kawasan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan. Faktor yang mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam pengembangan ekowisata di TWA Baning, yang dilihat dari faktor: (1) otonomi daerah mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi ekowisata daerah dengan melakukan promosi, membangun aksesibilitas dan fasilitas pendukung kegiatan ekowisata; (2) potensi flora, fauna dan panorama hutan rawa gambut yang menjadi daya tarik wisata dengan ditunjang aksesibilitas yang mendukung pengembangan ekowisata di blok pemanfaatan; dan (3) komitmen pemimpin merupakan hal yang penting dalam mendukung upaya pengembangan ekowisata ditingkat daerah. Sedangkan faktor penghambat dilihat dari faktor: (1) status kawasan yang menjadikan TWA Baning dikelola secara sentralistik oleh pemerintah pusat melalui BKSDA Kalimantan Barat, sehingga membatasi keterlibatan pemerintah kabupaten Sintang, padahal daerah memiliki kepentingan untuk pengembangan ekowisata; (2) koordinasi antara pemerintah kabupaten Sintang dengan BKSDA Kalimantan Barat yang kurang intensif berdampak pada tidak optimalnya pengelolaan TWAB untuk kepentingan ekowisata; dan (3) terbatasnya kemampuan keuangan atau anggaran daerah juga menjadi salah satu penghambat pengembangan sarana dan prasarana pendukung ekowisata. Model empirik kewenangan pemerintah Kabupaten Sintang melalui Dinas Pariwisata hanya memiliki kewenangan pengelolaan area luar kawasan, sehingga hanya sebatas pada pembangunan gerbang masuk kawasan, lokasi parkir, kios dan pos jaga serta dua jalan akses masuk kawasan. Hal ini tidak dapat mengoptimalkan fungsi TWAB sebagai objek wisata karena Pemda tidak memiliki kewenangan untuk membuka akses wisatawan masuk dalam kawasan. Karena kewenangan tersebut terletak pada BKSDA sebagai pemilik dan pengelola kawasan. Untuk mengatasi kelemahan model empirik dibutuhkan kelebihan dari model yang di rekomendasi yakni: (1) dapat mengoptimalkan sinergitas pengelolaan blok pemanfaatan ekowisata antara Pemerintah Kabupaten Sintang dengan BKSDA Kalimantan Barat; (2) pemerintah Kabupaten Sintang memiliki kewenangan pengembangan di dalam kawasan TWAB sesuai dengan klausul PKS; (3) mempercepat pembangunan sarana dan prasarana penunjang ekowisata di blok pemanfaatan; dan (4) memberdayakan masyarakat sekitar kawasan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : Pertama, Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dalam melaksanakan kewenangannya untuk pengembangan pariwisata, berpedoman pada ketentuan Pasal 12 ayat (3) huruf b Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berserta lampirannya. Pasal 30 Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan beserta Peraturan Daerah Kabupaten Sintang. Untuk mengoptimalkan pengembangan ekowisata pemerintah daerah harus bersinergi dengan BKSDA Kalimantan Barat pembangunan sarana dan prasarana pendukung ekowisata yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Pasal 43 ayat (3) dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf e dan Pasal 11 ayat (2). Karena terdapat perbedaan pandangan antara BKSDA dengan Pemerintah Kabupaten Sintang dalam memanfaatkan TWAB untuk kepentingan wisata. Padahal Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dengan tegas menyatakan bahwa TWA difungsikan utama untuk kepentingan pariwisata alam. Kedua, faktor-faktor pendukung yang perlu terus diperkuat dalam rangka melaksanakan kewenangan pengembangan ekowisata, antara lain adalah: penguatan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya daerah sesuai dengan prinsip otonomi daerah; pengembangan potensi ekowisata dan aksesibilitas untuk meningkatkan kunjungan wisatawan; dan mendorong komitmen pimpinan daerah untuk mengembangan ekowisata di TWAB. Sedangkan faktor penghambat yang perlu diminimalisir, antara lain adalah: kewenangan pengelolaan kawasan yang bersifat sentralistik dan tidak mengakomodir kepentingan daerah terhadap pengembangan ekowisata daerah; kurang efektifnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan pihak BKSDA Kalimantan Barat; serta tidak tersedianya anggaran daerah untuk pengembangan sarana dan prasarana guna menunjang kegiatan ekowisata. Ketiga, model ideal dalam pelaksanaan kewenangan pengembangan ekowisata yang direkomendasikan adalah suatu model yang di dalamnya terdapat Perjanjian Kerjasama penyelenggaraan pengembangan Ekowisata, yang merupakan dokumen penyearah bagi Pemerintah Daerah dengan BKSDA Kalimantan Barat untuk pengembangan blok pemanfaatan dalam upaya pembangunan sarana dan prasarana penunjang ekowisata, sehingga dapat menjadi destinasi ekowisata yang terjaga kelestarian lingkungan dan berkelanjutan dengan melibatkan multi stakeholder dan memberdayakan masyarakat sekitar kawasan.