Mediasi Penal dalam Penyelesaian Tindak Pidana pada Konflik Horizontal di Kepuluan Kei melalui Mekanisme Sdov (Perundingan)

Main Author: Rada, Arifin
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160899/
Daftar Isi:
  • Negara Indonesia adalah negara hukum dan dalam kehidupan kemasyarakatan senantiasa diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam masyarakat hukum adat masih banyak mempertahankan kearifan lokal secara turun temurun untuk menyelesaikan berbagai perselisihan termasuk tindak pidana. Keberadaan hukum adat dan cara menyelesaikan berbagai perselisihan mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Di Indonesia hukum adat diakui pemberlakuannya oleh pemerintah, termasuk juga berlakunya hukum Islam walaupun hukum adat dan hukum Islam bukan produk pemerintah Indonesia. Secara konstitusional pasal 18 B Ayat (2) dan Pasal 281 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengakui hak masyarakat adat dengan syarat, sepanjang masih hidup; sepanjang sesuai dengan perkembangan masyarakat, zaman dan peradaban; dan sepanjang sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia; dan sepanjang diatur dalam undang-undang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman masyarakat, pemerintah dan aparatur penegak hukum di Kepulauan Kei terhadap penyelesaian tindak pidana melalui mekanisme sdov (perundingan) atas dasar hukum adat Larvul Ngabal (hukum adat yang mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat). Sebab berdasarkan Kitab undang-undang hukum pidana. Undang-Undang No.1 Tahun 1960 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 1 menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas ketentuan perundang-undangan yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu. Namun demikian, realitas menunjukan tindak pidana akibat konflik horizontal yang terjadi di Kepulauan Kei diselesaikan secara adat melalui mekanisme sdov (perundingan) yang dalam perkembangan saat ini dikenal dengan Mediasi penal. Mediasi penal merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang pada umumnya digunakan di lingkungan kasus-kasus perdata, tidak untuk kasus-kasus pidana. Bahkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini (hukum positif) pada prinsipnya kasus pidana tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan. Pada kenyataannya masyarakat tradisional di Indonesia masih menyelesaikan sengketa di antara mereka dengan cara musyawarah untuk mufakat tanpa membedakan jenis perkara. Mekanisme sdov (perundingan) sudah sejak lama dipertahankan oleh masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis-sosial kultural. Penelitian dilaksanakan pada Kabupaten Maluku Tenggara dan kota Tual yang terkena konflik horizontal di Kepulauan kei tahun 1999. Para responden yang memberikan data kepada penulis tentang konflik yang terjadi adalah para raja, tokoh masyarakat, akademisi, birokrasi, mahasiswa, masyarakat, Jurnalis, dan lain-lain. Hasil penelitian yaitu aparatur penegak hukum di Kepulaun Kei tidak dapat menyelesaikan konflik melalui hukum formal sehingga masyarakat menyelesaikan sendiri dengan mekanisme sdov (perundingan). Mengingat pertimbangan kepentingan umum, aparatur penegak hukum menempuh langkah kebijakan kepolisian untuk memfasilitasi tokoh masyarakat Kepulauan Kei menyelesaikan konflik horizontal secara adat sebagai bentuk upaya penegakan hukum di Kepulauan kei. Simpulan, penyelesaian konflik horizontal di Kepulauan Kei oleh masyarakat adat melalui mekanisme sdov dapat mengembalikan keadaan keamanan menjadi kondusif, para warga dapat hidup berdampingan dengan damai. Rekomendasi, perlu adanya peran serta pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan mekanisme sdov sebagai bentuk mekanisme penyelesaian konflik pada masyarakat Kepulauan Kei.