Penggunaan Tepung Daun Kabesak Putih (Acacia Leucophloea, Roxb.) Willd. Sebagai Pakan Suplemen Terhadap Produktivitas Kambing Lokal

Main Author: Law, EmmaDyelimWie
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160564/
Daftar Isi:
  • Potensi hijauan pohon sebagai sumber protein dievaluasi sebagai upaya mengurangi penggunaan suplemen komersial yang sering digunakan dalam menutupi kekurangan nutrisi bagi ternak kambing. Tanaman kabesak putih (Acacia leucophloea, Roxb.) Willd. merupakan tanaman endemik di pulau Timor, daunnya memiliki kandungan PK yang tinggi dapat digunakan sebagai suplemen dalam pakan kambing dengan mengevaluasi efek senyawa tanin yang terdapat di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengevaluasi dan menganalisis dampak suplementasi tepung daun kabesak putih dalam konsentrat terhadap pertumbuhan kambing lokal, dan (2) mengevaluasi dan menganalisis penggunaan pakan suplemen yang mengandung tepung daun kabesak putih terhadap produk fermentasi secara in vitro. Hasil penelitian diharapkan (1) sebagai sumber informasi ilmiah berupa terjadinya penyebaran informasi yang telah dikaji secara ilmiah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan tepung daun kabesak putih sebagai suplemen dalam pakan kambing, (2) berguna bagi masyarakat dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber protein yang ada di alam sebagai pakan suplemen kambing dan mengurangi penggunaan suplemen komersial yang lebih mahal harganya, dan (3) bagi pemerintah dalam membangun kebijakan dan program untuk mengefisienkan usaha ternak kambing melalui pemanfaatan daun hijauan pohon sebagai suplemen dalam pakan kambing. Penelitian ini dilakukan secara in vivo dan in vitro. Penelitian kesatu dilakukan dengan tujuan mendapatkan level terbaik tepung daun kabesak putih sebagai bahan penyusun konsentrat dalam meningkatkan produktivitas kambing lokal. Sebanyak 25 ekor kambing lokal (kacang) dialokasikan untuk mendapatkan pakan basal rumput alam (RA) dan 5 level tepung daun kabesak putih dalam konsentrat yaitu, R0: 60% RA + 40% konsentrat (tanpa tepung daun kabesak putih), R1: 60% RA + 30% konsentrat + 10% tepung daun kabesak putih, R2: 60% RA + 20% konsentrat + 20% tepung daun kabesak putih, R3: 60% RA + 10% konsentrat + 30% tepung daun kabesak putih dan R4 60% RA + 40% tepung daun kabesak putih. Konsentrat tersusun dari bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi dan jagung giling halus. Imbangan rumput alam dan konsentrat yang diberikan dalam pakan adalah 60:40%. Variabel respon yang diukur adalah, konsumsi dan kecernaan nutrien (BK, BO, PK, SK), konsumsi nutrien tercerna (BK, BO, PK, SK), retensi N, PBB, konversi pakan, IOFC, urea darah dan glukosa darah. Hasil penelitian kesatu menunjukkan KBK, KBO, KPK dan KSK nyata dipengaruhi perlakuan penggunaan tepung daun kabesak putih dalam konsentrat. Kecernaan nutrien dan konsumsi nutrien tercerna juga nyata dipengaruhi perlakuan. KBK(g/kg BB0,75) tertinggi dicapai perlakuan R0 (68,77±17,44) diikuti R1 (57,17±5,04), R2 (56,22±4,52), R3 (51,60±6,22) dan R4 (49,65±5,40). Retensi N, PBB dan konversi pakan nyata dipengaruhi perlakuan. ix Rata-rata nilai variabel perlakuan tersebut untuk tiap perlakuan adalah, R0 (0,77±0,29 g/kg BB0,75; 65,24±4,57 g/e/h dan 7,15±0,70), R1 (0,74±0,15 g/kg BB0,75; 64,31±4,84 g/e/h dan 7,14±0,66), R2(0,93±010 g/kg BB0,75; 66,74±6,27 g/e/h dan 6,88±0,52), R3 (0,81±0,12 g/kg BB0,75, 62,69±5,54 g/e/h dan 7,07±0,91), dan R4 (0,46±0,10 g/kg BB0,75; 56,67±6,64 g/e/h dan 7,67±0,83). Nilai IOFC nyata dipengaruhi perlakuan dengan nilai masing-masing perlakuan adalah R0 (Rp. 2553,478±63,51), R1 (Rp. 2670,361±217,29), R2 (Rp. 2898,368±244,09), R3 (Rp. 2848,94±250,20) dan R4 (Rp. 2622,05±294,55). Konsentrasi urea dan glukosa darah menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan yang nyata. Penelitian kedua bertujuan mengevaluasi penggunaan tepung daun kabesak putih sebagai sumber CT dalam konsentrat terhadap proses fermentasi secara in vitro. