Pengaturan Kewenangan Pemberian Izin Pada Kegiatan Penanaman Modal Asing

Main Author: Melo, IsyeJunita
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160462/
Daftar Isi:
  • Penelitian disertasi ini dilakukan atas latar belakang kekaburan norma pada bunyi Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanaman modal. Dari kekaburan norma tersebut menyebabkan ketidakjelasan juga pada pengaturan kewenangan pemerintah daerah dalam hal pemberian izin pada kegiatan penanaman modal asing. Selanjutnya dikaji mengenai implikasi hukum dari ketidakjelasan norma tersebut bagi para pihak yang terkait dan mencoba untuk menemukan suatu bentuk pengaturan kewenangan pemberian izin pada kegiatan penanaman modal asing yang tepat yang tidak lagi mengandung kekaburan norma. Kekaburan norma demikian pada gilirannya dapat menciptakan ketidakpastian hukum karena membuka ruang multi tafsir dalam proses pelaksanaan dan penegakan hukum. Jenis penelitian disertasi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu proses penelitian yang mengkaji dan menganalisis bahan-bahan hukum antara lain ketentuan Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata cara Pelaksanaan, Pembinaan dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal,dan Peraturan Kepala BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tatacara Perizinan dan Non-perizinan Penanaman Modal. Analisis terhadap basis kajian tersebut dilakukan dengan empat macam pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approach ), pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan perbandingan (comparative Approach). Keberadaan penanaman modal asing (PMA) memang pada dasarnya dibutuhkan oleh setiap negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Kebutuhan akan penanaman modal asing ini adalah dalam rangka menunjang pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Penanaman modal asing memang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan penyerapan tenaga kerja. Namun dalam realitasnya, keberadaan penanaman modal asing ini selalu diikuti dengan berbagai persoalan. Seperti vii persoalan menyangkut kewenangan pemberian izin bagi terlaksananya suatu kegiatan PMA. Regulasi yang ada ternyata menimbulkan kebingungan bagi para investor. Karena disatu sisi terdapat pengaturan yang memberikan kewenangan pemberian izin PMA tersebut pada pemerintah pusat melalui BKPM sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tetapi disisi lain dengan adanya otonomi daerah membuat Pemerintah daerah juga mengatur hal yang sama melalui peraturan daerah yang dikeluarkannya, dengan berdasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, seperti yang ditemukan pada beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan penelusuran terhadap sejarah keberadaan penanaman modal asing di Indonesia dan pembentukan perundang-undangannya maka proses pembentukan Undang-undang Penanaman Modal ini ternyata banyak dipengaruhi oleh situasi politik hukum yg terjadi pada saat itu. Pemerintah menyadari bahwa kegiatan PMA ini merupakan kegiatan yang sangat strategis yang dapat merubah perekonomian nasional saat itu. Sedemikian pentingnya PMA ini sehingga antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terjadi tarik menarik kepentingan (kewenangan). Dengan berubahnya sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan otonomi daerah maka seharusnya pelaksanaan penanaman modal baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) mengacu pada asas desentralisasi, namun tidaklah demikian karena secara substansi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini bersifat sentralistis. Sebagaimana halnya pada pengaturan kegiatan penanaman modal asing. Adapun implikasi hukum ketidakjelasan pengaturan kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal asing antara lain: terjadinya tumpang tindih kewenangan pusat dan daerah, situasi demikian membuat investor enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga pembangunan Nasional terhambat. Selain itu, membawa dampak pula pada kehidupan masyarakat sekitar kegiatan investasi itu dilaksanakan. Untuk mengurangi implikasi tersebut maka perlu adanya pengaturan kembali pada substansi Undang-undang Penanaman Modal yang mengandung kepastian hukum. Konsep yang ditawarkan penulis adalah adanya penataan ulang pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, urusan apa yang menjadi kewenangan pusat dan urusan apa saja yang menjadi kewenangan daerah. Termasuk pengaturan tentang kewenangan pemberian izin pada kegiatan PMA, dengan lebih memberi ruang kewenangan yang lebih luas kepada daerah sesuai dengan sistem pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi.