Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Implementasi SK Bupati Bangkalan No. 188.45/558/433.013/2004 tentang Penetapan Lokasi Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di

Main Author: Dhoni, SitiKhusnul
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/160274/
Daftar Isi:
  • Latar belakang penelitian ini adalah adanya ketimpangan pembangunan antara desa sebagai kawasan sentra produksi pertanian dengan kota sebagai kawasan pusat industri yang telah mendorong terjadinya transfer sumber daya yang tidak seimbang dari desa ke kota sehingga menyebabkan beberapa permasalahan seperti: urbanisasi, kesenjangan pendapatan antara masyarakat perdesaan dan perkotaan, serta semakin tingginya tingkat kerusakan lingkungan. Adanya implementasi kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan menarik untuk dicermat karena merupakan salah satu strategi pembangunan perdesaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani, meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian serta meningkatkan investasi di lokasi kawasan agropolitan dalam rangka mengurangi kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan, hasil-hasil yang dicapai dari implementasi kebijakan, serta faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan diskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif dari Miles dan Huberman (1992). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum implementasi Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan masih kurang optimal, sehingga berdampak pada keberhasilan dalam pencapaian target dan tujuan program. Model teori pengembangan wilayah yang digunakan dalam memetakan kawasan agropolitan di Kabupaten Bangkalan masih terkategorikan dalam paradigma modernisasi, sehingga kurang sesuai dengan tujuan program agropolitan yang menekankan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata. Ditinjau dari segi implementasi rencana, maka rencana-rencana yang ada di dalam dokumen Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) Pengembangan Kawasan Agropolitan Bangkalan sebagian besar telah dapat diimplementasikan, namun hal ini menjadi kurang berarti karena ada kegiatan-kegiatan pendukung yang penting belum dapat diimplementasikan, terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur jalan, gedung penelitian dan pengembangan, serta pasar dan permodalan. Upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Bangkalan melalui satuan-satuan kerja (SKPD) terkait telah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan kerja, namun masih kurang optimal. Sejak pelaksanaan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan pada tahun 2006 hingga saat ini, telah ada peningkatan dari segi kesejahteraan petani, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian serta peningkatan investasi di masyarakat, namun dalam prosentase yang sangat kecil, yaitu rata-rata kurang dari satu persen per tahun. Jika dibandingkan dengan indikator-indikator keberhasilan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan yang tercantum dalam Masterplan Agropolitan Kabupaten Bangkalan, hasil tersebut menunjukkan bahwa target program masih belum tercapai. Faktor-faktor pendukung implementasi Program Pengembangan Kawasan Agropolitan antara lain: jumlah sumber daya staf pelaksana kegiatan yang cukup dan sikap pelaksana serta masyarakat, terutama dari kelompok tani sasaran program, yang mendukung jalannya Program Pengembangan Kawasan Agropolitan. Sedangkan faktor-faktor penghambat implementasi antara lain: kemampuan sumber daya staf pelaksana kegiatan yang kurang merata, komunikasi dan koordinasi antar instansi pelaksana program serta antara pelaksana dengan masyarakat yang kurang baik karena kurangnya sosialisasi dan koordinasi, dana yang tidak mencukupi, dan struktur birokrasi pelaksana yang terlalu panjang sehingga menyulitkan koordinasi dan pengawasan.