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian kedua adalah perlakuan pada penelitian kesatu. Metode in vitro yang digunakan adalah metode in vitro gas production yang dikembangkan Makkar et al. (1997) dengan dan tanpa polietilen glikol (PEG). Variabel yang diukur untuk menggambarkan produk fermentasi in vitro adalah (a) produksi gas pada masa inkubasi, 2, 4, 6, 8, 12, 24, 24 jam; (b) pH; (c) konsentrasi NH3 pada masa inkubasi 4, 12, 24 dan 48 jam, (c) konsentrasi VFA dan parsial serta perbandingan C2/C3 pada masa inkubasi 4, 12, 24 dan 48 jam, (d) biomassa mikroba pada masa inkubasi 48 jam, (e) apparent degradability, (f) true degradability, (g) undegradable dietary protein (UDP), (h) kecernaan BK dan BO. Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa potensi produksi gas in vitro (nilai b) konsentrat dengan tepung daun kabesak putih tanpa penggunaan PEG nyata terjadi penurunan, yaitu 198,29±35,0 ml/500 mg BK pada R0 menjadi 157,71±8,3 ml/500 mg BK (R1), 150,61±5,6 ml/500 mg BK (R2), 141,84±5,1 ml/500 mg BK (R3) dan 139,93±18,24 ml/500 mg BK (R4). Laju produksi gas fraksi tak larut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan sedangkan produksi gas pada inkubasi 48 jam nyata makin menurun dengan meningkatnya level tepung daun kabesak putih. Nilai pH tidak menunjukkkan pebedaan yang nyata pada semua level penggunaan tepung daun kabesak putih pada inkubasi 4, 12, 24 dan 48 jam. Konsentrasi NH3 cenderung makin menurun dengan nilai yang bervariasi pada penggunaan level tepung daun kabesak putih dibanding kontrol. Nilai KcBK dan KcBO nyata mengalami penurunan dengan penggunaan level tepung daun kabesak putih. Produk biomassa mikroba, apparent degradability dan true degradability makin menurun dengan meningkatnya level penggunaan tepung daun kabesak putih sementara nilai UDP nyata makin meningkat. Kontras dengan tanpa penambahan PEG, produk fermentasi in vitro konsentrat menggunakan tepung daun kabesak putih dengan PEG makin meningkat. Nilai potensi produksi gas (nilai b) dan produksi gas pada inkubasi 48 jam (nilai y) makin meningkat dengan meningkatnya level penggunaan tepung daun kabesak putih walaupun secara statistik tidak nyata perbedaannya, sementara laju produksi gas fraksi tak larut (nilai c) bervariasi kecepatannya. Nilai pH pada masa inkubasi 4, 12, 24 dan 48 jam bervariasi tetapi tetap dalam nilai yang normal bagi aktivitas mikroba rumen. Konsentrasi NH3 pada masa inkubasi 12 dan 24 jam nyata dipengaruhi perlakuan penggunaan tepung daun kabesak putih sementara pada masa inkubasi 4 jam dan 48 jam nilainya bervariasi tetapi tidak ada pengaruh perlakuan. Nilai KcBK dan KcBO tertinggi pada penggunaan tepung daun kabesak putih 20% (R2) tetapi nilainya menurun x dengan meningkatnya level tepung daun kabesak putih. Meningkatnya level penggunaan tepung daun kabesak putih dalam konsentrat menghasilkan konsentrasi total VFA dan VFA parsial yang meningkat sesuai masa inkubasi. Pada dasarnya penambahan PEG meningkatkan produk fermentasi in vitro dari konsentrat yang mengandung tepung daun kabesak putih. Produktivitas kambing lokal meningkat dengan penggunaan tepung daun kabesak putih dalam konsentrat sebesar 20% setelah dievaluasi secara in vivo maupun in vitro. Upaya untuk memanfaatkan tepung daun kabesak putih sebagai suplemen dapat dilakukan dengan mengkombinasikannya dengan komponen konsentrat lain dan penggunaannya tidak lebih dari 20%. Masih diperlukan kajian untuk mengetahui dampak penggunaan daun kabesak putih dengan penambahan PEG dalam penelitian in vivo, menggunakan teknologi fermentasi (silase) dan mengeksplorasi potensi senyawa fenol sebagai anti mikrobial.