Formulasi Rumusan Tindak Pidana Penerima Hasil Korupsi dalam Perspektif Kebijakan Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Main Author: Herlambang
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160887/
Daftar Isi:
  • Bahaya laten Korupsi yang saat ini mewabah di Indonesia mengakibatkan kerusakan ekonomi, kemelaratan pada sebagian rakyat Indonesia, rusaknya interaksi dan struktur sosial masyarakat dan munculnya budaya materialism yang melanda Indonesia. Selain itu korupsi juga telah merusak truktur politik di Indonesia, Proses pemilihan anggota legislatif, eksekutif dan yudikatif dilakukan dengan korup. Hal ini mengakibatkan pimpinan yang ada menjadi tidak amanah dalam mengupayakan pembangunan dan pemberdayaan masayarakat. Kegagalan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ditunjukan dengan masih didudukannya Indonesia sebgai negara terkorupsi di Asia, oleh Lembaga Transparansi Internasional. Beberapa faktor yang dapat disebutkan sebagai penyebab kegagalan tersebut. Pertama, kebijakan pemberantas korupsi di Indonesia lebih menitikberatkan kepada strategi penindakan melalui sarana penal, sehingga jumlah perkara korupsi yang dapat ditangani jauh lebih sedikit dari jumlah potensi tindak pidana yang dilakukan. Sarana penal yang menggunakan Hukum Acara Pidana dan Undang undang No 31 Tahun 1999 yang diperbaiki dengan Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, belum secara sempurna dapat menindak pelaku tindak pidana korupsi yang modus operandinya semakin canggih. Peraturan perundangan yang saat ini berlaku di Indonesia berkenaan dengan upaya pemberantasan korupsi tidak secara menyeluruh dapat mencegah dan menindak pelaku dan orang-orang yang diuntungkan dengan prilaku korupsi tersebut. Terdapat kekosongan hukum berkenaan dengan hal tersebut. Penelitian disertasi ini dilakukan untuk menemukan dasar ilmiah bagi pelarangan, pertanggungjawaban dan sanksi bagi penerima hasil korupsi tersebut. Permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan pembahasan pada disertasi ini adalah: (1) Bagaimanakah formulasi bentuk norma dan perbuatan yang dapat dirumuskan sebagai tindak pidana penerima hasil korupsi ? (2) Bagaimanakah konsep pertanggungjawaban pidana penerima hasil korupsi ? (3) Bagaimanakah jenis sanksi yang sesuai bagi penerima hasil korupsi ? Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah; (1) Mengidentifikasi bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai penerima hasil korupsi, untuk selanjutnya menganalisis kemungkinan perumusan tindak pidana penerima manfaat hasil korupsi sebagai bagian dari tindak pidana korupsi. (2) Mengidentifikasi bentuk pertanggungjawaban yang tepat bagi penerima hasil korupsi, baik orang per-orang maupun korporasi, dengan jalan menganalisis perkembangan pertanggungjawaban yang dikenal secara teoritis dan berlaku secara universal, baik di negara-negara Common Law System, Civil Law System, Sosialis Law System dan perkembangan pengaturan pertanggungjawaban pidana dalam peraturan perundangan di Indonesia dan di dalam hukum adat. (3) Mengidentifikasikan karakteritik sanksi pidana yang sesuai bagi tindak pidana penerima hasil korupsi. Jawaban terhadap permasalahan tersebut didapatkan dengan metode penelitian hukum normatif. Penelitian normatif yang digunakan dimulai dengan mengumpulkan bahan hukum baik bahan hukum primer berupa norma hukum yang terkandung di dalam peraturan perundangan maupun putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder berupa norma hukum adat yang tertuang di dalam hasil penelitian, rancangan Undang undang mapun ketentuan dalam hukum asing. Bahan hukum tertier didapatkan dari pendapat para ahli ataupun naskah yang menjelaskan bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum dikumpulkan melalui penelusuran literatur hukum dan dianalisa dengan mengunakan penafsiran hukum serta analisa konten. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerima hasil korupsi memiliki dasar untuk dilarang baik secara filosofis, teoritis maupun secara yuridis. Adapun formulasi bentuk norma dan perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana penerima hasil korupsi, antara lain adalah; Setiap orang (manusia alamiah dan atau korporasi), baik sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan perbuatan menerima manfaat dan atau mendapatkan keuntungan dari sesuatu yang diberikan atau dikirimkan kepadanya yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil Tindak Pidana Korupsi, dengan cara; (1) memberi bantuan setelah suatu tindak pidana korupsi dilakukan dengan tujuan untuk menerima manfaat dan atau menikmati hasil korupsi. (2) menerima atau setuju untuk menerima hasil tindak pidana korupsi, untuk dirinya sendiri, orang lain atau keluarganya secara sukarela atau untuk mendapatkan upah atau dengan membeli untuk dipakai atau memperjualbelikan atau diserahkan kepada pihak lain dengan tujuan untuk menerima manfaat dan atau menikmati hasil korupsi tersebut. (3) menerima atau menguasai: (penempatan; pentransferan; pembayaran); hibah; sumbangan; penitipan; atau penukaran. harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, dengan tujuan untuk menerima manfaat dan atau menikmati hasil korupsi tersebut. (4) Membeli, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus di duga bahwa diperoleh dari tindak pidana korupsi, atau menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari tindak pidana korupsi. dengan tujuan untuk menerima manfaat dan atau menikmati hasil korupsi tersebut. (5) Menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi, dengan tujuan untuk menerima manfaat dan atau menikmati hasil korupsi tersebut.