Tinjauan Terhadap Fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Berkaitan Dengan Pemungutan Pajak (Studi Di Kantor Kecamatan Junrejo Kota Batu)

Main Author: Yusante, Dahliandis Romadona
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/161617/1/Dahliandis%20Romadona%20Yusante.pdf
http://repository.ub.ac.id/161617/
Daftar Isi:
  • Penulisan skripsi ini di latar belakangi oleh pelaksanaan pengalihan suatu jenis pajak, akan terdapat sejumlah kendala dan hambatan, terlebih apabila jenis pajak tersebut merupakan jenis pajak baru bagi daerah seperti BPHTB. Beberapa kendala tersebut dapat timbul dari pihak mana saja, baik yang bersumber dari kekurangsiapan pemerintah pusat, kekurangsiapan pemerintah daerah, kondisi di lapang, dan lain-lain. Kendala yang timbul perlu mendapat penanganan segera dan dicarikan pemecahannya untuk kelancaran pemungutan pajak daerah. Serta masalah yang sering kali terjadi yaitu pengurangan nilai transaksi pembayaran BPHTB oleh Wajib Pajak yang akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan daerah. Bagaimana efektivitas hukum dalam pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Batu serta upaya mengatasi hambatan dalam pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Batu. Khususnya di Kecamatan Junrejo Batu. Fungsi PPAT adalah menjamin kebenaran materiil dan kebenaran formil dalam setiap akta peralihan hak atas tanah dan bangunan serta berperan juga untuk memeriksa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi berkaitan dengan peralihan hak tersebut. PPAT disini hanya berperan untuk memeriksa dan bukan memungut seperti tugas petugas pajak, sehingga tidak dapat dibebani tugas layaknya petugas pajak. Apalagi sampai diberikan sanksi yang berkaitan dengan perpajakan, hal tersebut sangat tidak relevan jika dikaitkan dengan fungsi PPAT yaitu untuk membuat akta-akta tanah. Bahwa pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Batu belum efektif karena belum adanya perolehan payung hukum yang jelas, walaupun telah terjadi transaksi peralihan hak atas tanah dan bangunan. Hal ini karena PERDA BPHTB yang ada belum mengatur tentang tata cara pembayaran BPHTB secara rinci dan jelas. Serta lemahnya koordinasi antar stake holder yang terkait, yaitu Dispenda, Notaris/PPAT, Kantor Pertanahan Kota Batu. Utang pajak hak atas tanah dan bangunan terjadi pada saat yang bersamaan dengan perbuatan peralihan hak yang dilakukan di hadapan PPAT, yaitu utang pajak itu lahir sejak dibuat dan ditandatanganinya akta peralihan hak atas tanah dan bangunan. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Batu, yaitu secepatnya merevisi PERDA Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tentang tata cara pembayaran BPHTB secara jelas dan rinci yang berguna untuk menjelaskan pasal-pasal pada Perda nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB yang sering menimbulkan multi persepsi dikalangan Wajib Pajak (WP) BPHTB dan instansi terkait di Kota Batu, melihat Wajib Pajak membutuhkan kejelasan status tanah dan bangunan mereka, sehingga Pemerintah Daerah dengan segera mendapatkan peningkatan pemasukan Bea Perolehan Hak Atas Bangunan. Serta Menghimbau Wajib Pajak (WP) untuk membayar pajak sesuai harga riil