Manajemen Risiko Supply Chain Keripik Singkong dengan Menggunakan Metode House of Risk (HOR)

Main Author: Pratama, Juniar Rilo
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/163064/
Daftar Isi:
  • UD Jati Mas merupakan produsen keripik singkong dengan brand produk Ultra Mass yang terletak di Turen, Malang. Pada tahun 2016 hingga tahun 2017, UD Jati Mas mengalami penurunan jumlah produksi yang mengakibatkan tidak tercapainya target produksi. Penurunan produksi tersebut disebabkan karena ketidakpastian pasokan singkong, keterlambatan pengiriman singkong dari supplier serta ketika musim hujan, supplier singkong mengalami kesulitan dalam mengangkut singkong karena lokasi geografis lahan perkebunan pada supplier singkong tidak memungkinkan akses kendaraan untuk mengangkut singkong. Kendala lain yang pernah dialami UD Jati Mas yaitu adanya benda asing atau kotoran yang ditemukan di dalam salah satu kemasan keripik singkong yang diekspor ke industri makanan ringan di Singapura sehingga UD Jati Mas harus membayar denda. Disamping itu, masih ada banyak risiko yang berpotensi muncul pada supply chain yang dapat menyebabkan kerugian pada UD Jati Mas. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi risk event yang berpotensi muncul pada aliran supply chain, risk agent apa saja yang menyebabkan risiko tersebut terjadi, hubungan antar risk event dengan risk agent, serta bagaimana strategi yang dapat digunakan UD Jati Mas untuk menangani risiko yang berpotensi muncul pada aliran supply chain. Penelitian ini menggunakan metode House of Risk (HOR) untuk mengelola risiko yang terdiri atas HOR fase 1 yang merupakan tahap identifikasi risiko dan HOR fase 2 yang merupakan tahap penanganan risiko. Data yang dibutuhkan sebagai input pada HOR fase 1 adalah identifikasi risk event, penilaian severity, identifikasi risk agent, penilaian occurrence, dan penilaian korelasi risk event dengan risk agent. Kemudian data-data tersebut akan digunakan untuk melakukan perhitungan nilai ARP (Aggregat Risk Potentials) sehingga dapat diketahui risk agent yang diprioritaskan untuk kemudian diberikan strategi mitigasi. Data yang dibutuhkan sebagai input pada HOR fase 2 adalah identifikasi strategi mitigasi, penilaian korelasi strategi dengan risk agent, keefektifan strategi, dan tingkat kesulitan dalam menerapkan setiap strategi. Kemudian data-data tersebut akan digunakan untuk melakukan perhitungan nilai ETD (Effectiveness to Difficulty) sehingga dapat diketahui urutan strategi yang diprioritaskan dalam menangani risiko. Hasil penelitian ini yaitu pada HOR fase 1 diperoleh sebanyak 72 risk event dan 34 risk agent. Pada penentuan risk agent untuk diberi penanganan, dipilih sebanyak sembilan risk agent dengan nilai ARP tertinggi yaitu kelangkaan bahan baku singkong, ketergantungan pada satu supplier singkong, kurangnya kepedulian pekerja dalam mendukung kemajuan perusahaan, human error pada pekerja, belum adanya sistem pencatatan yang terstruktur, komunikasi yang kurang baik dengan supplier singkong, komunikasi internal yang kurang baik, terjadinya gangguan alam atau bencana alam, serta selesainya produksi tidak sesuai target waktu. Pada HOR fase 2 diperoleh sebanyak sembilan strategi mitigasi dengan urutan prioritas yaitu membuka lahan perkebunan singkong, melakukan pencarian supplier baru, menetapkan kebijakan penilaian supplier, membuat kontrak dengan supplier, mengadakan training kepada pekerja, memberlakukan reward and punishment bagi pekerja, membuat pembagian job description dan wewenang kepada pekerja, melakukan penataan area produksi, serta membuat sistem informasi terintegrasi.