Hubungan Derajat Prematuritas dengan Risiko Gangguan Pendengaran Menggunakan Pemeriksaan Emisi Otoakustik di Ruang Perinatologi RSUD dr. Saiful Anwar Malang
Main Author: | Mirza, Elizabeth |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/158575/ |
Daftar Isi:
- Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada periode kehamilan setelah minggu ke 24 sebelum minggu ke 37 tanpa memperhitungkan berat badan lahir. Menurut World Health Organization (WHO) prematuritas dibagi menjadi 3 derajat, yaitu: 1. Extremely premature 2. Very premature 3. Moderately premature. Prevalensi terjadinya gangguan pendengaran meningkat pada bayi prematur dibandingkan dengan bayi aterm. Pada janin intra uterin, organ pendengaran berkembang dengan normal sepanjang masa kehamilan, tetapi apabila janin tersebut diharuskan lahir sebelum waktunya, dapat berakibat berat badan lahir bayi yang rendah juga ketidaksempurnaan pada organ-organ tubuhnya, termasuk organ pendengaran. Skrining pendengaran pada bayi dapat dilakukan dengan pemeriksaan emisi otoakustik, karena obyektif, aman, tidak infasif, cepat, mudah, dan murah. Skrining awal dilakukan sebelum bayi keluar dari rumah sakit (usia 2 hari), paling lambat usia 1 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya risiko gangguan pendengaran pada bayi prematur dengan berbagai derajat dengan melakukan skrining pendengaran menggunakan pemeriksaan Transient Evoked Otoacoustic Emission (TEOAE) di ruang perinatologi RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian cross sectional ini melibatkan 35 subyek bayi prematur yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian didapatkan dari 14,3% subyek dengan derajat extreme , semuanya dengan hasil TEOAE bilateral refer . Dari 34,3% subyek dengan derajat very , 25,7% hasil TEOAE bilateral refer dan 2,9% unilateral refer . Dari 51,4% subyek dengan derajat moderate , 31,4% hasil TEOAE bilateral refer dan 5,7% unilateral refer . Dari hasil analisis didapatkan hubungan yang tidak bermakna, tetapi nilai p mendekati 0,05 (p=0,054) yang berarti semakin tinggi derajat prematuritas pada subyek, maka kecenderungan timbulnya risiko gangguan pendengaran (TEOAE refer ) semakin tinggi. Pada subyek dengan hasil TEOAE bilateral pas s kebanyakan tidak memiliki faktor risiko menurut JCIH. TEOAE bilateral dan unilateral refer dapat terjadi pada bayi dengan faktor risiko maupun tanpa faktor risiko menurut JCIH.