Analisis Volatilitas Harga, Volatilitas Spillover Dan Trend Harga Pada Komoditas Bawang Putih (Allium Sativum L.) Di Jawa Timur
Main Author: | Wijaya, MullisaAyu |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/158965/ |
Daftar Isi:
- Bawang putih merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai gizi dan ekonomi yang tinggi. Tetapi, komoditas ini masih memerlukan penanganan yang serius, untuk meningkatkan produksi bawang putih. Pada tahun 2002-2011, Produksi bawang putih di Indonesia lebih rendah daripada Cina, India dan Korea. Cina adalah negara penghasil terbesar bawang putih di dunia, kontribusinya sekitar 78,27 %, sedangkan kontribusi Indonesia sekitar 0,13 % (FAOSTAT, 2002-2011). Liberalisasi perdagangan menyebabkan produksi bawang putih di Indonesia semakin menurun, karena kebijakankebijakan dalam liberalisasi perdagangan dapat membuat petani dirugikan, sehingga petani tidak mau menghasilkan lebih banyak bawang putih. Hal itu menyebabkan impor bawang putih selalu meningkat, sehingga harga domestik bawang putih tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan domestik, tetapi mengikuti harga impor bawang putih. Hal itu menyebabkan harga domestik bawang putih semakin tidak pasti, dimana tidak ada kepastian seberapa besar naik atau turunnya harga. Ketidakpastian harga ini disebut dengan permasalahan volatilitas harga. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis volatilitas harga pada komoditas bawang putih sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangan; (2) Menganalisis volatilitas spillover pada komoditas bawang putih sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangan; (3) Mengetahui trend harga pada komoditas bawang putih sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangan. Penelitian ini dilakukan di Jawa Timur pada bulan Mei 2013. Penentuan lokasi penelitian adalah sengaja. BPS Indonesia mengatakan bahwa pada tahun 2002-2011, Jawa Timur merupakan salah satu daerah penghasil terbesar bawang putih di Indonesia setelah Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Penelitian ini didukung oleh data sekunder (time series), yaitu harga bawang putih di tingkat produsen (petani) dan konsumen (eceran) di Jawa Timur, selama 21 tahun, dari 1992 hingga 2012 (bulanan). Data penelitian tersebut diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Jawa Timur. Metode analisis data yang digunakan: (1) Untuk menganalisis volatilitas harga pada komoditas bawang putih sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangan, digunakan metode ARCH/GARCH; (2) Untuk menganalisis volatilitas spillover pada komoditas bawang putih sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangan, digunakan metode EGARCH; (3) Untuk mengukur trend harga pada komoditas bawang putih sebelum dan sesudah liberalisasi perdagangan, digunakan metode Kuadrat Terkecil. Hasil penelitian ditunjukkan bahwa: (1) Sebelum liberalisasi perdagangan, volatilitas harga bawang putih pada produsen dan konsumen di Jawa Timur adalah high volatility. Hal itu disebabkan oleh sebelum liberalisasi perdagangan, meskipun produksi bawang putih meningkat dan dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor bawang putih, dan menyebabkan kelebihan pasokan. Sehingga harga produsen dan konsumen cenderung lebih rendah. Sesudah liberalisasi perdagangan, volatilitas harga produsen adalah high volatility dan volatilitas harga konsumen adalah low volatility. Hal itu disebabkan oleh sesudah liberalisasi perdagangan, impor bawang putih dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, sedangkan produksi bawang putih dalam negeri tidak. Sehingga harga produsen cenderung lebih tinggi dan harga konsumen cenderung lebih stabil. Sebelum hingga sesudah liberalisasi perdagangan, volatilitas harga produsen adalah explosive volatility (extreme volatility) dan volatilitas harga konsumen adalah low volatility. Hal itu terjadi seperti sesudah liberalisasi perdagangan. (2) Sebelum liberalisasi perdagangan, pengaruh volatilitas harga konsumen terhadap volatilitas harga produsen bawang putih di Jawa timur, tidak mengindikasi efek asimetris pada volatilitas (terjadi volatilitas spillover). Hal itu disebabkan oleh sebelum liberalisasi perdagangan, meskipun produksi bawang putih meningkat dan dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor bawang putih, dan menyebabkan kelebihan pasokan. Sehingga volatilitas harga produsen dan konsumen adalah high volatility. Sesudah liberalisasi perdagangan, pengaruh volatilitas harga konsumen terhadap volatilitas harga produsen mengindikasi efek asimetris pada volatilitas (tidak terjadi volatilitas spillover). Hal itu disebabkan oleh sesudah liberalisasi perdagangan, impor bawang putih dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, sedangkan produksi bawang putih dalam negeri tidak. Sehingga volatilitas harga produsen adalah high volatility dan volatilitas harga konsumen adalah low volatility. Sebelum hingga sesudah liberalisasi perdagangan, pengaruh volatilitas harga konsumen terhadap volatilitas harga produsen mengindikasi efek asimetris pada volatilitas (tidak terjadi volatilitas spillover). Hal itu terjadi seperti sesudah liberalisasi perdagangan. (3) Trend harga produsen dan konsumen sesudah liberalisasi perdagangan adalah meningkat sangat tinggi daripada trend harga produsen dan konsumen sebelum liberalisasi perdagangan. Kedua trend harga tersebut merupakan garis uptrend. Hal itu disebabkan oleh: (a) Sesudah liberalisasi perdagangan, impor bawang putih dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, sedangkan produksi bawang putih dalam negeri tidak. (b) Dipengaruhi oleh pencabutan larangan impor bawang putih sebelum liberalisasi perdagangan. (c) Dipengaruhi oleh kartel impor bawang putih. Oleh karena itu, harga produsen dan konsumen meningkat sangat tinggi daripada sebelum liberalisasi perdagangan. Sebelum liberalisasi perdagangan, trend harga konsumen adalah meningkat, tetapi tidak setinggi trend harga produsen. Hal itu disebabkan oleh meskipun kebutuhan dalam negeri bawang putih selalu meningkat, tetapi selalu dicukupi oleh bawang putih domestik dan impor, sehingga peningkatan trend harga konsumennya tidak terlalu tinggi. Sedangkan produksi bawang putih dalam negeri selalu menurun dan bawang putih domestik kalah bersaing dengan bawang putih impor terkait harga dan kualitas, sehingga peningkatan trend harga produsennya lebih tinggi daripada trend harga konsumen. Sesudah liberalisasi perdagangan, trend harga produsen dan konsumen adalah meningkat. Hal itu disebabkan oleh impor bawang putih selalu meningkat, pencabutan larangan impor bawang putih sebelum liberalisasi perdagangan dan kartel impor bawang putih. Pemerintah harus memberikan proteksi kepada bawang putih domestik, seperti kebijakan tarif impor. Pemerintah harus memperhatikan produksi bawang putih domestik, karena semakin menurun. Dengan cara memberikan beberapa subsidi (bibit, pupuk dan lain-lain) kepada petani, sehingga petani mau menghasilkan lebih banyak bawang putih. Selain itu, pemerintah harus menjaga stabilitas harga bawang putih domestik. Dengan cara membeli bawang putih dari petani saat produksi melimpah, dengan harga yang sesuai peraturan, dan membeli bawang putih tersebut saat produksi menurun.