Daftar Isi:
  • Gereja di Bali yang berkembang pada awal abad ke-19 yang dibawa oleh para misionaris tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya Eropa. Menurut Konsili Vatikan II, bangunan gereja sebaiknya menggunakan pola arsitektur lokal serta harus dapat menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Hal tersebut menyebabkan perubahan pada arsitektur dan interior gereja yang dimana hal tersebut juga terjadi pada bangunan gereja yang terdapat di Bali. Hal tersebut juga berlaku pada gereja Katolik Palasari. Gereja Katolik Palasari merupakan gereja inkulturasi yang bergaya arsitektur Gotik dan arsitektur Bali (Yusa, 2013). Fenomena inkulturasi di Bali terjadi secara besar-besaran pada tahun 1990-2000 (Sukayasa, 2009). Gereja Katolik Palasari merupakan gereja yang dibangun dan diresmikan pada tahun 1958 yang berarti gereja tersebut dibangun sebelum terjadinya fenomena inkulturasi di Bali, yang berarti Gereja Katolik Palasari tersebut dibangun sebelum adanya periode inkulturasi secara besar-besaran di Bali. Penelitian ini merupakan sebuah studi yang meneliti kembali apakah benar inkulturasi tersebut terjadi pada bangunan Gereja Katolik Palasari dengan menggunakan geometri sebagai alatnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengujian dengan analisis korelasi untuk dapat menemukan benang merah antara konsep arsitektur Bali dan konsep arsitektur Gereja Katolik Gotik pada Gereja Katolik Palasari. Pada hasil dari penelitian ini dijabarkan benang merah antara konsep geometri pada arsitektur Bali dan arsitektur Gereja Katolik Gotik dengan mencari korelasi antar konsep geometri. Hasil dari penelitian ini juga didapatkan seberapa besarkah pengaruh dari masingmasing konsep arsitektur tersebut serta dominasinya pada bangunan Gereja Katolik Palasari. Dari hasil penelitian ini kemudian dapat dilakukannya penelitian dengan tema yang baru yang masih terkait dengan inkulturasi pada bangunan Gereja Katolik Palasari.