Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Main Author: | Parmono, Budi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160888/ |
Daftar Isi:
- Penelitian tentang penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia ini bertujuan untuk menemukan, membahas dan menganalisis kriteria bagian inti delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi menurut UUPTPK 1999 jo. UUPPTPK 2001, dan mengkaji dan menganalisis implikasi normatif kriteria tersebut dengan unsur sifat melawan hukum tindak pidana korupsi menurut UUPTPK 1999 jo. UUPPTPK 2001. Oleh karena itu, metode yang dipergunakan untuk meneliti penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia tersebut adalah metode penelitian yuridis-normatif dengan 4 (empat) pendekatan, yakni : pendekatan sejarah hukum, pendekatan hukum positif, pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan kasus hukum. Ada terdapat 3 (tiga) teori yang menjadi alat analisis dari penelitian tentang penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia tersebut, yaitu : teori wewenang, teori tindak pidana, dan teori sifat melawan hukum. Berdasar atas teori wewenang, penyalahgunaan wewenang merupakan tindakan yang dipengaruhi oleh motif-motif yang tersembunyi atau telah memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan yang tidak relevan atau telah tidak memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan yang relevan. Sementara itu menurut teori tindak pidana, setiap perumusan tindak pidana terdiri dari beberapa bagian inti delik yang di dalamnya mengandung kepentingan hukum. Akhirnya dalam teori sifat melawan hukum, salah satu dari 3 (tiga) model penerapan sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang positif, yaitu : model penerapan sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang positif yang bersumber dari penggunaan norma-norma semu atau istilah-istilah terbuka yang maknanya tidak jelas. Berdasar atas teori-teori tersebut, ada terdapat 2 (dua) konsep yang dibahas di sini, yaitu : konsep penyalahgunaan wewenang dan konsep tindak pidana korupsi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bagian inti delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia hanya mengandung kriteria `meskipun untuk kepentingan umum, tapi mengunakan wewenang untuk tujuan selain daripada tujuan wewenang tersebut diberikan oleh perundang-undangan atau peraturan lainnya` saja. Sementara itu, kriteria penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi negara telah berkembang sedemikian rupa sehingga meliputi juga (1) `kecermatan` dan (2) `kepatutan`. Berdasarkan doktrin otonomi hukum pidana yang dianut dalam yurisprudensi hukum pidana di Indonesia, bagian inti delik penyalahgunaan wewenang harus mengandung kriteria (1) meskipun untuk kepentingan umum, tapi mengunakan wewenang untuk tujuan selain daripada tujuan wewenang tersebut diberikan oleh perundang-undangan atau peraturan lainnya; (2) kecermatan dan (3) kepatutan. Berdasarkan perspektif yuridis, bagian inti delik penyalahgunaan wewenang tersebut sesuai dengan perkembangan kriterianya dalam hukum administrasi di Belanda, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis; berdasarkan perspektif filosofis, kriteria-kriteria tersebut sesuai dengan sila pertama Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum; dan berdasarkan perspektif teoretis, kriteria-kriteria tersebut juga sesuai dengan makna penyalahgunaan wewenang yang berdasarkan doktrin kedaulatan parlemen. Di samping itu, hasil penelitian menunjukan juga bahwa bagian inti delik penyalahgunaan wewenang merupakan variasi untuk unsur sifat melawan hukum. Oleh karena kriteria-kriteria yang dimuat dalamnya, maka penyalahgunaan wewenang termasuk sifat melawan hukum yang materil terutama dalam fungsinya yang positif. Berdasarkan perspektif yuridis, hal ini dimungkinkan menurut La Doctrine du Sens-Clair di Belgia, doktrin der eindeutiger wortlaut di Jerman, Pasal 10 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia; berdasarkan pespektif filosofis, sesuai dengan sila kedua Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum; dan berdasarkan perspektif teoretis, sifat melawan hukum yang materil dimungkinkan berlandaskan salah satu model penerapan sifat melawan hukum materil yang bersumber dari penggunaan norma semu atau istilah terbuka. Dengan demikian, bagian inti delik penyalahgunaan wewenang yang terdiri dari (1) kriteria meskipun untuk kepentingan umum, tapi mengunakan wewenang untuk tujuan selain daripada tujuan wewenang tersebut diberikan oleh perundang-undangan atau peraturan lainnya; (2) kriteria kecermatan dan (3) kriteria kepatutan, merupakan variasi dari sifat melawan hukum yang materil. Oleh karena itu, kriteria-kriteria tersebut hendaknya dicantumkan dalam penjelasan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi yang akan datang.