Pengembangan Proses Pembuatan Wadi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) dengan Modifikasi Penambahan Gula Aren [Arenga pinnata (Wurmb.) Merrill] dan Sari Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Main Author: Petrus
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/161340/
Daftar Isi:
  • Ikan betok ( Anabas testudineus ) merupakan jenis ikan air tawar yang banyak terdapat di perairan umum di Kalimantan dan masyarakat mengenal dengan sebutan ikan papuyu. Ikan betok biasanya melimpah pada awal musim kemarau (bulan Mei - Juli), sementara pada bulan-bulan tertentu (Juli - Februari) ikan betok dalam keadaan segar sulit ditemukan, sehingga harga jualnya relatif mahal. Pengolahan ikan betok secara tradisional dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan ikan betok saat paceklik/tidak musim untuk mengawetkan serta meningkatkan nilai tambah ikan betok. Sejak dahulu, masyarakat Kalimantan telah mengawetkan ikan betok dengan metode fermentasi dan hasil fermentasi tersebut dikenal sebagai wadi ikan betok. Wadi adalah ikan awetan hasil fermentasi tradisional dalam larutan garam 20-50% (Khairina, 2000). Tujuan penambahan garam adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk (Rahayu, 2002), karena penambahan garam 25% dari berat total ikan dan lama penyimpanan (Khairina, 1998). Namun, penambahan konsentrasi garam yang terlalu tinggi akan menyebabkan produk akhir menjadi asin, sehingga hal ini akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk. Oleh karena itu, diperlukan inovasi proses agar mutu maupun citarasa yang dihasilkan wadi ikan betok menjadi lebih baik. Inovasi yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan penambahan gula yang diharapkan dapat mengurangi rasa asin yang ditimbulkan oleh garam selain itu juga dapat sebagai pengawet. Menurut Jay (1970) peranan gula serupa dengan peranan garam, yaitu terjadinya tekanan osmotik yang tinggi dari gula dapat menciptakan kondisi yang tidak sesuai untuk pertumbuhan bakteria. Selain penambahan gula dalam proses pembuatan wadi ikan betok ini juga dilakukan penambahan air perasan dari jeruk nipis ( Citrus ). Menurut Alpatih, dkk . (2010), asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun pada jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis) ditemukan dalam konsentrasi tinggi yang dapat mencapai 8% bobot kering. Asam jeruk merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui konsentrasi garam pada wadi ikan betok tradisional dengan lama fermentasi selama 7 hari yang memiliki nilai gizi tinggi dan citarasa yang bisa diterima konsumen; 2) untuk mengetahui konsentrasi penambahan gula aren dan sari jeruk nipis pada wadi ikan betok modifikasi dengan lama fermentasi 7 hari yang memiliki nilai gizi tinggi dan citarasa yang bisa diterima konsumen; 3) untuk mengetahui dan membandingkan kandungan asam-asam amino maupun asam-asam lemak dalam meningkatkan nilai gizi fungsional untuk kesehatan pada wadi ikan betok tradisional dan wadi ikan betok modifikasi. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: Penelitian Tahap 1, melakukan survei proses pembuatan wadi ikan betok ( Anabas testudineus Bloch) di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, kemudian diuji berdasarkan parameter fisiko-kimia, mikrobiologi dan inderawi. Setelah semua sampel selesai diuji selanjutnya dilakukan perhitungan dengan metode Indeks Effektivitas De Garmo untuk mendapatkan konsentrasi garam terpilih. Penelitian Tahap 2, dari hasil konsentrasi garam terpilih dalam pembuatan wadi ikan betok secara tradisional di Kabupaten Banjar selanjutnya digunakan sebagai konsentrasi garam yang akan dimodifikasi dengan penambahan gula aren dan sari jeruk nipis dalam pembuatan wadi ikan betok. Adapun konsentrasi gula aren yang digunakan adalah 0 (kontrol), 5, 10 dan 15%(b/b) dan sari jeruk nipis adalah 0 (kontrol), 2 , 4 dan 6% (b/b). Parameter pengujian meliputi pengujian inderawi berupa nilai rupa, bau, tekstur, dan rasa, dan diuji secara fisiko-kimia meliputi pH, aw, kadar lemak, kadar air, kadar abu, TVB-N dan diuji secara mikrobiologi meliputi TPC dan BAL. Setelah sampel selesai diuji maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode Effektifitas De Garmo untuk mendapatkan perlakuan terpilih. Penelitian Tahap 3, yaitu membandingkan kualitas ikan betok segar, wadi ikan betok tradisional terpilih pada Tahap 1 dan wadi ikan betok modifikasi hasil eksperimen terpilih pada Tahap 2. Pengujian dilakukan untuk mengetahui profil asam amino dan asam lemak. Untuk profil asam amino menggunakan HPLC dan asam lemak menggunakan GCMS. Hasil penelitian pada Tahap 1 menyimpulkan bahwa wadi ikan betok yang diolah secara tradisional dengan penambahan garam sebesar 15% (b/b) merupakan jumlah garam terpilih bila dibandingkan dengan penambahan garam 5, 10, 25, 50, 75 dan 100% (b/b). Perlakuan tersebut memiliki rata-rata kadar protein sebesar 16,52%; kadar lemak : 2,28%; kadar air : 33,45%; kadar abu : 1,63%; kadar garam : 5,51%; a w : 0,84%; nilai TVB-N : 11,16 mgN/100g; TPC : 0,25 x10 6 cfu/g; BAL : 0,18 x10 6 cfu/g. Sementara itu menurut panelis, wadi ikan betok tradisional dengan penambahan garam 15% (b/b) memiliki aroma tidak suka; tekstur tidak suka; warna agak sedikit tidak suka dan rasa yang agak sedikit tidak suka. Hasil penelitian Tahap 2 menyimpulkan bahwa wadi ikan betok hasil modifikasi dengan penambahan garam 15% (b/b) serta penambahan gula aren sebesar 5, 10 dan 15% (b/b) dan sari jeruk nipis 2, 4 dan 6% (b/b) diperoleh hasil terpilih adalah wadi ikan betok hasil modifikasi dengan penambahan gula aren 15% (b/b) dan sari jeruk nipis 6% (b/b). Perlakuan tersebut memiliki rata-rata kadar protein : 23,41%; kadar lemak : 3,33%; kadar air : 30,01%; kadar abu : 0,97%; kadar garam : 5,99%; a w : 0,85%; nilai TVB-N : 1,69 mgN/100g; TPC : 0,39 x10 6 cfu/g; BAL : 2,93 x10 6 cfu/g. Sementara itu menurut panelis, wadi ikan betok hasil modifikasi memiliki aroma suka; tekstur suka; warna suka dan rasa suka.