Konsep Luka Berat Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Melakukan Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Upaya Untuk Memberikan Perlindungan Terhadap Korban
Main Author: | Br Tarigan, Frimy Mustika Lely |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/169368/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai konsep luka berat pada tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menyebabkan luka berat menurut UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi karena hingga saat ini tidak ada suatu peraturan perundang-undangan yang membahas secara khusus mengenai konsep luka berat bagi tindak pidana KDRT, sehingga aparat penegak hukum khususnya Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana KDRT merujuk konsep luka berat pada pasal 90 KUHP. Namun pada kenyataannya, dalam beberapa putusan pengadilan yang terdakwanya terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan luka berat, hasil visum et repertum korban tidak memenuhi pasal 90 KUHP sehingga menyebabkan kekaburan atau ketidakjelasan mengenai konsep luka berat bagi tindak pidana KDRT. Berdasarkan uraian diatas, skripsi ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apa Makna luka berat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Upaya Untuk Memberi Perlindungan Terhadap Korban? dan (2) Bagaimana konsep luka berat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tangga Sebagai Upaya Untuk Memberi Perlindungan Terhadap Korban kedepannya? Penulisan penelitian skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh penulis akan dianalisis menggunakan teknik analisis dengan metode interpretasi sistematis dan gramatikal. Dari hasil penelitian diatas, peneliti memperoleh jawaban bahwa makna luka berat yang digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh aparat penegak hukum dalam menentukan suatu tindak pidana KDRT yang menyebabkan luka berat adalah makna luka berat pada pasal 90 KUHP. Aparat penegak hukum menggunakan penafsiran ekstensif yang bertujuan untuk memperluas pemaknaan luka berat bagi UU PKDRT. Makna luka berat dalam pasal 90 KUHP berkaitan dengan penentuan derajat atau kualifikasi luka. Penentuan luka tersebut akan ditulis dokter dalam visum et repertum. Namun, konsep luka berat pasal 90 KUHP kurang tepat diterapkan pada tindak pidana KDRT mengingat UU PKDRT merupakan UU yang bersifat khusus (lex specialis) sehingga seharusnya konsep luka berat bagi UU PKDRT diatur pula secara khusus.