Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Main Author: | Hufron |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160836/ |
Daftar Isi:
- Judul Disertasi tersebut diangkat , karena dilatarbelakangi adanya tiga problem utama, yaitu problem filosofis, problem teoritis dan problem yuridis. Adapun problem filosofis antara lain meliputi : (1) Persidangan MK dalam memeriksa, mengadili dan memutus Pendapat DPR, dalam Perubahan UUD 1945 bertentangan dengan asas peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial) serta asas `audi et alteram partem`. (2) Proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak berlangsung secara `obyektif` dan `fairplay` (jujur dan adil), jika DPR sebagai pihak pengusul , merangkap sebagai anggota MPR yang memutus pemberhentian, dan (3) Jika Presiden dan Wapres lowong secara bersamaan, dikembalikan kepada MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Baru bertentang dengan prinsip partisipasi publik, akseptabilitas dan kapabilitas bagi Presiden dan Wapres terpilih.Sedangkan, problem teoritis yaitu , diberikan wewenang kepada MPR untuk memilih Presiden dan Wapres baru, jika keduanya lowong secara bersamaan, menunjukkan tidak adanya konsistensi dalam penerapan Teori Sistem Pemerintahan Presidensial.Terakhir, terdapat problem yuridis antara lain yaitu : (1) Adanya Kekaburan Norma (vage norm) , Pasal 7A UUD 1945, tentang pengertian `Perbuatan Tercela `. (2) Adanya Kekosongan Konstitutional (constitutionale vacuum),(3) Adanya disharmonisasi norma hukum antara Pasal 7A dengan 7B ayat (1), (2), (3) UUD 1945 dalam membedakan alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wapres, pelanggaran hukum dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal 7A menggunakan kata penghubung `maupun`, Pasal 7B ayat (2) menggunakan kata penghubung `ataupun`, sedangkan Pasal 7B ayat (1) dan Pasal 7B ayat (5) memakai kata penghubung ` dan/atau`, padahal arti atau makna ketiga istilah tersebut berbeda satu sama lain . Dari latarbelakang masalah di atas, diangkat tiga isu hukum yaitu : (1) alasan Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan pada Perubahan UUD 1945 (2) prosedur pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan pada Perubahan UUD 1945 (3) pengaturan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden akibat proses pemberhentian secara bersamaan dalam masa jabatan pada Perubahan UUD 1945. Metode Penelitian dalam disertasi ini diawali dengan uraian tentang jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif. Sedangkan pendekatan masalah yang dipergunakan meliputi : (1) Pendekatan filosofis, (2) Pendekatan konseptual, (3) Pendekatan perundang-undangan, (4) Pendekatan sejarah, (5) Pendekatan kasus,(6) Pendekatan perbandingan. Adapun Sumber Bahan Hukum yang dipergunakan adalah sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Melalui studi pustaka atau studi dokumen. Setelah bahan hukum dikumpulkan, dilakukan Analisa dengan menggunakan model Deskriptif Analitis. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan : (1) Alasan Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan pada Perubahan UUD 1945, terutama alasan melakukan `perbuatan tercela` bertentangan dengan dengan prinsip negara hukum demokratis yang bertumpu pada asas legalitas dan kepastian hukum (legal certainty and legality principles). Karena perumusan norma `perbuatan tercela` dalam UUD 1945 bersifat umum, abstrak dan kabur, sehingga secara akademik dimungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam (multitafsir). (2) Prosedur pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan pada Perubahan UUD 1945 secara normatif menutup kemungkinan Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk diberhentikan dalam masa jabatan. Karena bentuk hukum putusan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan melalui Ketetapan MPR sebagaimana ditentukan oleh Pasal 38 Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD kontradiksi dengan Pasal 7 Undang Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (3) Pengaturan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden akibat proses pemberhentian secara bersamaan dalam masa jabatan pada Perubahan UUD 1945 bertentangan dengan teori sistem pemerintahan presidensial yang bercirikan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Dari hasil kesimpulan, diajukan saran sebagai berikut: (1) Alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden berupa melakukan `perbuatan tercela` perlu dihapus pada saat dilakukan amandemen UUD 1945. (2) Perlu dilakukan revisi Undang Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama terkait dengan pengertian Ketetapan MPR. (3) Perlu dilakukan redesain konstitusional terhadap proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, dengan menjadikan DPR RI atau DPD RI sebagai pihak pengusul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden (inisiator), Forum MPR sebagai pihak yang melakukan tuntutan atau pendakwaan (to impeach) kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden, diakhiri dengan persidangan MK, yang putusannya bersifat final dan mengikat (trial of impeachment), dengan putusan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan atau tetap melanjutkan jabatan presiden dan/atau wakil presiden sampai akhir masa jabatannya. (4) Pengisian atau pergantian jabatan Presiden dan Wakil presiden apabila keduanya diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatan oleh MPR adalah diselenggarakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.