Kedudukan Hukum Komisi Pemilihan Umum Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah
Main Author: | Muhtar, Ali |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160846/ |
Daftar Isi:
- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Secara Langsung Oleh Rakyat Mulai Dilaksakan Sejak Juni 2005, Setelah Efektif Berlakunya Uu No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya Pergantian Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) Dipilih Melalui Proses Pemilihan Di Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Dprd). Di Era Reformasi Ini Pilkada Melalui Perwakilan Dinilai Kurang Aspiratif Karena Apa Yang Diputuskan Oleh Wakil Rakyat Di Legislatif, Tidak Sesuai Dengan Yang Diharapkan Oleh Rakyat. Untuk Mengakomodir Kepentingan Yang Diinginkan Rakyat, Guna Mempunyai Pemimpin Yang Memahami Kondisi Daerahnya,Berpihak Pada Kepentingan Rakyat Kecil, Serta Amanah Dalam Menjalankan Tugas, Maka Ditempuhlah Jalan Pilkada Langsung. Proses Demokrasi Itu Sendiri Tidak Lagi Dilaksanakan Oleh Dprd, Tetapi Diselenggarakan Oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (Kpud), Yang Diberi Kewenangan Khusus Oleh Undang-Undang, Yang Terpisah Dari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (Kpu-Ri), Sebagai Penyelenggara Pemilihan Umum Yang Bersifat Nasional, Tetap, Dan Mandiri, Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 22e Ayat (5) Uud 1945. Walau Kedudukan Hukum Kpud Sebagai Organ Bersifat Hierarkis Dibawah Kpu-Ri Dalam Hal Penyelenggaraan Pemilu (Anggota Dpr,Dpd,Dprd, Presiden Dan Wakil Presiden), Tetapi Dalam Penyelenggaraan Pilkada Hubungan Tersebut Terputus, Mengingat Pilkada Dikategorikan Sebagai Rezim Hukum Pemerintahan Daerah. Namun Sejak Berlakunya Uu No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada Tersebut Oleh Pembentuk Undang-Undang (Dpr Dan Presiden) Dikategorikan Sebagai Rezim Hukum Pemilu, Maka Istilah Pilkada Berubah Menjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Hal Ini Didasari Oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (Mk) Nomor 072-073/Puu-Ii/2004. Sejak Itu Pula Pemilukada Sama Dengan Pemilu Lainnya, Sehingga Kpu Terlibat Kembali Walau Secara Empiris Tetap Diselenggarakan Kpud. Bukti Kalau Pemilukada Sudah Satu Rezim Hukum Pemilu, Apabila Ada Perselisihan Hasil Pemilukada, Penyelesaiannya Tidak Lagi Di Mahkamah Agung (Ma) Tetapi Dialihkan Ke Mk, Berdasarkan Pasal 236c Uu No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dari Uraian Tersebut Menimbulkan Problematika Antara Lain, Problematika Filsafati,Yaitu Terjadinya Ketidak Pastian Hukum Dan Tanggungjawab Dalam Penyelenggaraan Pemilukada Antara Berada Dalam Tanggungjawab Kpu, Atau Berada Pada Kpud. Ketidakpastian Hukum Dan Tanggungjawab Itu Terjadi Setelah Lahirnya Uu No.15 Tahun 2011, Dimana Kp Ud Diberi Kewenangan Atribusi Dalam Penyelenggaraan Pemilukada. Sedang Problematika Teoritis, Yaitu Adanya Gesekan (Pertentangan) Antara Teori Organ Dengan Teori Kewenangan Dan Tangungjawab. Secara Teoritis Kpud Sebagai Organ Yang Berada Dibawah Kpu (Teori Organ) Sudah Sewajarnya Bertangungjawab Atas Segala Kegiatanya Yang Berhubungan Dengan Penyelenggaraan Pemilukada Kepada Kpu. Bila Berdasarkan Teori Kewenangan (Authority), Yang Dimaksud Dengan Kewenangan Atau Wewenang Adalah Kekuasaan Yang Sah, Dan Kekuasaan Adalah Kemampuan Mempengaruhi Orang Atau Pihak Lain Untuk Mengikuti Atau Tidak Mengikuti Keinginan Atau Perintahnya. Secara Teoritis, Kpu-Lah Yang Berwenang Secara Penuh Terhadap Tahapan Penyelenggaraan Pemilukada, Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 1 Ayat (5) Uu No. 15 Tahun 2011. Adapun Problematika Yuridis, Adanya Disharmoni Dalam Norma Pengaturan