Kebijakan Formulasi tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana di bidang Perlindungan Konsumen
Main Author: | Setiyono |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160919/ |
Daftar Isi:
- Penelitian tentang Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana di bidang Perlindungan Konsumen ini bertujuan menganalisis dan menemukan kebijakan formulasi tentang konsep hukum korporasi, kriteria korporasi melakukan tindak pidana dan sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis dan menemukan tentang sistem sanksi terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. Kerangka dasar teori yang menjadi dasar analisis dari penelitian ini adalah pertama, teori korporasi sebagai subyek hukum pidana, kedua, teori pertanggungjawaban pidana korporasi dan ketiga teori pemidanaan terhadap korporasi. Teori korporasi sebagai subyek hukum pidana digunakanan teori organ dan teori kenyataan yuridis. Kedua teori ini diperlukan untuk menjelaskan dan menganalisis konsep hukum korporasi dan kriteria korporasi melakukan tindak pidana. Adapun teori pertanggungjawaban pidana korporasi yang digunakan teori identifikasi dan teori delegasi. Kedua teori ini diperlukan untuk menjelaskan dan menganalisis pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. Sedangkan teori pemidanaan yang digunakan adalah teori integratif. Teori ini digunakan untuk menganalisis kebijakan formulasi tentang sistem sanksi terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. Penelitian tentang pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang perlindungan konsumen ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis komparatif. Adapun bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan formulasi, pertanggungjawaban pidana, korporasi, tindak pidana, dan perlindungan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan formulasi dalam UUPk belum mengatur konsep hukum korporasi dengan jelas sebagaimana ketentuan Undang-Undang di luar KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di negara lain. Demikian pula UUPK belum mengatur kriteria korporasi melakukan tindak pidana, pada hal kriteria ini menentukan luas sempitnya pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. Berbeda dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Malaysia, Philipina, Canada dan Finlandia yang telah menentukan kriteria korporasi melakukan tindak pidana. Sistem pertanggungjawaban pidana korporasi yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen di Malaysia dan Philipina dapat dipahami dari teori identifikasi. Perbuatan dan sikap batin senior officer dalam struktur perusahaan atau korporasi diidentifikasikan (dipersamakan) sebagai perbuatan dan sikap batin korporasi. Sedangkan sistem pertanggungjawaban pidana korporasi yang terdapat dalam ketentuan di Canada, Finlandia dan Afghanistan dapat dipahami dari teori delegasi, karena ketentuan tersebut memasukkan wakil atau perwakilan yang bukan senior officer atau organ dari suatu korporasi ke dalam pengertian orang-orang yang berbuat untuk dan atas nama korporasi. Oleh karena itu kebijakan formulasi tentang pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia yang akan datang adalah pertanggungjawaban pidana korporasi yang mendasarkan teori identifikasi dan teori delegasi. Di samping itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kebijakan formulasi dalam UUPK tidak membedakan ancaman pidana denda antara manusia alamiah yang melakukan tindak pidana dengan korporasi yang melakukan tindak pidana. Kebijakan yang demikian ini secara viktimologis kriminologis merupakan kebijakan yang tidak rasional dan menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat. Kebijakan seperti ini terjadi dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Philippina dan KUHP Afghanistan. Berbeda dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen Malaysia, Canada dan Finlandia yang membedakan ancaman pidana denda antara korporasi yang melakukan tindak pidana dengan manusia alamiah yang melakukan tindak pidana.