Politik Hukum Keterwakilan Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Tinjauan Berdasarkan Prinsip Keadilan, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi)

Main Author: Cahyowati, RR
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160833/
Daftar Isi:
  • Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Alenia Keempat dinyatakan bahwa, dibentuknya Negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia , dan seluruh tumpah darah Indonesia. Melindungi segenap bangsa Indonesia berarti baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi bangsa Indonesia harus mendapatkan perlindungan dari negara. Melindungi juga berarti memberikan kesempatan yang sama adilnya bagi laki-laki dan perempuan. Indonesia sebagai negara demokrasi, harus melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan kebijakan negara yang dicerminkan dengan keterwakilan mereka di lembaga legislatif. Keterwakilan itu haruslah mencerminkan keterwakilan yang adil dari komposisi penduduk yang ada dalam suatu negara, karena salah satu prasyarat tercapainya pelaksanaan demokrasi adalah terpenuhinya hak rakyat, baik laki-laki maupun perempuan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Makna demokrasi dianggap menjadi tidak demokratis ketika ada sekelompok masyarakat atau golongan tersingkir dan tidak terwakili dalam lembaga perwakilan hasil pemilu. Ada masalah krusial mengenai prinsip keadilan yang menjadi esensi demokrasi yakni ketika ada kelompok tertentu tersingkir dari proses politik, sehingga makna demokrasi dapat dipertanyakan. Jumlah peduduk perempuan hampir setengah dari penduduk Indonesia, merupakan potensi yang sangat besar untuk menunjang pembangunan di Indonesia. Namun dalam kenyataannya, perempuan masih jauh tertinggal dengan laki-laki, di segala bidang kehidupan. Permasalahan disertasi ini adalah politik hukum pengaturan keterwakilan perempuan di DPR RI, keterwakilan perempuan di DPR RI ditinjau dari prinsip keadilan, HAM, dan demokrasi, dan pengaturan keterwakilan perempuan di DPR RI berdasarkan prinsip keadilan, HAM, dan demokrasi. Disertasi dikaji dengan menggunakan penelitian hukum normatif , dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, filsafat, historis, dan pendekatan perbandingan dengan Negara Argentina, untuk membandingkan pengalaman dalam upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Teori yang digunakan yaitu social engineering diimbangi dengan pemberdayaan masyarakat, prinsip keadilan John Rawls, prinsip HAM, dan, prinsip demokrasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, Politik hukum pengaturan keterwakilan perempuan di DPR RI, yaitu dicantumkannya tindakan khusus sementara/ affimative action , dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, dalam rangka pembaharuan hukum untuk memberikan peluang yang lebih besar kepada perempuan untuk duduk di lembaga legislatif. Untuk mempercepat terjadinya pembaharuan hukum, masyarakat perlu diberdayakan dengan pendekatan desentralisasi, bottom up , variasi lokal, proses belajar, keberlanjutan, dan social inclusion . Pengaturan keterwakilan perempuan di DPR RI, ditinjau dari prinsip keadilan, HAM,dan demokrasi, belum seperti yang diharapkan, karena perumusan norma tindakan khusus sementara/ affirmative action baru bersifat retorika belaka, karena tidak di dukung dengan sanksi yang tegas bagi parpol yang tidak dapat memenuhi ketentuan dalam UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dan UU No.10 Tahun 208 tentang Pemilu. Pengaturan keterwakilan perempuan di DR RI, berdasarkan prinsip keadilan, HAM,dan demokrasi, yaitu dengan merumuskan kembali tindakan khusus sementara/ affirmative action dalam Undang-undang Partai Politik, dan Undang-undang Pemilu Wajib memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 40%, dengan pertimbangan semakin banyak perempuan yang direkrut oleh parpol maka peluang perermpuan lebih besar untuk masuk di lembaga legislatif. Dalam penempatan daftar calon menggunakan zipper system tidak bolong-menyusun caleg secara silang menyilang antara laki-laki dan perempuan, secara bergantian,dan adanya sanksi administratif bagi parpol yang tidak memenuhi kuota sekurang-kurangnya 40% perempuan dalam daftar bakal calon legislatif, sehingga parpol tidak berhak mengikuti pemilu. Rekomendasi. Tindakan khusus sementara/ affirmatif action perlu diakomodasi dalam AD/ART parpol, sebagai bentuk tanggungjawab parpol untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di bidang politik. Parpol bertanggungjawab memberikan pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas, menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat, melakukan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatian kesetaraan dan keadilan gender. Sistem Pemilu Prefresial dapat digunakan sebagai pilihan pada Pemilu Tahun 2024, karena dapat menjamin peningkatan keterwakilan perempuan di DPR RI.