Rekonstruksi Norma Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia
Main Author: | Yasin, MohamadNur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160939/ |
Daftar Isi:
- Sengketa ekonomi syariah di Indonesia muncul seiring dengan perkembangan ekonomi syariah. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat dilakukan melalui non-litigation , musyawarah, mediasi perbankan, dan arbitrase. Penyelesaian juga bisa dilakukan melalui litigation di Peradilan Agama. Penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) memunculkan konflik norma kewenangan eksekusi putusan Basyarnas. Menurut Pasal 49 UU No 3 Th 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Th 1989 Tentang Peradilan Agama, penyelesaian sengketa ekonomi syariah dilakukan Peradilan Agama. Menurut Pasal 55 UU No 21 Th 2008 tentang Perbankan Syariah, penyelesaian sengketa ekonomi syariah oleh Peradilan Agama dan Peradilan Umum. Sedangkan menurut Pasal 59 serta Penjelasan Pasal 59 UU No 48 Th 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, eksekusi putusan Basyarnas sebagai bagian dari penyelesaian sengketa ekonomi syariah dilakukan Peradilan Umum. Konflik norma ini menunjukkan ada kelemahan filosofis, historis, politis, dan yuridis. Juga, menyebabkan tujuan hukum berupa keadilan, kepastian hukum, dan manfaat tidak berjalan optimal. Sehingga perlu dilakukan rekonstruksi norma eksekusi putusan Basyarnas dalam sengketa ekonomi syariah di Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas, ada tiga permasalahan penting. Pertama , mengapa Pasal 59 UU Nomor 48 Tahun 2009 digunakan sebagai acuan eksekusi putusan Basyarnas dalam sengketa ekonomi syariah di Indonesia, sedangkan Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Pasal 55 UU Nomor 21 Tahun 2008 dikesampingkan. Kedua , apakah norma eksekusi putusan Basyarnas telah sesuai dengan tujuan hukum. Ketiga , bagaimana asas-asas penyelesaian konflik norma eksekusi putusan Basyarnas dalam sengketa ekonomi syariah di Indonesia. Disertasi ini menggunakan lima teori. Pertama , teori maqashid al-syariah . Teori ini memayungi seluruh teori yang dipakai dalam disertasi ini. Kedua , teori politik hukum, untuk menganalis konsep filsafati, historis, politis, dan yuridis guna menjawab rumusan masalah pertama. Ketiga , teori tujuan hukum dan teori kewenangan, untuk menganalisis proses, substansi, dan relevansi norma eksekusi putusan Basyarnas dengan tujuan hukum serta menjawab rumusan masalah kedua. Keempat , teori perundang-undangan, untuk menganalisis asas hukum Islam dan hukum perdata yang diangkat menjadi asas penyelesaian konflik norma eksekusi putusan Basyarnas dan menjawab rumusan masalah ketiga. Analisis menggunakan bahan hukum primer, skunder, dan tersier. Proses analisis bahan hukum dimulai dari mengkaji norma eksekusi putusan arbitrase di Indonesia dan di luar negeri, prinsip hukum Islam dalam al-Quran, Hadis, fiqh, dan Ushul Fiqh dilanjutkan kajian perundangan-undangan untuk menggali asas dari semua konsep tersebut, kelebihan dan kekurangan setiap sistem hukum untuk ditemukan asas penyelesaian konflik norma eksekusi putusan Basyarnas. Menggunakan penalaran hukum yang logis dan sistemik, interpretasi hukum, metode bayani dan hermeneutika hukum. Sehingga, dapat dimaknai latar belakang, tujuan, dan konstruksi asas bagi norma eksekusi putusan Basyarnas. Menggunakan metode di atas, diperoleh beberapa temuan. Pertama , Penggunaan Pasal 59 UU No 48 Th 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan pengesampingan Pasal 49 UU No 3 Th 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Th 1989 Tentang Peradilan Agama serta Pasal 55 UU No 21 Th 2008 Tentang Perbankan Syariah sebagai acuan eksekusi putusan Basyarnas dilandasi argumentasi filsafati, historis, politis, dan yuridis. A rgumentasi filsafati , bahwa substansi Pasal 59 UU No 48 Th 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman tidak dijiwai oleh (a) nilai spiritual dalam semangat posmodernisme dan hukum Illahi, (b) prinsip-prinsip kemaslahatan, (c) ketundukan pada hukum, dan (d) semangat nation building Pancasila bidang hukum ekonomi syariah. Argumentasi historis, bahwa n orma eksekusi putusan Basyarnas disemangati oleh (a) inkonsistensi sejarah kompetensi absolut Peradilan Agama, (b) ketidakjelasan pemisahan kompetensi absolut antara Peradilan Agama dan Peradilan Umum, (c) ketidakselarasan terhadap prinsip independensi peradilan satu atap. Argumentasi politis, bahwa norma eksekusi putusan Basyarnas diwarnai oleh (a) dualisme penyelesaian sengketa ekonomi syariah, (b) intervensi pemerintah, (c) pemberlakuan teori resepsi, dan (d) pelestarian konflik norma. Argumentasi yuridis, bahwa pemberian kewenangan kepada Peradilan Agama dan Peradilan Umum menggambarkan pengakomodasian yang tidak komprehensif terhadap nilai agama dan budaya masyarakat. Sehingga tidak meyakinkan publik sebagai akibat choice of forum dan choice of law . Kedua , relevansi norma eksekusi putusan Basyarnas dengan tujuan hukum bersifat semu. Hal ini tampak pada tiga asas dalam tujuan hukum. Asas keadilan, bahwa proses perumusan norma relevan dengan keadilan moral, keadilan sosial, keadilan hukum, keadilan prosedural, keadilan substantif, keadilan distributif, dan keadilan komutatif. Tetapi, substansi norma hanya relevan dengan keadilan hukum dan keadilan komutatif. Asas kepastian hukum , bahwa norma eksekusi putusan Basyarnas tidak relevan dengan (a) kepastian aturan, karena terlalu mengedepankan positivisasi hukum rasional, (b) kepastian kelembagaan, karena benturan rezim hukum, (c) kepastian mekanisme, karena interdependensi antar peradilan selevel, (d) kepastian waktu dan prediksi, karena tersandera konflik norma. Asas manfaat , bahwa substansi norma eksekusi putusan Basyarnas tidak relevan dengan (a) kesenangan, karena memberi kesenangan pada satu pihak dan tidak pada yang lain, (b) Kebaikan, karena mengandung reduksi norma, dan (c) kebahagiaan, karena memunculkan kegamangan pengembangan hukum ekonomi syariah. Ketiga , ada dua asas penyelesaian konflik norma eksekusi putusan Basyarnas. Asas konsistensi. Asas ini berkonsekuensi pada (a) revisi Pasal 55 dan Penjelasan Pasal 55 UU No 21 Th 2008 Tentang Perbankan Syariah, (b) revisi Pasal 59 dan Penjelasan Pasal 59 UU No 48 Th 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan (c) pencabutan SEMA No 08 Th 2010 sekaligus pemberlakuan lagi SEMA No 08 Th 2008. Asas wajib menghindari otoriterianisme norma positif elitis. Inti dari asas ini adalah pengendalian nafsu berkuasa agar tidak terjadi otoriterianisme, hegemoni, dan tirani di dalam substansi norma eksekusi putusan Basyarnas oleh UU No 48 Th 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap UU No 3 Th 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Th 1989 Tentang Peradilan Agama dan UU No