Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara oleh Pengadilan Tata Usaha Negara

Main Author: Asmuni
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160941/
Daftar Isi:
  • Berdasarkan asas praduga Rechmatiq/Praesumptio iustae causa bahwa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) harus dianggap sah secara hukum sampai dengan adanya Keputusan Pengadilan yang menyatakan sebaliknya. Hal ini dimaksudkan agar tugas pemerintahan khususnya dalam rangka memberikan perlindungan ( welfare ) bagi masyarakat dapat berjalan. Namun sebagai `penyeimbangan` guna memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan penggugat, hakim dapat mengeluarkan penundaan pelaksanaan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara ( schorsing ). Penetapan merupakan produk hukum yang lahir dari permohonan (tidak ada sengketa) tapi dalam hal ini terdapat sengketa Tata Usaha Negara, namun hakim dapat mengeluarkan penetapan penundaan ( schorsing ). Ketentuan Pasal 67 ayat (4) UU No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara memuat norma kabur ( vage norm ) khususnya berkenanaan dengan alasan mengabulkan atau menolak, instrument hukum yang seharusnya dipergunakan oleh hakim, serta mekanisme pelaksanaan penetapan penundaan. Permasalahan disertasi ini adalah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menolak atau mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dilihat dari aspek Filsafat, aspek Teori/Ilmu, dan oleh hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan permohonan penundaan pelaksanan Keputusan Tata Usaha Negara, bagaimana mekanisme pelaksanaan penetapan penundaan Keputusan Tata Usaha Negara. Disertasi ini dikaji dengan menggunakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan, dan studi kasus yang berkaitan dengan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara. Teori yang digunakan yaitu teori negara hukum (rechtstaat), teori Keputusan Tata Usaha Negara dan teori sistem peradilan dan pengadilan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, Penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara secara filosofis mengakibatkan daya laku ( gelding ) terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat terhenti untuk sementara waktu (tijdelijk). Secara teoritis penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara mengakibatkan suasana/keadaan hukumnya ( rechtstoestand ) kembali pada keadaan atau posisi semula ( restitutio in integrum ) sebelum adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan. Secara yuridis penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara memberi batasan ( restricteren ) berlakunya asas praduga sah ( praesumtio iustae causa/vermoeden van rechtmatigheid ). Alasan kepentingan umum tidak diperlukan di dalam Pasal 67 ayat (4) huruf b oleh karena sejak semula Keputusan Tata Usaha Negara yang terkait dengan kepentingan umum bukan mejadi wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara. Instrumen hukum dalam penyelesaian permohonan penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara semestinya adalah putusan sela/putusan antara bukan penetapan karena dalam perkara Tata Usaha Negara terdapat sengketa antara Penggugat dan Tergugat. Penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak memiliki daya eksekusitorial lebih-lebih jika tergugat (pejabat TUN) tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela. Sehingga dapat dikatakan ketentuan Pasal 116 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak bisa diterapkan dalam eksekusi penundaan pelaksanaan keputusan TUN.