Pertanggungjawaban Pidana Bagi Notaris Yang Melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Dalam Pembutan Akta Otentik
Main Author: | Prasetyorini, Anita Eka |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/161831/1/Anita%20Eka%20Prasetyorini.pdf http://repository.ub.ac.id/161831/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini merupakan analisis normatif terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh notaris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekan konseptual. Dalam hal ini pendekatan dilakuakan dengan menelaah konsep-konsep tentang pertanggungjawaban pidana bagi notaris. Jenis bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder untuk menganalisis pertanggungjawban pidana. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui akta notaris lahir karena adanya keterlibatan langsung dari pihak yang menghadap notaris, merekalah yang menjadi pemeran utama dalam pembuatan sebuah akta sehingga tercipta sebuah akta yang otentik. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang. Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya. Perbuatan pemalsuan akta otentik adalah perbuatan mengubah, memberikan keterangan palsu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas akta yang dibuat dihadapan notaris. Berdasarkan unsur-unsur perumusan pidana terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh notaris dari pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pemalsuan surat, untuk notaris yang melakukan pemalsuan akta otentik tidak dapat diterapkan pada pasal ini. Akan tetapi dapat dikenai sanksi pada pasal 263 Jo 264 KUHP sebab pada pasal 263 Jo 264 KUHP merupakan pemalsuan yang diperberatkan karena obyek pemalsuannya mengandung nilai kepercayaan yang tinggi. Serta sanksi yang terdapat pada undang-undang jabatan notaris merupakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat. Pelaku tindak pidana dapat dipidana apabila memenuh syarat bahwa tindak pidana yang dilakukan memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam undang-undang.