Perlindungan Hukum Kepada Direksi Sebagai Personal Guarantor Terhadap Perkara Kepailitan
Main Author: | Purbo, Nadia Chairunnisa |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/169407/ |
Daftar Isi:
- Pada penelitian ini penulis mengangkat permasalahan mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Direksi Sebagai Personal Guarantor Terhadap Perkara Kepailitan. Terdapat beberapa kasus personal guarantor yang dipailitkan dengan pertimbangan terdapat klausula perjanjian bahwa personal guarantor harus melepaskan hak-hak istimewanya sebagai penjamin dan dalam peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai kedudukan personal guarantor dalam kepailitan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan hukum yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah apa bentuk perlindungan hukum terhadap direksi sebagai personal guarantor terhadap perkara kepailitan dan apa akibat hukum terhadap personal guarantor terhadap perkara kepailitan. Untuk menjawab permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis-normatif yang menggunakan pendekatan perundangundangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum diperoleh melalui penelusuran kepustakaan dan penelusuran internet. Bahan hukum dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal, interpretasi teleologis, interpretasi sistematis, dan interpretasi analogi. Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungаn hukum bаgi direksi sebagai personal guarantor terhаdаp kepailitan dilаkukаn dengаn perlindungаn hukum preventif yang dilаkukаn dengаn melihat perjanjian dari para pihak yang dibuat dengan menerapkan asas-asas hukum dalam perjanjian serta mempertahankan hak-hak dari penjamin sebagaimana yang diatur dalam pasal 1430, 1831, 1833, 1837, 1838, 1841, 1843, 1847, 1848, 1849, dan 1850 KUHPerdata, dan personal guarantor harus memperhatikan syarat sahnya sebuah perjanjian, yaitu adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, jika tidak sesuai dengan ketentuan dari syarat sah subjektif dari perjanjian maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Jika perjanjian tidak sesuai dengan ketentuan dari syarat sahnya secara objektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum serta perlindungan hukum represif yang dilakukan secara diluar pengadilan (non litigasi) maupun melalui jalur litigasi.