Penyelenggaraan Pemilukada Sebagaimana Diatur Pasal 57 Ayat (1) Uu No. 32 Tahun 2004 Dengan Pasal 1 Ayat (5) Uu No. 15 Tahun 2011. Kemudian Juga Adanya Problematikaa Sosiologis Yakni, Adanya Beban Cukup Berat Bagi Kpud Ketika Mengambilalih Wewenang Kpu Dalam Penyelenggaraan Pemilukada, Dimana Kpud Menjalankan Perintah Uu Berhadapan Langsung Dengan Pasangan Calon Dan Para Pendukungnya. Adanya Problematika Itu Dirumuskan Menjadi Dua Permasalahan Yaitu: 1. Apa Sebenarnya Kedudukan Hukum Kpud Dalam Penyelenggaraan Pemilukada; 2. Bagaimana Hubungan Hukum Kpu Dan Kpud Dalam Penyelenggaraan Pemilukada. Sedang Landasan Teori Yang Digunakan Dalam Analisis Permasalahan Tersebut Adalah Teori Negara Hukum Dan Demokrasi, Teori Organ, Teori Kewenangan Dan Pertanggungjawaban. Hasil Penelitian: Pertama, Dengan Menggunakan Teori Negara Hukum Dan Demokrasi, Agar Pemilukada Tidak Kehilang Ruh Demokrasi, Penyelenggaranya Harus Sesuai Dengan Amanat Konstitusi Pasal 22e Ayat (5) Uud 1945. Asas Pemilukada Menjamin Bahwa Hasilnya Adalah Merupakan Representasi Kehendak Rakyat, Sebagaimana Diatur Pasal 1 Ayat (2) Uud 1945 `Kedaulatan Berada Di Tangan Rakyat Dan Dilaksanakan Menurut Undang-Undang Dasar`. Kedua, Berdasarkan Teori Organ, Kpud Sebagai Organ Di Bawah Kpu Yang Diatur Dalam Pasal 5 Ayat (1) Uu No. 15 Tahun 2011, Dalam Penyelenggaraan Pemilukada Bertanggungjawab Pada Kpu, Bukan Malah Diberi Kewenangan Atribusi. Sedang Ketiga, Berdasarkan Teori Kewenangan (Authority), Kewenangan Atau Wewenang Adalah Kekuasaan Yang Sah Dan Kekuasaan Adalah Kemampuan Mempengaruhi Orang Atau Pihak Lain Untuk Mengikuti Keinginan Atau Perintahnya. Secara Teoritis, Kpulah Yang Berwenang Secara Penuh Terhadap Tahapan Penyelenggaraan Pemilukada, Sebagaimana Diatur Dalam Uu No. 15 Tahun 2011. Demikian Pula Halnya Berdasarkan Tangungjawabnya Sebagai Konsekwensi Logis Dari Kewenangan Dalam Penyelenggaraan Pemilukada, Kpu Bersama Kpud Bertangungjawab Atas Keputusan Yang Menetapakan Dan Mengumumkan Serta Mengesahkan Hasil Pemilukada. Pada Akhirnya Dapat Disimpulkan : (1) Kedudukan Komisi Pemilihan Umum Daerah (Kpud) Dalam Struktur Organisasi Yang Bersifat Hierarkis Di Bawah Kpu, Tetapi Memiliki Kewenangan Dan Tanggungjawab Dalam Penyelenggaraan Pemilukada Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 57 Ayat (1) Uu No. 32 Tahun 2004, Walaupun Terjadi Disharmoni Dengan Pasal 1 Ayat (5) Uu No. 15 Tahun 2011. Selanjutnya (2). Hubungan Hukum Komisi Pemilihan Umum (Kpu) Dan Kpud Adalah Organ Yang Tidak Terpisahkan, Dimana Kpud Adalah Bagian Dari Kpu Yang Bersifat Nasional, Tetap Dan Mandiri. Tetapi Karena Dalam Penyelenggaraan Pemilukada Kpud Memperoleh Kewenangan Atribusi, Maka Berwenang Menetapkan Dan Mengumumkan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada, Serta Menerbitkan Keputusan Untuk Mengesahkan Hasil Pemilukada. Berdasarkan Kesimpulan Tersebut Diatas, Direkomendasikan : Pertama, Diperlukan Melakukan Perubahan Atas Uu No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Agar Menjadi Harmoni Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Khususnya Ketentuan Yang Mengatur Tentang Penyelenggaraan Pemilukada. Kedua, Pembentuk Undang-Undang (Dpr Dan Presiden) Segera Mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tentang Pemilukada Yang Terpisah Dari Uu No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.Ketiga, Diperlukan Melakukan Perubahan Dengan Menambah Ketentuan Dalam Pasal 74 Uu No. 24 Tahun 2003 Yang Mengatur Perselisihan Hasil Pemilukada. Mengingat Materi Pmk Pmk No. 14, 15, Dan 16 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Seharusnya Menjadi Muatan Hukum Acara Yang Diatur Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.