Analisis Yuridis Pasal 20 Huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Terhadap Pendaftaran Merek “Open Mic”
Main Author: | Nugraha, Tyas Adiputra |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/169057/ |
Daftar Isi:
- Pada penelitian ini, penulis mengangkat permasalahan berupa terdaftarnya merek Open Mic yang berupa Merek Deskriptif berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pengertian Merek Deskriptif yaitu kata-kata atau simbol yang digunakan tidak hanya untuk menunjukkan merek dari suatu barang atau jasa, melainkan juga untuk mendeskripsikan kualitas atau karakteristik dari suatu barang atau jasa dengan menggunakan merek. Maka dalam hal ini, Merek Deskriptif tidak dapat didaftarkan untuk memperoleh perlindungan dari merek itu sendiri. Suatu merek yang hanya menjelaskan atau hanya bersifat keterangan dari suatu barang atau jasa yang hendak didaftarkan dianggap memiliki daya pembeda yang lemah berdasarkan lemahnya teori kekuatan merek itu sendiri, karena merek tersebut hanya menjelaskan bahan, kualitas, karakteristik, fungsi, tujuan, kualitas, atau penggunaan dari barang atau jasa tersebut yang akan didaftarkannya tidak memiliki ciri tertentu atau ciri khusus sebagai pembeda sehingga tidak dapat memenuhi fungsi merek tersebut sebagai tanda pembeda yang melekat pada barang atau jasa yang dilindungi tersebut. Maka, berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah analisa merek “Open Mic” terkait syarat pendaftaran perlindungan merek menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Huruf b Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis? Dan Apakah konsep yang dapat diterapkan agar suatu merek deskriptif dapat didaftarkan sebagai hak merek? Untuk menjawab permasalahan diatas, jenis penelitian yang digunakan penulis yaitu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum yang telah diperoleh dianalisis menggunakan metode interpretasi sistematis yang didasari atas pengaturan hukum antar pasal dan huruf dari permasalahan hukum itu sendiri. Berdasarkan pembahasan, maka penulis berkesimpulan bahwa merek “Open Mic” tidak dapat didaftarkan sebagai sebuah merek karena tidak adanya daya pembeda yang dimiliki merek tersebut. Tetapi Merek “Open Mic” sebagai merek deskriptif dapat didaftarkan sebagai sebuah merek dengan cara membangun konsep Secondary Meaning atau makna tambahan.