Narasi Deskripsi (Panyandra) Dalam Upacara Panggih Pengantin Adat Surakarta Di Desa Simo, Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi (Tinjauan Etnopuitika)
Main Author: | Rizki I.S.Y.S, Ade |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/166664/ |
Daftar Isi:
- Upacara panggih merupakan puncak acara dari sebuah prosesi pernikahan. Bahasa yang digunakan dalam upacara panggih tergolong dalam bahasa endah dan dinarasikan oleh pranata hadicara. Narasi deskripsi upacara panggih biasa disebut dengan janturan dan termasuk dalam pentas sastra Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mendeskripsikan unsur bahasa dalam tataran fonologis (aliterasi dan asonansi) dan morfologis (afiksasi dan reduplikasi) pada narasi upacara panggih, dan (2) mendeskripsikan unsur estetika (bahasa endah dan temuan budaya) pada upacara panggih.. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan narasi upacara panggih secara menyeluruh dan menitikberatkan pada partisipasi peneliti dari awal hingga akhir sebagai pengamat. Hasil dari penelitian ini adalah (1) penggunaan unsur bahasa berupa fonologis yang terdiri dari asonansi dan aliterasi digunakan pranata hadicara dalam mendeskripsikan prosesi panggih, memiliki tujuan sebagai pengungkapan perasaan suka cita dan bahagia yang melingkupi prosesi upacara panggih, penggunaan tersebut didukung dengan aspek morfologis berupa afiksasi dan reduplikasi yang memberikan makna penegasan serta variasi bentuk bahasa yang dinarasikan pranata hadicara sehingga menimbulkan dua fungsi bahasa pada narasi deskripsi (panyandra) yakni fungsi emotif dan fungsi puitis. (2) Penggunaan bahasa endah berupa bahasa Kawi memberikan estetika bahasa dalam seni pelantunannya serta keindahan bentuk teks yakni dengan memunculkan makna figuratif bahasa dan juga mengubah tingkat tutur awal bahasa Jawa tersebut. Selain itu, upacara panggih juga dipandang sebagai suatu ritual yang sakral dan memiliki kekuatan. Hal tersebut tercermin pada ragam bahasa yang digunakan dan penggambaran sosok pujangga agung yang dinarasikan oleh pranata hadicara selanjutnya upacara panggih juga merupakan perpaduan antara budaya keraton dan masyarakat desa menciptakan akulturasi yang nampak pada narasi deskripsi upacara panggih hal tersebut ditandai dengan penggunaan ragam bahasa Ngoko Alus dan Kawi sebagai bentuk asimilasi antara budaya keraton dan masyarakat pedesaan.