Harmonisasi Hukum Al-Bai' (Jual Beli) dan Contracts for the International Sale of Goods (CISG) di Bidang Kontrak Jual Beli Barang sebagai Upaya Positivisasi Hukum Islam di Indonesia
Main Author: | Syaugi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160904/ |
Daftar Isi:
- Upaya harmonisasi hukum merupakan topik yang banyak dibicarakan para sarjana hukum dan pelaku bisnis. Upaya harmonisasi hukum terhadap aturan-aturan substantif hukum perdagangan internasional dipandang cukup efisien untuk memungkinkan terhindarnya konflik di antara sistem-sistem hukum yang dianut oleh masing-masing negara. Tujuan utama harmonisasi hukum berupaya mencari keseragaman atau titik temu dari prinsip-prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem hukum yang ada (yang akan diharmonisasikan). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mempelajari dan menganalisis serta menemukan konsep harmonisasi hukum al-bai` (jual beli) dan CISG di bidang kontrak jual beli barang. Teori yang dipergunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah Teori Maslahah Yang Berkeadilan sebagai Grand Theory , dan didukung oleh teori akad dan perjanjian sebagai Middle Range Theory serta teori harmonisasi hukum sebagai Applied Theory . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan maslahah , pendekatan perundang-undangan, pendekatan filsafat hukum, pendekatan konseptual, pendekatan perbandingan hukum, pendekatan Hermeneutika hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-bai` tidak hanya sekedar obligatoir, tetapi juga sekaligus levering. Akad al-bai` tidak hanya cukup secara faktual, tetapi juga harus sah secara syar`i. Hukum kontrak syari`ah, termasuk akad al-bai` sangat ketat terhadap keabsahan suatu akad, khususnya yang berkaitan dengan objek akad. Larangan jual beli yang bendanya tidak ada dipahami dalam konteks objek tidak bisa dipastikan dapat diserahkan kepada pembeli. Objek akad terkait dengan tujuan akad. Suatu kontrak jual beli dinyatakan sempurna dan valid jika barang dan harga jual dilakukan pada saat terjadinya kontrak penjualan. Dalam kontrak jual beli, maka para pihak mempunyai kepemilikan penuh atas objek dan objek tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan pihak ketiga. CISG tidak hanya sekedar obligatoir , tetapi juga sekaligus levering . CISG dalam mengatur kontrak semata-mata dilihat dari asas konsensualisme, sehingga ketiadaan barang pada saat kontrak jual beli tidak mempengaruhi keabsahan kontrak. CISG tidak mengatur tentang hubungan hukum antara sahnya akad dengan implikasinya. Kontrak jual beli dalam CISG di samping memerlukan persetujuan kedua belah pihak, juga memerlukan tindakan nyata. Dalam hal kejelasan harga, maka CISG kelihatannya menerapkan standar ganda, di mana di satu sisi mensyaratkan adanya kesepakatan mengenai harga untuk sahnya suatu kontrak, namun di sisi lain terbentuknya suatu kontrak secara sah tanpa adanya suatu harga yang ditetapkan ( open price ). Barang yang diperjualbelikan harus bebas dari setiap hak dan tuntutan pihak ketiga, kecuali pembeli setuju untuk menerima barang dengan tunduk kepada hak dan tuntutan tersebut. Norma-norma hukum al-bai` jiika dikaitkan dengan hukum kontrak jual beli barang internasional, yaitu CISG, selain ditemukan persamaannya, ada juga perbedaanya. Persamaan dari kedua norma tersebut antara lain adanya pemindahan hak milik pada saat kontrak, adanya ketegasan jumlah dan harga pada saat kontrak, adanya hubungan kausalitas antara penawaran dan penerimaan, lebih mengutamakan tindakan nyata dalam penerimaan ( kabul ), penawaran dapat ditarik ( khiyar ruju` ), syarat tambahan dalam kontrak, dan adanya perlindungan hukum yang seimbang antara para pihak (penjual dan pembeli). Sedang perbedaannya antara lain tentang keabsahan kontrak khususnya yang terkait dengan kehalalan barang, akibat yang ditimbulkan dari penggunaan barang, keberadaan objek pada waktu akad, adanya ketentuan bunga, kontrak yang melibatkan pihak ketiga, dan bolehnya ketidaktegasan harga dalam kontrak. Perbedaan-perbedaan yang ada di dalam norma al-bai` dan norma CISG perlu diharmonisasikan agar tidak menimbulkan problem hukum ( syari` ) antara kedua norma tersebut. Adapun metode harmonisasi hukum yang dilakukan adalah melalui harmonisasi ketentuan substantif, yakni dengan menyeragamkan norma-norma substantif dari hukum kontrak yang terdapat dalam al-bai` dan CISG. Sejalan dengan adanya upaya pembaruan hukum kontrak, perlu juga mengakomodasi hukum kontrak syari‘ah dalam rangka memberi warna hukum perjanjian Indonesia, khususnya tentang jual beli dikaitkan dengan perdagangan internasional. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hukum kontrak syari‘ah untuk diakomodasi sebagai upaya positivisasi hukum Islam dalam rangka pembaruan hukum perjanjian Indonesia adalah: (1) al-bai` dalam hukum Islam tidak hanya menganut prinsip konsensual, tetapi juga prinsip riil; (2) kontrak syari‘ah menekankan aspek tujuan akad ( causa ) berkaitan dengan objek akad; (3) kontrak syari‘ah memberikan perlindungan yang berimbang kepada kedua belah pihak dalam akad jual beli; (4) kontrak syari‘ah sekalipun berangkat dari ajaran Islam, namum norma-norma hukum yang mengatur di dalamnya bersumber pada ajaran Islam yang berkaitan dengan muamalat, di mana secara prinsip aturan-aturannya bersifat terbuka, tidak seperti ajaran Islam di bidang ibadah yang aturan-aturannya tertutup, dapat mengakomodasi norma-norma baru sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari‘ah.