Pemberlakuan Asas Retroaktif pada Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat dalam Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia

Main Author: Sasmito, Joko
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160885/
Daftar Isi:
  • Penulisan disertasi yang berjudul `Pemberlakuan Asas Retroaktif Pada Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat Dalam Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia` ini, diawali dengan latar belakang pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum dan salah satu ciri/identitas dari negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan HAM terhadap warga negaranya. Secara yuridis formal, HAM telah mendapat pengakuan, tetapi dalam tataran praktek HAM belum mendapat perlakuan sebagaimana mestinya. Banyak perkara pelanggaran HAM berat di masa lalu yang mengakibatkan banyak korban meninggal dunia, belum dapat diungkap melalui proses peradilan. Adapun yang menjadikan kendala adalah adanya asas legalitas sebagai asas fundamental dalam hukum pidana dan belum adanya hukum formil maupun materiil yang mengatur mengenai tindak pidana pelanggaran HAM berat serta adanya kesulitan untuk memberlakukan KUHP pada tindak pidana pelanggaran HAM berat. Berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan HAM menyatakan bahwa `Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. Sedangkan dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan HAM menentukan bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul DPR-RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden. Berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (1) tersebut berarti Undang-Undang Pengadilan HAM menganut asas berlaku surut (retroaktif). Selanjutnya pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc tersebut didasarkan atas usul dari DPR-RI. Berdasarkan latar belakang tersebut timbul permasalahan antara lain apakah prisip-prinsip dasar pemberlakuan asas retroaktif dalam penyelesaian tindak pidana pelanggaran HAM berat dan bagaimana mekanisme ketentuan pemberlakuan asas retroaktif serta bagaimanakah pemberlakuan asas retroaktif dilihat dari konteks penegakan hukum terhadap tindak pidana pelanggaran HAM berat dalam negara hukum di Indonesia. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian disertasi ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa serta menemukan prinsip-prinsip dasar yang digunakan sebagai landasan kebenaran dalam pemberlakuan asas retroaktif dan untuk menemukan landasan hukum atau teori hukum yang digunakan sebagai dasar kebenaran mengenai mekanisme ketentuan pemberlakuan asas retroaktif serta untuk menganalisa pemberlakukan asas retroaktif dilihat dari konteks penegakan hukum dalam negara hukum di Indonesia. Dari penelitian disertasi ini dapat dihasilkan suatu temuan bahwa pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif dalam Undang-Undang Pengadilan HAM untuk menyelesaikan tindak pidana penggaran HAM berat di masa lalu, dilihat dari segi latar belakang pemikiran, tujuan serta prinsip-prinsip dasar secara yuridis formal telah mempunyai dasar hukum yang diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Tentang Pengadilan HAM. Namun dalam pelaksanaanya ditinjau dari kajian akademik/teori hukum terjadi konflik norma yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional, hukum internasional dan hukum Agama Islam serta Pernyataan Kairo mengenai HAM Islam. Penulisan disertasi dengan menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan komparatif serta pendekatan filsafati tersebut, maka akan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Pemberlakukan asas retroaktif pada tindak pidana pelanggaran HAM berat dalam Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM terjadi konflik norma, yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional maupun hukum Internasional dan hukum agama Islam serta Pernyataan Kairo mengenai HAM Islam. (2) Mekanisme pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran HAM berat di masa lalu yang melibatkan anggota DPR RI, dipandang tidak lazim, tidak sesuai dengan teori hukum pidana, sistem peradilan pidana dan menyimpangi teori pemisahan kekuasaan ( trias politica ) serta tidak sesuai dengan kewenangan dalam kekuasaan kehakiman. (3) Pemberlakuan asas retroaktif dilihat dari konteks penegakan hukum terhadap tindak pidana pelanggaran HAM berat dalam negara hukum di Indonesia mempunyai makna yang penting dan strategis. Namun pemberlakukan asas retroaktif dalam Undang-Undang Pengadilan HAM terjadi konflik norma yaitu bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945. Hal tersebut tidak sesuai dengan Teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky serta TAP MPRS Nomor : XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1966 Jo TAP MPR-RI Nomor : III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan tanggal 18 Agustus 2000, maupun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, saran/rekomendasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : (1) Kepada lembaga pembentuk Undang-Undang (DPR- RI bersama Presiden) : (a) Melakukan perubahan terhadap Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang memberlakukan asas retroaktif. (b) Melakukan perubahan terhadap Pasal 43 ayat (1) dan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor : 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM yang memberlakukan asas retroaktif. (c) Penyelesaian tindak pidana pelanggaran HAM berat