Koordinasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Nganjuk

Main Author: Nugroho, HermawanCahyo
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160277/
Daftar Isi:
  • Adanya otonomi daerah telah menekankan pentingnya pendekatan pembangunan dengan basis pengembangan wilayah dibanding pendekatan pembangunan dengan pendekatan sektoral. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam wilayah tersebut. Salah satu nya adalah melalui pengembangan kawasan agropolitan (PKA) yang menitikberatkan pada perencanaan kawasan (spasial) yang didukung oleh pengembangan komoditas pertanian (pembangunan sektoral). Keterpaduan antara perencanaan spasial dengan perencanaan sektoral ini tentunya membutuhkan adanya suatu koordinasi dan sinkronisasi antar masing-masing stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan program PKA ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: (1). Koordinasi antar stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Nganjuk, (2).Kendala-kendala dalam koordinasi antar stakeholder pada pelaksanaan program pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Nganjuk serta arahan kebijakan guna mengatasi kendala tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa peran masing-masing stakeholder berdasarkan bentuk kepentingan stakeholder dibedakan menjadi (1) Stakeholder utama, yakni kelompok masyarakat di Kecamatan Sukomoro dan Kecamatan Nganjuk, khususnya kelompok tani, (2) Stakeholder penunjang, terdiri dari SKPD, pemerintah desa, dan lembaga keuangan mikro dari BUMD dan swasta, serta (3). Stakeholder kunci, yaitu Bupati dan DPRD Nganjuk. Sedangkan bila dilihat dari peran nya, stakeholder dapat digolongkan menjadi (1) Policy Creator (Bupati dan DPRD), (2) Koordinator (Bappeda), (3) Fasilitator (Tim Pokja Agropolitan), (4) Implementer (komunitas masyarakat di kawasan agropolitan terpilih), dan (5) Akselerator (BTPP). Tim kelompok kerja (pokja) agropolitan telah dibentuk berdasarkan SK Bupati Nganjuk dengan tupoksi yang jelas namun struktur organisasinya masih menggunakan struktur organisasi yang lama yaitu sebelum PP No 41 Tahun 2007. Perlu pembentukan tim pokja agropolitan dengan dasar hukum baru yang lebih kuat dan mengikat melalui penetapan dalam peraturan bupati (perbup) dan dimasukkannya draft susunan tim pokja ke dalam draft RPJMD Kabupaten Nganjuk. Koordinasi antar stakeholder dilaksanakan melalui: (1) Koordinasi Intern, yang terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horisontal, dan koordinasi diagonal (antar pimpinan, bidang dan subbidang dalam SKPD di Pemkab Nganjuk), dan (2). Koordinasi Ekstern, yang terdiri dari koordinasi ekstern yang bersifat horisontal (antar bidang dan bagian dari SKPD yang berbeda) dan koordinasi ekstern yang bersifat diagonal (antar SKPD dengan eselon yang berbeda). Bila dilihat dari mekanisme koordinasinya, maka koordinasi antar stakeholder ini menggunakan pola mengutub (pooled) yang disesuaikan dengan kondisi wilayah kecamatan Sukomoro dan Kecamatan Nganjuk. Dengan mekanisme kerja mengutub, bentuk koordinasi yang dibutuhkan antar SKPD/stakeholder adalah pembagian tupoksi dan wewenang yang jelas di awal ketika perencanaan program agropolitan dan pembentukan tim pokja. Kendala utama dalam koordinasi antar stakeholder ini adalah kurangnya komitmen beberapa stakeholder yang berdampak pada macetnya koordinasi. Antar stakeholder masih ada perbedaan visi dalam memandang sasaran pencapaian program agropolitan. Selain komitmen, kendala lainnya berhubungan dengan formalitas struktur yaitu lemahnya regulasi yang mengatur pelaksanaan program pengembangan kawasan agropolitan ini, yang meliputi segi teknis operasional (belum tersusunnya RAD sebagai pedoman operasional) dan segi manajerial (belum adanya peraturan mengenai tim pokja pengembangan kawasan agropolitan yang baru). Kendala lainnya adalah kurangnya kapasitas sumberdaya manusia dalam kelompok sasaran agropolitan dan kurangnya kompetensi sumberdaya aparatur yang menyebabkan dunia usaha enggan masuk untuk bermitra dengan masyarakat. Secara umum hubungan kerjasama antar stakeholder sudah berjalan dengan baik, namun belum semua stakeholder (SKPD) mempunyai semangat yang sama dalam mensinergikan program/kegiatannya dalam mendukung program agropolitan. Kurang sinerginya SKPD ini disebabkan karena minimnya intensitas forum atau rapat koordinasi yang selama ini tidak rutin dilaksanakan. Untuk mengatasinya diperlukan pembentukan forum komunikasi antar SKPD yang program-programnya sesuai dengan RPJM agropolitan melalui forum group discussion (FGD) dan Forum Agropolitan sebagai sarana tukar menukar informasi, konsultasi, sarana pemecahan masalah antara pemangku kepentingan. Selain itu juga melalui pemberian kemudahan perijinan serta insentif kepada dunia usaha agar tertarik bekerjasama dengan masyarakat di kawasan agropolitan terpilih.