Daftar Isi:
  • Peningkatan jumlah penduduk dan urbanisasi di wilayah perkotaan akan diikuti oleh peningkatan permintaan rumah tinggal. Harga tanah yang tinggi di wilayah perkotaan menyebabkan bergesernya pilihan rumah tinggal kewilayah perbatasan. Pembangunan kawasan perumahan yang tidak terkendali akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup seperti berkurangnya daerah ruang terbuka hijau, resapan air, dan tidak seimbangnya antara kebutuhan dan produksi oksigen. Pembangunan rumah susun dapat menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), mengurangi backlog dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara jumlah rumah tapak dengan rumah susun yang dapat dibangun dalam suatu kawasan perumahan. Aspek ekologi didekati dari kesetimbangan oksigen yang dibutuhkan untuk semua aktifitas dengan jumlah oksigen yang dihasilkan oleh tanaman. Aspek ekonomi ditentukan oleh kemampuan beli masyarakat berpenghasilan rendah. Penelitian dilaksanakan di Perumahan Bumi Mondoroko Raya di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Kecamatan tersebut adalah daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Malang dimana pembangunan perumahan tumbuh pesat. Perumahan Bumi Mondoroko Raya memiliki lahan seluas 37.62 Ha, telah terbangun 2.985 unit rumah tapak. Luas RTH yang tersedia 7,64 Ha dengan jumlah pohon tertanam 827 batang dan dapat menghasilkan oksigen sebanyak 16.871 kg/hari. Kebutuhan oksigen untuk seluruh aktifitas dalam perumahan adalah 14.043 kg/hari. Apabila dibangun rumah susun yang setara dengan rumah tapak dapat tersedia 20.976 unit, dan luas ruang terbuka hijau (RTH) tersedia 10.72 Ha. Jika RTH ditanami pohon sebanyak 4.288 batang, maka akan menghasilkan oksigen 107.994 kg/hari, sedangkan kebutuhan oksigen sebanyak72.495 kg/hari, sehingga terdapat neraca lebih sebesar 23.711 kg/hari. Hasil survey pada masyarakat penghuni perumahan menunjukkan, bahwa daya beli MBR untuk rumah susun hanya Rp. 190.000.000,- per unit, meskipun lebih mahal dari rumah tapak yang hanya sekitar Rp. 125.000.000,- per unit; tetapi masih dalam jangkauan mereka. Namun demikian harga rumah tersebut lebih rendah dari harga standard rumah susun di Propinsi Jawa Timur yang ditetapkan oleh Pemerintah, yakni sebesarRp. 284.400.000,- .