Pengaruh Penambahan Premix Plus Dalam Pakan Ayam Petelur Terhadap Penampilan Ayam Petelur Umur 95 Minggu
Main Author: | Haqiqi, Fariz Falhan |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/168545/1/Fariz%20Falhan%20Haqiqi.pdf http://repository.ub.ac.id/168545/ |
Daftar Isi:
- Pengusaha ternak ayam petelur di Indonesia sering mengalami kendala, salah satunya adalah harga pakan yang terus meningkat disisi lain harga telur ayam yang tidak stabil. Pakan pada peternakan unggas perlu diperhatikan karena membutuhkan biaya 60 – 70% dari total biaya produksi. Peternak perlu melakukan efisiensi pakan untuk mengoptimalkan penggunaan pakan untuk meningkatkan produksi sehingga pendapatan meningkatkan, salah satunya dapat dengan menambahkan feed additive dalam pakan. Pemerintah yang melarangan penggunaan antibiotik pada ransum pakan ternak unggas perlu diperhatikan karena memiliki efek samping kurang baik dan meninggalkan residu, oleh karena itu perlu mencari aditif pakan sebagai pengganti antibiotik. Penggunaan zat aditif dalam ransum pakan saat ini masih terpisah antara penambahan probiotik dan premix sehingga perlu perlu mencari cara agar penggunaannya lebih praktis dan perlu upaya penggan kedua bahan antara probiotik dan premix agar fungsi keduanya lebih maksimal, menjadi sebuah premix plus (probiotik dan premix). Penelitian ini dilaksanakan di peternakan milik Bapak Sumardi, Majang Tengah, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada tanggal 24 Maret s/d 30 April 2018. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan Premix plus pada viii pakan terhadap penampilan produksi ayam petelur yang meliputi konsumsi pakan, Hen Day Production (HDP), egg mass, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), dan tebal kerabang. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tentang penambahan premix plus dan sebagai referensi dalam pengembangan usaha peternakan khususnya ayam petelur. Materi penelitian adalah premix plus, pakan basal yang terdiri dari jagung, bekatul dan konsentrat. Ayam petelur ISA Brown umur 95 minggu sebanyak 120 ekor dan dipelihara di kandang baterai dari bambu dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 30 x 40 x 40 cm yang bertempat di daerah Majang Tengah, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan lapang mengguanakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan yaitu, P0 (pakan basal tanpa penambahan premix plus), P1 (pakan basal + 0,35% premix plus), P2 (pakan basal + 0,70% premix plus) dan P3 (pakan basal + 1,05% premix plus) dengan enam kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari lima ekor ayam petelur, apabila terdapat perbedaan hasil yang signifikan dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan’s. Variabel penelitian yang diukur adalah konsumsi pakan, Hen day Production (HDP), egg mass, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC) dan tebal kerabang. Pengambilan data dimulai pada saat ayam petelur berumur 95 minggu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan premix plus pada pakan ayam petelur memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, HDP, egg mass, konversi pakan, IOFC dan tebal kerabang. Rataan konsumsi pakan berturut-turut dari tertinggi hingga terendah adalah (P3) 119,97 ± 0,08 g/ekor/hari; (P1) 119,92 ± 0,19 g/ekor/hari; (P2) 119,84 ± 0,30 g/ekor/hari dan (P0) 119,73 ± 0,37 g/ekor/hari. HDP dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan (P1) 69,2 ± 9,92%, selanjutnya (P3) 68,3 ± 15,03% kemudian (P2) 64,8 ± 12,10% ix dan terendah (P0) 60,0 ± 7,93%. Rataan egg mass berturutturut dari yang tertinggi hingga terendah adalah (P3) 46,39 ± 10,17 g/butir; (P1) 46,12 ± 6,02 g/butir; (P2) 43,73 ± 8,58 g/butir; (P0) 39,37 ± 5,20 g/butir. Rataan konversi pakan berturut-turut dari terendah hingga tertinggi adalah (P1) 2,46 ± 0,35; (P3) 2,60 ± 0,81; (P2) 2,68 ± 0,60 dan (P0) 2,83 ± 0,36. Rataan IOFC berturut-turut dari terendah hingga tertinggi hingga terendah adalah (P3) Rp. 749,73 ± 24,12; (P2) Rp. 738,89 ± 36,41; (P1) Rp. 728,43 ± 45,55 dan (P0) Rp. 711,06 ± 32,76. Rataan tebal kerabang berturut-turut dari tertinggi hingga terendah adalah (P3) 0,42 ± 0,02 mm; (P1) 0,40 ± 0,01 mm; (P0) 0,40 ± 0,02 mm; dan (P2) 0,40 ± 0,03 mm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian premix plus dalam pakan dapat meningkatkan konsumsi pakan, hen day production, egg mass, memperbaiki konversi pakan, meningkatkan income over feed cost, dan tebal kerabang telur. Penambahan premix plus 1,05% pada pakan (perlakuan 3) memberikan hasil yang terbaik dalam hal egg mass, income over feed cost dan tebal kerabang. Pada ratarata nilai HDP juga memiliki peningkatan nilai dari sebelum penelitian yang paling besar yaitu 4,1%. Saran untuk penambahan premix plus sebaiknya digunakan dalam rentang waktu yang lama dan kontinyu agar dapat memberikan hasil yang lebih baik.