Tipologi Desa Berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan Di Kabupaten Tuban Bagian Utara (Studi Kasus Di Kecamatan Jenu, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Kerek, Kecamatan Tuban, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban)

Main Author: Rinaldi, Tito Gagah
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/165331/1/Tito%20Gagah%20Rinaldi.pdf
http://repository.ub.ac.id/165331/
Daftar Isi:
  • Salah satu penyebab kerawanan pangan pada suatu daerah adalah kemiskinan pada masyarakat. Kemiskinan tidak bisa didefinisikan secara sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia lainnya. Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarganya dalam jumlah dan kualitas yang baik sehingga beresiko rawan pangan dan gizi. Menurut data BPS dan Susenas (2009) dalam laporan pencapaian MDGs Indonesia, proporsi penduduk Indonesia dengan asupan kalori sangat rendah (<1400 kkal/hari) sebesar 14,47% meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 11,7% pada 2008, proporsi tersebut juga masih jauh dari target MDGs sebesar 8,50%. Sedangkan proporsi penduduk dengan asupan kalori <2000 kkal/hari sebesar 64,21% hampir dua kali lipat dari target MDGs (35,32%). Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah mendeskripsikan desa berdasarkan kondisi indikator ketahanan pangan di Kecamatan Kerek, Kecamatan Tuban, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Jenu, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban berdasarkan deskripsi penilaian indikator ketahanan pangan sedangkan tujuan kedua yaitu mengklasifikasi dan menganalisis desa-desa ke dalam bentuk tipologi (pengklasteran) berdasarkan indikator ketahanan pangan di Kecamatan Tuban, Kecamatan Merakurak, Kecamatan Jenu, Kecamatan Kerek dan Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah data cross section tahun 2015, dengan mengadopsi indikator ketahanan pangan rumusan Food Insecurity and Vulnarability Atlas of Indonesia (FSVA) 2009 dan dari berbagai sumber. Indikator yang digunakan adalah sebagai berikut: konsumsi normatif per kapita (X1), persentase KK miskin (X2), Persentase RT tidak akses listrik (X3), Persentase buruh (tani dan swasta) (X4), Persentase RT berumah bambu (X5), Jumlah penduduk tidak tamat SD (X6), Rasio penduduk yang terlayani posyandu (X7), Persentase balita stunting (X8), Persentase penduduk buta huruf (X9), Angka Kematian Bayi (AKB) (X10), Persentase penduduk tidak akses air bersih (X11), Persentase lahan puso karena kekeringan, banjir dan atau hama penyakit (X12), Frekuensi banjir/tanah longsor (tiga tahun terakhir) (X13). Berdasarkan deskripsi penilaian indikator ketahanan pangan, maka dapat dilihat secara keseluruhan kondisi desa-desa yang masuk pada setiap indikator di 88 desa penelitian adalah sebagai berikut a) konsumsi normatif pangan per kapitaterdapat 74 desa atau sebesar 84,09% masuk dalam kategori tahan pangan dan 14 desa atau sebesar 15,9% masuk dalam kategori rawan pangan; b) RT miskin 30 desa atau 34% masuk dalam kategori tahan pangan dan 58 desa atau sebesar 65,9% masuk dalam kategori rawan pangan 3; c) persentase penduduk tidak akses listrik dengan angka rata-rata keseluruhan sebesar 16,18 masuk dalam kategori tahan pangan; d) untuk presentase buruh seluruh desa masuk dalam kategori tahan pangan; e) RT berumah bambu masuk 84 desa atau 95,4% masuk dalam kategori tahan pangan dan 4 desa atau 4,5% masuk dalam kategori rawan pangan; f) persentase penduduk tidak tamat SD seluruh desa masuk dalam kategori tahan pangan; g) rasio penduduk terlayani tenaga Posyandu 64 desa atau sebesar 72,72% masuk dalam kategori tahan pangan dan 24 desa atau sebesar 27,2% masuk dalam kategori rawan pangan; h) untuk balita stunting terdapat 41 desa atau 46,5% masuk dalam kategori tahan pangan dan 47 desa atau 53,4 % masuk dalam kategori rawan pangan; i) penduduk buta huruf seluruh desa dengan angka rata-rata sebesar 4,31 yang masuk dalam daerah tahan pangan; j) angka kematian bayi seluruh desa penelitian dengan angka rata-rata sebesar 0,7 masuk dalam kategori tahan pangan; k) persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses air bersih 74 desa atau sebesar 84% masuk dalam kategori daerah tahan pangan sedangkan 14 desa masuk kedalam kategori rawan pangan; l) Persentase lahan puso seluruh desa masuk dalam kategori tahan pangan; m) Frekuensi banjir dan longsor 78 desa atau 88,6% masuk dalam kategori tahan pangan kemudian 10 desa atau 11,3% masuk dalam kategori rawan pangan. Dan berdasarkan hasil analisis klaster, desa-desa yang berada di kecamatan Jenu, kecamatan Merakurak, kecamatan Tambakboyo, kecamatan Kerek, kecamatan Tuban dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipologi yaitu: a) Tipologi 1 dengan indikator dominan Konsumsi pangan normatif b) Tipologi 2 dengan indikator dominan persentase KK miskin, persentase RT tidak akses listrik, persentase RT rumah bambu, persentase penduduk tidak tamat SD, rasio terlayani posyandu, angka kematian bayi, persentase lahan puso, total banjir dan longsor. c) Tipologi 3 dengan indikator dominan buruh (tani dan swasta), balita stunting dan persentase penduduk terlayani air bersih.