Asam Lemak Dari Minyak Jarak (Castor Oil) Sebagai Material Penyimpan Kalor Laten
Main Author: | Firman |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/160489/ |
Daftar Isi:
- Aplikasi penyimpanan kalor laten dengan menggunakan PCM (phase change material) semakin luas baik di industri maupun di bangunan. Aplikasi ini sangat bervariasi, bergantung pada temperatur daerah kerjanya. Oleh karena itu, juga dibutuhkan berbagai jenis PCM yang sesuai. Beberapa jenis PCM dari anorganik antara lain Calsium chloride hexhydrate dan Calcium chloride tetrahydrate. Dari bahan organik terdapat beberapa jenis antara lain asam laurat (lauric-acid), dan asam palmitat (palmitate-acid). PCM dari bahan organik memilki kelebihan yaitu: beku kecil atau tanpa supercooling, komposisi tidak berubah saat lebur, kompatibel dengan material konvensional, sifat kimia stabil, fusi kalor tinggi, dan tidak beracun (Mehling, 2008). Menurut Parlan (1997), asam risinoleat dapat diisolasi dari minyak jarak hingga mencapai kemurnian 99% melalui reaksi transesterifikasi kemudian dihidrolisis. Hasil isolasi asam risinoleat pada umumnya masih menyisakan asam linoleat, asam oleat, dan asam stearat. Asam lemak tersebut mempunyai sifat yang berbeda satu sama lain dengan asam risinoleat. Dibandingkan asam lemak lainnya, asam risinoleat sangat spsifik karena memiliki gugus hidroksil (OH) pada rantai hidrokarbonnya. Akibatnya, gugus hidroksil dalam asam risinoleat dapat menghambat pertumbuhan kristal, sehingga berpotensi terjadinya separasi fasa dan supercooling. Tujuan utama penelitian ini ialah: menentukan karakteritik separasi fasa; karakteristik supercooling; karakteristik pertumbuhan kristal; dan karakteristik penyerapan kalor asam risinoleat. Adapun target jangka panjang penelitian ini ialah mengahasilkan PCM dari Asam Risinoleat untuk aplikasi pada bidang refrigerasi. Metil risinoleat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi minyak kastor oleh methanol dengan katalis natrium metoksida. Metil risinoleat kemudian dihirolisis menggunakan natrium hidroksida dalam etanol untuk menghasilkan asam risinoleat. Identifikasi asam risinoleat dilakukan dengan FTIR (Fourier transform Infrared Spectrophotometer) standar uji ASTM E 1252-07 dan komposisi kimia material ditentukan dengan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). Identifikasi jumlah dan posisi atom H dan C dengan menggunakan alat Nuclear Magnetics Resonance (NMR). Analisis karakteristik yaitu suhu transisi dan suhu lebur matrial dilakukan dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry) standar uji ASTM D 3419-08. Dari hasil pengujian FTIR, GC-MS, 1H-NMR, dan 13C-NMR diperoleh spectra mengindikasikan material uji ialah metil dan asam risinoleat 70,349%. Pengujian DSC menunjukkan karakteristik asam risinoleat menyerap dan melepaskan kalor laten pada temperature 8,58oC, serta menyerap kalor sensible pada temperature dari 7,96oC sampai 8,58oC Dari hasil pengujian FTIR diperoleh spectra mengindikasikan material uji ialah asam oleat (C18H34O2). Pengujian GC-MS diperoleh komposisi material asam oleat dengan tingkat kemurnian 87,317%. Pengujian DSC menunjukkan bahwa asam oleat dapat menyimpan energy secara isotermal pada temperature 6,58oC dan terjadinya kristalisasi pada temperature 0,86oC. vii Temperatur kristalisasi pada pembekuan asam risinoleat dengan laju pendinginan 2oC/min, 3oC/min, dan 4oC/min tidak terdeteksi temperature kristalisasi. Temperatur kristalisasi -7,17oC terjadi pada laju pendinginan 5oC/min dan -8,17oC pada laju pendinginan 10oC/min. Namun, temperature kristalisasi tidak terdeteksi lagi pada laju pendinginan 15oC/min. Berbeda dengan asam risinoleat, dalam proses pembekuan asam oleat temperature kristalisasi terdeteksi pada laju pendinginan mulai dari 2oC/min sampai dengan 15oC/min. Pada proses pembekuan asam risinoleat mulai dari 0 sampai dengan 240 menit terjadi penurunan temperature secara perlahan mulai dari 17oC sampai dengan 4,1oC. Setelah itu, temperature turun sekitar 3,2oC dan dalam waktu yang singkat naik kembali ke 4,1oC. Keadaan ini menunjukkan terjadinya supercooling meskipun sangat kecil. Selanjutnya temperature konstan selama sekitar 250 menit. Setelah itu, temperatur turun lagi di bawah 4,1oC. Dengan demikian, selama temperature konstan pada 4,1oC terjadi ekstraksi kalor laten. Pada kondisi lain, penurunan temperature dari 17oC ke 4,1oC dan dari 4,1oC ke 0oC terjadi ekstraksi kalor sensible. Pada proses pembekuan asam oleat mulai dari 0 sampai dengan menit ke- 89 terjadi penurunan temperature secara perlahan mulai dari 12,5oC sampai dengan 6oC. Setelah itu, temperature turun sekitar 4,6oC dan dalam waktu yang singkat naik kembali ke 6oC. Keadaan ini menunjukkan terjadinya supercooling meskipun sangat kecil. Selanjutnya temperature konstan selama sekitar 328 menit. Setelah itu, temperatur turun lagi di bawah 6oC. Dengan demikian, selama temperature konstan pada 6oC terjadi ekstraksi kalor laten. Pada kondisi lain, penurunan temperature dari 12,5oC ke 6oC dan dari 6oC ke 0oC terjadi ekstraksi kalor sensible. Dari pengujian morfologi menunjukkan bahwa pembekuan asam risinoleat juga tidak serempak dan tidak rapih. Hal inil mengindikasikan bahwa gugus hidroksill berpengaruh terhadap proses pembekuan asam risinoleat. Hal ini didukung oleh pendapat Fessenden (1986) bahwa molekul tersebut tidak dapat membentuk kisi yang rapi dan mampat, tetapi cenderung untuk melingkar. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh (Zhang, 2013) bahwa komposisi asam lemak sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi. Akibatnya, penyimpanan kalor menurun selama proses peleburan. Menurut Petrucci (2011) gugus hydroxyl merupakan gugus fungsi polar, yaitu ikatan kovalen polar antara oxygen dan hydrogen. Gugus hydroxyl menyebabkan interaksi dipole-dipole, sehingga energy yang dibutuhkan untuk meleburkan senyawa tersebut lebih rendah. Akibatnya titik lebur asam risinoleat lebih rendah pula. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gugus hidroksil berpengaruh terhadap separasi fasa, supercooling, dan pertumbuhan kristal asam risinoleat.