Kedudukan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum di Indonesia

Main Author: Muslih, Akhmad
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160835/
Daftar Isi:
  • Disertasi ini meneliti kedudukan Instruksi Presiden Nomor I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam sebagai sumber hukum dalam sistem hukum di Indonesia. Pada tataran akademik, penelitian ini bertujuan untuk memperdalam dan mengembangkan ilmu perundang-undangan yang berkaitan dengan teori kewenangan dan teori kebijakan dalam membuat keputusan yang berbentuk Peraturan Kebijakan, salah satu bentuk formalnya adalah Instruksi Presiden. Secara umum penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan ilmu hukum. Sedang pada tataran praktik sebagai politik hukum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan dalam menata hukum negara yang berlaku, dengan merekonstruksi nomenklatur yang berlaku di dalam sistem hukum di Indonesia. Mendasarkan pada penelitian hukum normatif melalui penelusuran bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan pendekatan perundang-undangan ( Statute Approach ), pendekatan sejarah ( Historical Approach ), dan pendekatan perbandingan ( Comparative Approach ), penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, kebijakan Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai sumber hukum dalam sistem hukum di Indonesia, pada hakekatnya kewenangan mengeluarkan Instruksi Presiden, bertumpu pada kekuasaan dalam mengambil kebijakan khususnya kebijakan bidang hukum. Kebijakan Presiden mengeluarkan Instruksi dapat ditelusuri melalui teori kewenangan atribusi yang bersumber pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni Pasal 4 ayat (1). Kedaulatan Pemerintah Indonesia diatur di dalam Konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mendudukkan Presiden memiliki kekuasaan sangat dominan seperti hak prerogatif. Prinsip yang dipegang oleh pendiri Negara Indonesia adalah bentuk Republik, meninggalkan ide-ide kerajaan. Sistem kedaulatan, yang masih diperhitungkan adalah teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Prinsip kedaulatan hukum diwujudkan dalam gagasan ` rechtsstaat ` atau ` the rule of law ` dan prinsip supremasi hukum. Prinsip kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Ketuhanan, terkandung dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pada alenia empat. Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang melekat pada suatu jabatan, kewenangan delegasi adalah pemindahan suatu kewenangan yang ada. Kebijakan Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 untuk memenuhi kebutuhan hukum Islam, karena masih terjadi adanya kekosongan hukum terapan bagi Peradilan Agama sebagaimana tuntutan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kemudian diubah menjadi dengan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 diubah menjadi Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 50 ayat (1) yang mengharuskan setiap putusan hakim mencantumkan dasar pertimbangan yang cukup ( motivating plicht ) terhadap setiap perkara yang diputuskan oleh hakim. Dengan demikian maka dapat ditemukan fakta bahwa yang menjadi latar belakang keluarnya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 adalah karena masih terjadi adanya `kekosongan` hukum Islam. Kedua, Kedudukan Instruksi Presiden dapat telusuri dengan menggunakan teori hierarki ( stufenbautheory ) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang dilanjutkan oleh Hans Nawiasky, inti stufenbautheory adalah bahwa setiap norma mendasarkan validitasnya dari norma yang lebih tinggi. Sehingga norma itu berjenjang yang berawal dari Grundnorm (Norma dasar) ke norm . Teori Stufenbautheory Hans Kelsen bersifat umum berlaku untuk semua jenjang norma. Selain dengan teori hierarki, kedudukan Instruksi Presiden dapat diruntut melalui asas freies ermessen yakni Peraturan Kebijakan atau Quasi Peraturan ( Beleidsregels, Administratieve regelingen, Administratieve rules, Policy Rules atau Administratieve Quasi Legislation ). Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat ditemukan kedudukan Instruksi Presiden, bahwa Instruksi Presiden merupakan bagian dari Peraturan Kebijakan, yakni kebijakan yang diambil oleh Pejabat Administrasi Negara dalam praktik ketatanegaraan untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan dalam mencapai tujuan negara modern seperti welfare state . Peraturan Kebijakan dikeluarkan berdasarkan asas kebebasan bertindak ( freies ermessen ) yang dimiliki oleh pejabat tata usaha negara. Ketiga, signifikansi Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam menunjukkan adanya isyarat yang mengarah terwujudnya kepastian hukum, Instruksi tersebut mengukuhkan norma agama yang masih bersifat filosofis non-statutair menjadi norma agama yang bentuknya ditulis. Kepastian hukum ditandai dengan adanya hukum dalam bentuk tulisan, putusan hakim, fakta realistis bahwa suatu norma ditaati oleh masyarakat, baik dilakukan secara sukarela ataupun dipaksakan oleh lembaga negara. Pembentukan hukum dalam tradisi hukum Eropa Kontinental ( Civil Law ) dilakukan oleh lembaga pembentuk undang-undang dan oleh ahli hukum. Sedangkan tradisi hukum Common Law , pembentukan hukum dilakukan oleh hakim yakni putusan hakim dalam mengakhiri proses peradilan. Prinsip-prinsip tersebut untuk menciptakan keadilan, ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Hal ini tidak berbeda dengan kedudukan dan keberadaan Kompilasi Hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia. Keempat, secara futuristik hasil penelitian ini menawarkan rekonstruksi dan reposisi nomenklatur yang berlaku di Indonesia. Seharusnya norma agamaagama ada dalam susunan hierarki tata susunan peraturan hukum negara sebagai satu sistem hukum nasional Indonesia yang filosofinya berdasarkan pada Pancasila. Penataan (rekonstruksi dan reposisi) hukum negara yang berlaku di Indonesia harus berdasarkan Pancasila (sebagai Grundnorm ) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rekonstruksi dan reposisi membantu masyarakat agar lebih mudah dalam memahami hukum yang berlaku dalam negara, dan mudah memahami hukum negara, peraturan perundangundangan,