Kebijakan Formulasi terhadap Tindak Pidana Pencurian Benda-Benda Sakral dalam KUHP Indonesia

Main Author: Darma, IMadeWirya
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160893/
Daftar Isi:
  • Pencurian benda-benda sakral di Bali, dalam pandangan masyarakat adat, merupakan suatu delik adat, walaupun tindak pidana tersebut merupakan delik umum (karena telah diatur dalam KUHP). Adanya pandangan yang menganggap pencurian benda-benda sakral sebagai delik adat, konsekuensinya adalah dalam penyelesaian kasuspun memerlukan adanya suatu penjatuhan sanksi yang dalam hukum adat dikenal dengan sebutan `reaksi adat` atau `pemenuhan kewajiban adat`. Reaksi adat merupakan suatu tindakan yang diperlukan dalam rangkaian pengembalian keseimbangan masyarakat dalam kasus-kasus delik adat, terutama delik adat yang menurut masyarakat hukum adat merupakan suatu perbuatan yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan magis. Dilihat dari KUHP pencurian benda-benda suci (sakral), seperti pencurian pretima, tapakan ataupun benda-benda sarana upacara keagamaan lain, tidak lebih dari kejadian kriminal biasa, tetapi dalam pandangan masyarakat adat di Bali umumnya, pencurian benda-benda sakral merupakan suatu pelanggaran adat yang memerlukan suatu upaya pemulihan keadaan. Penyelesaian kasus-kasus pencurian benda sakral melalui mekanisme peradilan pidana masalah sanksi pemenuhan kewajiban adat bagi hakim sendiri akan terbentur pada ketentuan Pasal 10 KUHP, yang tidak menyebutkan pemenuhan kewajiban adat sebagai salah satu jenis pidana. Secara normatif, Pasal 5 ayat (3) sub b UU No.1 Drt/ 1951 memungkinkan hakim untuk menjatuhkan sanksi adat, namun dalam praktek hal tersebut sangat jarang dilakukan. Beranjak dari latar belakang fakta dan pemikiran awal yang telah dipaparkan sebagaimana tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Kebijakan Formulasi mengakomodasi norma pencurian benda-benda sakral dalam KUHP Nasional yang akan datang ? 2. Bagaimana Kebijakan Formulasi perumusan jenis sanksi tentang pencurian benda-benda sakral untuk merealisasi tuntutan masyarakat adat dalam implementasi KUHP Nasional mendatang ? Tujuan penelitian berhubungan dengan paradigma `science as product` dalam artian tertuju pada apa yang dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu : Untuk mendeskripsi serta melakukan analisis mendalam tentang permasalahan : Bagaimana perumusan norma pencurian benda-benda sakral sebagai unsur pemberatan tindak pidana pencurian serta untuk mendeskripsi serta melakukan analisis mendalam tentang: Jenis sanksi yang sesuai terhadap pencurian benda-benda sakral untuk merealisasi tuntutan masyarakat adat dalam implementasi KUHP Nasional mendatang. Penelitian `Kebijakan Formulasi terhadap Tindak Pidana Pencurian Benda-benda Sakral dalam KUHP Indonesia` ini merupakan penelitian hukum normatif, atau lingkup ilmu hukum dogmatik. Ilmu hukum dogmatik memiliki karakter `sui-generis`. Karakter `sui-generis` ini antara lain memiliki suatu sifat empiris-analitis, yang memberikan suatu pemaparan dan analisis tentang isi (struktur) dari hukum yang berlaku; ilmu hukum mensistematisasi gejala-gejala hukum yang dipaparkan dan dianalisis itu; bersifat hermeneutis (menginterprestasi) hukum yang berlaku; melakukan penilaian terhadap hukum yang berlaku; memberikan model teoritis terhadap praktek hukum. Kerangka dasar Teoritik meliputi, Teori Kebijakan, Teori Keadilan, Tipologi Hukum, Aliran-aliran dalam hukum Pidana, Teori tujuan pemidanaan serta teori tentang pembaharuan hukum pidana. Adapun kerangka konsep penelitian meliputi, Kebijakan Formulasi, Tindak Pidana Pencurian, Benda-benda Sakral dan Delik Adat. Kebijakan formulasi pencurian benda-benda sakral belum dirumuskan secara tersendiri dalam KUHP, sehingga ada kekosongan norma tentang tindak pidana pencurian benda-benda sakral. Pencurian benda sakral yang dalam pandangan masyarakat adat hukum di Bali merupakan delik adat, konsekuensinya adalah dituntut adanya pemenuhan kewajiban adat. Putusan hakim tentang pencurian benda sakral putusan didasarkan atas ketentuan hukum tertulis (KUHP), yaitu : Pasal 362 dan Pasal 363 ayat (1) ke 4 dan ke 5 KUHP. Dalam putusan-putusan pengadilan negeri tentang pencurian benda-benda sakral, hakim mendasarkan putusannya pada ketentuan KUHP, sebagai akibat kedua jenis tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana umum, sehingga bagi orang yang berpandangan formal legalistik putusan tersebut sangat tepat dan dapat dibenarkan. Permasalahannya, karena perbuatan pencurian benda-benda sakral tersebut di samping mengakibatkan kerugian materiil, juga kerugian immateriil, masih memerlukan bentuk pemidanaan di luar ketentuan Pasal 10 KUHP.