Representasi Perempuan dalam Manga Yaoi Omegaverse (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Manga ‘Tadaima, Okaeri’)

Main Author: Dwiyantari, Vina
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/163562/1/Vina%20Dwiyantari.pdf
http://repository.ub.ac.id/163562/
Daftar Isi:
  • Bangsa Jepang tradisional merupakan bangsa yang sangat menjunjung tinggi nilai adat. Secara historis, bangsa Jepang tercatat telah menganut ajaranajaran kehidupan seperti Shinto, Konfusianisme dan Budha. Ajaran konfusianisme merupakan ajaran yang paling berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Jepang. Ajaran ini diterapkan selama masa kekaisaran Edo dalam berbagai aspek kehidupan. Karena sifatnya yang cenderung mengagungkan ide-ide patriarki, penerapan ajaran ini justru menjadikan perempuan terdominasi. Perempuan tidak lagi memiliki akses terhadap fasilitas publik bahkan dirinya sendiri, sehingga perannya pun bergeser, dari individu merdeka, menjadi individu atributif, yaitu perempuan yang menjadi pelengkap laki-laki. Manga ‘Tadaima, Okaeri’ karya Ichikawa Ichi hadir sebagai karya fiksi yang menampilkan representasi perempuan dalam kehidupan masyarakat Jepang modern. Meskipun manga ini masuk dalam kategori yaoi (kisah tentang homoseksualitas), namun manga ini justru mengisyaratkan dengan lebih jujur heteroseksualitas yang sesungguhnya. Penelitian pada karya-karya fiksi, terutama yang mengangkat tema-tema domestikasi perempuan perlu dilakukan agar dapat memberitahu bagaimana sebuah ideologi dikonstruksikan. Penelitian ini berhasil menggali lebih lanjut terkait representasi perempuan dalam manga ‘Tadaima, Okaeri’ melalui analisis semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dalam pemaknaan bertingkat, teridentifikasi penanda dan petanda yang merepresentasikan perempuan. Pada tataran denotatif, perempuan digambarkan sebagai sosok ibu rumah tangga, yang bertugas mengurus rumah, merawat anak, dan melayani suami. Pada tataran konotatif, manga ‘Tadaima, Okaeri’ menunjukkan bahwa menjadi perempuan juga berarti berkewajiban mengurus rumah tangga, anak dan suami. Hal ini tentu memunculkan pemikiran baru, bahwa apabila perempuan lalai terhadap kewajibannya, maka ia akan distigma buruk oleh masyarakat. Sedangkan pada tataran mitos, perempuan yang melakukan tugas rumah tangganya dengan baik, maka dapat dikategorikan sebagai seorang Yamato Nadhesiko, sebuah citra perempuan ideal yang sangat diagungkan oleh masyarakat Jepang tradisional.