Konflik Antara Masyarakat Dan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Eksploitasi Tambang Batu Ilegal Pada Program Normalisasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto)
Main Author: | Mardhiyah, Syifa Rizky |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/169531/ |
Daftar Isi:
- Konflik eksploitasi tambang batu ilegal yang terjadi pada program normalisasi daerah irigasi Lebak Sumengko di Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, merupakan konflik ketiga stakeholder antara masyarakat Kecamatan Jatirejo dan Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto yang berkolaborasi dengan pihak ketiga, yaitu pengusaha. Penelitian ini berupaya melihat hal-hal yang menjadi sebab terciptanya konflik dan penyelesaian konflik. Melihat konflik terjadi dan penyelesaian konflik dianalisis dengan menggunakan teori konflik dan resolusi konflik Ralf Dahrendorf. Hasil penelitian menunjukan, konflik timbul dikarenakan temuan warga setempat bahwa adanya aktivitas pertambangan ilegal pada ruang sungai yang bersifat mencari keuntungan pribadi atau komersil, serta menjual hasil komoditas tambang berupa bebatuan sungai kepada PT.Musika, perusahaan pemecah batu notabene-nya milik keluarga Bupati Mojokerto. Eskalasi konflik dipicu adanya sengketa-sengketa aturan dalam izin pelaksanaan normalisasi sungai dan aktivitas pertambangan mengakibatkan longsor disertai penyerobotan tanah maupun sawah milik warga setempat yang menuntut untuk meminta ganti rugi, namun adanya klaim hak atas tanah kepemilikan Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto, sehingga membuat konflik terjadi berlarut-larut karena kedua pihak saling memperebutkan klaim hak atas tanah sesuai historisnya dan upaya penyelesaian konflik pernah ada mediasi, namun konflik tidak kunjung reda yang berujung pada tahapan arbitrasi. Hasil akhir konflik hingga sekarang 2019 belum menemukan titik temu dalam penyelesaian konflik dan warga setempat masih berjuang untuk mendapatkan kembali kepemilikan hak atas tanah mereka, tetapi disisi lain tidak ada solusi kongkret penyelesaian konflik dan dihiraukannya tututan warga setempat, sehingga memang terlihat adanya pembiaran dari Pemerintah Kabupaten Mojokerto, serta tidak meganggap permasalahan ini sebagai konflik.