Kewenangan Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Di Indonesia

Main Author: Wibowo, Afrizal Mukti
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/172376/
Daftar Isi:
  • Sengketa pembiayaan konsumen dapat diselesaikan secara litigasi (melalui Badan Peradilan Umum) dan secara non-litigasi (melalui BPSK dan LAPS-SJK). Namun, pilihan penyelesaian sengketa tersebut menimbulkan sengketa kewenangan antar lembaga penyelesaian sengketa. Sehingga terjadi ketidakpastian hukum dalam penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen. Akibatnya proses penyelesaian sengketa yang seharusnya memberikan win-win solution, pada akhirnya merugikan bagi para pihak yang bersengketa (lose-lose solution). Permasalahan dalam tesis ini ialah siapa yang berwenang dalam penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen di Indonesia? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Baik di Badan Peradilan Umum dan BPSK mempunyai kewenangan atributif yang diberikan oleh undang-undang. Namun, dalam lingkup hukum perdata dikenal dengan asas pacta sunt servanda, yang berarti perjanjian yang disepakati para pihak merupakan undang-undang bagi yang para pihak yang menyepakatinya. Sehingga, kewenangan atributif masing-masing lembaga tidak ditentukan dalam hukum positif (peraturan yang dibuat penguasa) saja. Melainkan pilihan penyelesaian yang disepakati para pihak. Oleh karena itu LAPS-SJK juga mempunyai kewenangan atributif yang diberikan oleh undang-undang dalam hal ini kesepakatan para pihak. Namun, konstruksi penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen dibatasi secara implisit dalam UU Perlindungan Konsumen dan POJK Nomor 1/POJK.07/2014. Yang mensyaratkan adanya kerugian dari kualitas barang atau jasa yang diberikan oleh pelaku usaha. Dalam hal ini sengketa yang dapat diselesaikan di BPSK dan LAPS-SJK ialah sengketa perbuatan melawan hukum. Hasil dari penulisan tesis ini adalah masing-masing lembaga berwenang dalam menyelesaikan sengketa pembiayaan konsumen. Namun, kewenangan tersebut harus memperhatikan dua aspek. 1) Jenis sengketa pembiayaan konsumen berupa sengketa wanprestasi atau sengketa perbuatan melawan hukum; dan 2) Pilihan/kesepakatan para pihak. Sehingga, diperlukan peraturan masing-masing lembaga penyelesaian dalam menerima sengketa yang diajukan para pihak, agar penyelesaian sengketanya memberikan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa.