Optimalisasi Usahatani Terpadu antara Usaha Sapi Potong dengan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara
Main Author: | Rundengan, MeiskeLusye |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/161064/ |
Daftar Isi:
- Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia terus meningkat. Laju peningkatan jumlah penduduk, yang diikuti dengan perbaikan taraf hidup dan perubahan selera konsumen telah mengubah pola konsumsi yang mengarah pada protein hewani asal ternak. Pasokan daging dalam negeri belum mampu mengimbangi permintaan di dalam negeri. Oleh karenanya untuk untuk memenuhi permintaan daging di dalam negeri diperlukan impor dalam jumlah cukup besar. Ketidaksediaan lahan untuk areal penggembalaan dan ketersediaan pakan ternak menjadi salah satu penyebab masih rendahnya jumlah ternak. Populasi sapi potong di Provinsi Sulawesi Utara masih rendah. Menurut Ifar (2007), dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi, populasi sapi potong di Sulawesi Utara ialah terendah. Pada tahun 2005, populasi sapi potong di Sulawesi Utara hanya 7,3% dari total populasi sapi di Sulawesi (1.369.585 ekor). Apabila pertumbuhan negatif populasi sapi seperti diatas terjadi secara berkelanjutan, ditambah dengan kecilnya populasi dibandingkan propinsi lain di Sulawesi, maka bisa dikhawatirkan bahwa kontribusi Propinsi Sulawesi Utara terhadap pemenuhan kebutuhan daging nasional akan semakin marjinal. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk meningkatkan populasi sapi di Sulawesi Utara dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia seoptimal mungkin. Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Utara yang berpotensi untuk pengembangan ternak sapi. Kabupaten Minahasa Selatan memiliki luas areal penanaman padi 15.308 hektar, luas areal penanaman jagung sebesar 20.882 dan areal kebun kelapa seluas 45.041,5 hektar (Anonymous, 2012). Luasnya areal penanaman padi dan jagung akan menghasilkan limbah pertanian yang cukup bagi pakan ternak sapi. Hal tersebut menjamin ketersediaan pakan yang cukup sepanjang tahun untuk ternak sapi. Areal kebun kelapa yang luas dapat dimanfaatkan sebagai areal penggembalaan ternak. Pertanian monokultur memiliki banyak kendala. Harga komoditas kelapa, cengkeh, vanili, padi dan jagung yang berfluktuasi dan adanya ketidakpastian harga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan petani kurang serius menangani usaha pertaniannya, sehingga produktivitas lahan kering di Sulut tidak memadai. Kondisi tersebut terutama nampak pada kawasan pertanian lahan kering dataran rendah dan kebanyakan merupakan kantong kemiskinan di Sulut berada di wilayah pertanian tersebut. Sistem integrasi tanaman–ternak (SITT), baik tanaman perkebunan maupun tanaman pangan merupakan salah satu alternatif potensial, yang dapat memecahkan permasalahan pada usahatani perkebunan, tanaman pangan, bahkan permasalahan peternakan itu sendiri. Sistem integrasi tanaman-ternak mengintegrasikan seluruh komponen usaha pertanian baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga tidak ada limbah yang terbuang. Sistem tersebut sangat ramah lingkungan dan mampu memperluas sumber pendapatan dan menekan risiko kegagalan. Potensi pakan dari sisa tanaman pangan menunjukkan potensi yang sangat besar dalam memecahkan masalah pakan di tingkat peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. Kompos merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah ( soil amendment ). Pemanfaatan limbah pertanian hingga tidak ada lagi limbah yang terbuang akan bermakna melestarikan perputaran unsur hara dari tanah-tanaman-ternak-kembali ke tanah secara sempurna. Kearifan lingkungan ini perlu ditumbuhkembangkan secara luas sehingga mampu menjaga kelestarian sumber daya alam. Perumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan sistem pertanian terpadu dan non terpadu? (2) Bagaimanakah pembiayaan dan pendapatan pada sistem pertanian terpadu dan non terpadu?, (3) Bagaimanakah model optimalisasi sistem pertanian terpadu? serta (4) Bagaimana dampak simulasi perubahan harga output dan harga input terhadap optimalisasi sistem pertanian terpadu? Penelitian ini bertujuan untuk menguji (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sistem pertanian terpadu dan non terpadu, (2) Menganalisis pembiayaan dan pendapatan pada sistem pertanian terpadu dan non terpadu., (3) Menganalisis optimalisasi sistem pertanian terpadu., serta (4) Menganalisis dampak simulasi perubahan harga output dan harga input terhadap optimalisasi sistem pertanian terpadu. Penelitian dilakukan di Kecamatan Tenga, Sinonsayang dan Amurang Barat, Kabupaten Minahasa Selatan pada bulan Nopember 2011 sampai dengan bulan Februari 2012. Kabupaten Minahasa Selatan dipilih sebagai wilayah penelitian dengan pertimbangan yaitu Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu sentra produksi sapi potong dan kelapa di Sulawesi Utara (BPS SULUT, 2012). Berdasarkan sampel lokasi terpilih yaitu kecamatan Tenga, Sinonsayang dan Amurang Barat ditentukan desa sample secara purposive sampling dengan pertimbangan desa yang mempunyai ternak sapi terbanyak dan luas areal kelapa terbesar. Desa yang dipergunakan sebagai sampel di Kecamatan Tenga ialah desa Tenga dan Pakuwere, desa sampel di Kecamatan Amurang Barat ialah desa Kawangkoang Bawah dan Kapitu, sedangkan desa sampel di Kecamatan Sinonsayang ialah desa Ongkaw 1, Ongkaw 2 dan Blongko. Untuk menjawab tujuan pertama digunakan Analisis Regresi, untuk menjawab tujuan kedua menggunakan ANOVA, serta untuk menjawab tujuan ketiga dan keempat dengan analisis optimasi dengan multiple goal programming (MGP). Hasil analisis memperlihatkan bahwa (1) Faktor luas lahan, biaya-biaya, tenaga kerja berpengaruh terhadap pendapatan sistem pertanian terpadu dan non terpadu. Pendapatan tani kelapa dipengaruhi oleh faktor luas lahan (X LH ), biaya pakan ternak (X PT ), serta sistem usaha tani (D). Pendapatan ternak sapi dipengaruhi oleh faktor jumlah sapi dipelihara (X JS ), biaya pakan (X BP ), obat ternak (X OT ), serta sistem usaha tani (D). Pendapatan tani jagung dipengaruhi oleh faktor luas lahan (X LH ), biaya KCl (X BK ), serta biaya tenaga kerja sewa (X TKS ). Pendapatan tani padi dipengaruhi oleh faktor luas lahan (X LH ), biaya SP-36 (X BSP ), serta biaya tenaga kerja sewa (X TKS