Pengadaan Tanah dan Sertifikasi Hak Atas Tanah untuk Transmigrasi

Main Author: Fitriyah, Farida
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160905/
Daftar Isi:
  • Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting yakni tempat berccocok tanam bagi petani, tempat untuk memakamkan manusia jika ia meninggal dunia, tempat untuk berproduksi agar menghasilkan barang dan jasa. Tanah juga merupakan aset yang memiliki nilai ekonomis dan aset hukum, jika tanah yang dikuasai pemerintah mendapat gangguan dari pihak lain harus mendapatkan perlindungan hukum. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan tentang ketransmigrasian, termasuk pengadaan tanah dan sertifikasinya. Tujuan penelitian disertasi ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis sinkronisasi/harmonisasi peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaanya tentang pengadaan tanah dan sertifikasi hak atas tanah untuk transmigrasi, baik yang masih berlaku maupun yang pernah berlaku dan sekarang sudah tidak berlaku lagi/dicabut. Penelitian ini menggunakan penelitian Hukum Normatif, dengan pendekatan perundang-undangan; pendekatan sejarah; dan pendekatan filsafat. Hasil Penelian : Ketentuan hukum pengadaan tanah untuk transmigrasi: kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berdasarkan Hak Menguasai Negara sebagaimana yang diatur dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Negara (Pemerintah) berwenang memberikan tanah pada siapapun Warga Negara Indonesia termasuk pada transmigran. Adapun kewenangan tersebut dilimpahkan pada Gubernur Kepala Daerah/Provinsi tujuan transmigrasi, berdasarkan Otonomi Daerah, dimana Gubernur berhak menunjuk, menentukan dan menyediakan tanah yang akan digunakan sebagai lokasi transmigrasi, baik yang berasal dari tanah negara maupun tanah hak adat/perorangan. Tanah Untuk Transmigrasi. Pelimpahan kewewenangan tersebut, berkaitan kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, diatur lebih rinci dalam Pasal 11 UU No.32 tahun 2004 jo UU No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Mekanisme pengadaan tanah untuk transmigrasi terhadap tanah negara, menurut prosedurnya jika tanah tersebut berupa hutan maka harus dilepaskan dari hak pengusahaan hutannya terlebih dahulu. Sedangkan mekanisme pengadaan tanah untuk transmigrasi yang berasal dari tanah hak adat/perorangan, menurut prosedurnya harus melalui pelepasan atau pembebasan hak atas tanah dari pemiliknya yang sah/yang menguasainya, dengan memberikan ganti rugi yang layak, atau konpensasi atau rekognisi. Kondisi riil di lapangan pengambilan tanah hak adat/perorangan dilakukan secara tidak sesuai prosedur yang seharusnya/bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sertifikasi hak atas tanah : bagi Transmigran Umum, asal mereka sabar dan tekun menggarap tanahnya sampai menghasilkan, selama lebih kurang 5-10 tahun mereka akan mendapatkan sertifikat cuma-cuma dari Menteri Dalam Negeri melalui Badan Pertanahan Nasional. Bagi Transmigran Swakarsa selain harus dengan sabar dan tekun menggarap tanahnya, juga harus mengurus dan mengeluarkan biaya sendiri untuk sertifikasi hak atas tanahnya agar mendapatkan sertifikatnya. Hambatan pada proses sertifikasi tanah terletak pada hambatan finansial dan terjadinya peralihan hak atas tanah melalui jual beli (di bawah tangan); pewarisan; hibah dan wakaf. Rekomendasi: Bagi Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, melalui Pemerintah Daerah Provinsi hendaknya segera mengadakan pengukuran kembali tanah-tanah transmigrasi yang bermasalah. Sehingga ada kepastian hukum atas pemilikan tanah sengketa, menjadi jelas. Bagi Pemerintah dan DPR, hendaknya secepat mungkin melakukan pembangunan dan pembaharuan hukum yang lebih tegas dan cerdas serta inspiratif, khususnya di bidang Ketransmigrasian termasuk mekanisme pengadaan tanahnya dan sertifikasi hak atas tanahnya. Bagi Pemerintah Daerah tujuan transmigrasi pada umumnya, dan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu pada khususnya. Sebaiknya membangun desa-desa transmigrasi yang masih tertinggal dengan mengalihkan pola usaha tani, dari pertanian tanaman pangan menuju pertanian tanaman keras yang berorientasi ekspor, terutama bagi desa-desa transmigrasi yang tidak memiliki irigasi tehnis. Bagi warga transmigran, hendaknya dapat memanfaatkan tanah yang telah diberikan padanya dengan menggarap tanah tersebut secara sungguh-sungguh sehingga dapat memetik hasilnya, dan tidak meninggalkan/mengalihkannya pada pihak lain. Dan bagi masyarakat adat/lokal (peladang berpindah), hendaknya bersabar menghadapi/pendatang (transmigran) karena mereka datang bukan karena kemauan sendiri tetapi karena program pemerintah, dan umumnya mereka dalam keadaan kekurangan. Sebagai sesama anak bangsa hendaknya dapat hidup berdampingan dengan rukun.