Prinsip Kehati-Hatian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Menerbitkan Akta Pemberian Hak Tanggungan
Main Author: | Ayu, Yulia Anugrah |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/171339/ |
Daftar Isi:
- Akta PPAT merupakan alat untuk membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, maka akta PPAT yang bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum tersebut. Pejabat Pembuat Akta Tanah harus bekerjasama dengan pihak bank untuk mengeluarkan suatu akta Notaris/PPAT yang diperlukan dalam Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan pihak bank dengan debiturnya. Pada umumnya bank datang ke PPAT untuk meminta bantuan bagaimanakah pengurusan tanah serta dibuatkan akta sesuai kewenangannya didasarkan Undang-Undang serta sesuai kewenangannya agar tidak merugikan berbagai pihak, terkait dengan tanah yang dibebani hak tanggungan. Mereka percaya atas jabatan PPAT sebagai antisipasi masalah di kemudian hari. Posisi seperti ini sering kurang dipahami oleh PPAT sehingga kurang memperhatikan kehati-hatian yang hasilnya adalah terdapat masalah dengan objek akta, subjek akta, serta mengancam reputasi dari PPAT itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan mengkaji permasalahan mengenai pemberi hak tanggungan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang dibebankan. Permasalahan mengenai hak tanggungan yang Putusan Pengadilan Jakarta Selatan Nomor : 395/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel, pemberian hak tanggungan antara Dian Susanty Gunawan dengan Rudiantoro dan Bank Mandiri. Rudianto mengadakan perjanjian kredit dengan Bank Mandiri dengan pembebanan hak tanggungan berupa tanah sertifikat Hak Milik Budiyanto. Rudianto melakukan perbuatan hukum atas tanah tersebut meskipun tanah tersebut milik orang lain. Hal ini dapat terjadi karena Notaris atau PPAT dalam menjalankan tugasnya pada pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang merupakan perjanjian tambahan dari suatu perjanjian kredit tersebut tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian Permasalahan pokok yang dikaji adalah : Apa Ratio Legis PPAT harus berhatihati dalam menerbitkan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Apa akibat hukum apabila Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Tujuan Penelitian adalah Untuk Memahami dan menganalisa Ratio Legis PPAT harus berhati-hati dalam menerbitkan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Untuk Memahami dan menganalisa akibat hukum apabila Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak memenuhi persyaratan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Penelitian ini adalah penelitian kasus akta Pemberian Hak Tanggugan yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi PPAT dapat menjadi masukan agar selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta Pemberian Hak Tanggungan tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016. Metode Penelitian yang digunakan untuk meneliti permasalahan adalah penelitian hukum normatif dengan Pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan konseptual dan Pendekatan Kasus terkait kekuatan prinsip kehati-hatian PPAT terhadap akta pemberian hak tanggungan yang dibuatnya. Bahan hukum primer dan data sekunder dikumpulkan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum dan putusan pengadilan serta bahan hukum tersier berupa internet dan ensiklopedia. Teori yang digunakan adalah Teori kewenangan menurut S.F Marbun dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah mengenai kewenangan atribusi, mandat dan delegasi. Teori Perjanjian dari Ahmadi Miru dan Wirjono Prodjowikoro mengenai sahnya perjanjian dan asasasas perjanjian. Teori Tanggung Jawab dari Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori yang menganalisis tentang tanggung jawab hukum yang ia sebut dengan teori tradisional. Di dalam teori tradisional tanggung jawab dibedakan menjadi dua macam, yaitu tanggung jawab yang didasarkan kesalahan dan tanggung jawab mutlak. Prinsip kehati-hatian bagi pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan hal yang sangat penting. Kewenangan PPAT merupakan kewenangan atributif, sehingga tanggung jawab yang terjadi ketika terjadi sengketa PPAT akan bertanggung jawab penuh atas akta yang dibuatnya. Dalam hal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pemberi hak Tanggungan dan Penerima Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Sekalipun telah dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), PPAT dapat menghadirkan kembali pemberi kuasa dalam penandatangkan Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Hal tersebut diatur dalam pasal 8 UUHT. Dan juga perlu bagi PPAT melakukan checking sertifikat hak milik atas tanah yang akan dibebani hak tanggungan agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. PPAT harus memegang teguh prinsip kehati-hatian, oleh sebab pertanggungjawaban seorang PPAT terhadap akta yang dibuatnya adalah semur hidup. PPAT tidak boleh mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menentukan perbuatan hukum dalam suatu akta dan menjadikan prinsip kehati-hatian ini sebagai prinsip yang utama dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum. Pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) dan SKMHT telah diatur pada Pasal 53 Perkaban Nomor 1 Tahun 2006 ditentukan bahwa Akta PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta yang bentuknya telah ditentukan. Sehingga ketentuan mengenai isi dari akta yang terkait hak tanggungan telah baku sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun didalam Undang-Undang Hak Tanggungan terdapat 2 syarat, yaitu syarat spesialis dan syarat publisitas. Syarat spesialis diatur dalam penjelasan pasal 11 ayat (1) UUHT mengenai identitas domisili, penunjukan hutang secara jelas, nilai hak tanggungan, dan uraian tentang objek hak tanggungan. Apabila tidak dicantumkan secara lengkap syarat spesialis, maka mengakibatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan batal demi hukum. Sedangkan syarat publisitas yang merupakan syarat mutlak dengan mendaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten tempat objek hak tanggungan. Syarat publisitas yang merupakan syarat mutlak, apabila hak tanggungan tidak didaftarkan maka hak tanggungan belum lahir. Sehingga apabila hak tanggungan tidak didaftarkan maka hukumnya hak tanggungan tersebut tidak memiliki kekuatan eksekutorial dan kreditur menjadi kreditur preferent.