Pengaruh Moxifloxacin Topikal 0,5% terhadap Normal Flora Konjungtiva Pasien yang akan Menjalani Operasi Katarak
Main Author: | Wijayanti, Agustin |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/158525/ |
Daftar Isi:
- Endoftalmitis paska operasi katarak merupakan kasus yang jarang terjadi, namun demikian konsekuensi yang serius. Bakteri merupakan penyebab tersering endoftalmitis paska operasi katarak. Dua pertiga bakteri yang merupakan penyebab tersering endoftalmitis paska operasi katarak adalah bakteri yang berasal dari normal flora konjungtiva. Normal flora konjungtiva adalah semua mikroorganisme yang terdapat pada konjungtiva mata normal. Normal flora pada konjungtiva terbanyak adalah Coagulase Negative Staphylococcus (CNS), urutan kedua adalah bakteri gram positif lain seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae dan lain-lain, urutan ketiga adalah bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Haemophilus influenzae dan lain-lain. Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka kejadian endoftalmitis paska operasi katarak, diantaranya adalah dengan membersihkan normal flora pada konjungtiva yang dilakukan dengan irigasi bola mata dengan Povidone Iodine 5% dan pemberian antibiotik profilaksis sebelum operasi katarak. Moxifloxacin 0,5% adalah obat golongan fluoroquinolone generasi keempat. Moxifloxacin efektif terhadap bakteri gram positif, gram negatif bahkan bakteri anaerob. Moxifloxacin memiliki konsentrasi, bioavailabilitas serta solubilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan obat-obatan fluoroquinolone generasi sebelumnya. Mekanisme resistensi moxifloxacin juga lebih panjang jika di bandingkan dengan generasi sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa moxifloxacin lebih efektif dibandingkan dengan obat-obatan fluoroquinolone generasi sebelumnya. Regimen moxifloxacin 0,5% sebagai profilaksis operasi katarak ada 3 cara pemberian. Regimen pertama diberikan satu hari sebelum operasi dengan frekuensi 4 kali satu tetes, regimen kedua 4 kali satu tetes 1-2 jam sebelum operasi, sedangkan regimen ketiga moxifloxacin 0,5% diberikan dosis kombinasi yaitu 1 sebelum operasi dengan frekuensi 4 kali sehari satu tetes dan 1-2 jam sebelum operasi katarak dengan frekuensi 4 kali satu tetes. Masih belum didapatkan kesepakatan tentang regimen moxifloxacin 0,5% manakah yang efektifitasnya paling optimal. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni bakteri normal flora konjungtiva sesudah pemberian profilaksis moxifloxacin topikal 0,5% pada masing-masing regimen, untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni bakteri normal flora konjungtiva sesudah pemberian profilaksis moxifloxacin topikal 0,5% diantara ketiga regimen dan untuk mengetahui perbedaan jumlah jenis dan jenis koloni bakteri normal flora konjungtiva sesudah pemberian profilaksis moxifloxacin topikal 0,5% pada masing-masing regimen. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui regimen moxifloxacin 0,5% mana yang paling efektif. Penelitian ini adalah penelitian analitik eksperimental dengan desain double blind randomized clinical trial . Sampel penelitian diambil dari pasien katarak senilis yang akan dilakukan operasi katarak di Rumah Sakit Saiful Anwar yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan regimen yang diberikan dengan cara randomisasi. Swab konjungtiva dilakukan sebelum diberikan moxifloxacin 0,5% yaitu pada saat pasien pertama kali datang untuk MRS dan 10-30 menit sebelum operasi. Swab konjungtiva dikultur pada medium Blood Agar Plate dan McConkey Agar Plate , selanjutnya diinkubasi selama 24-48 jam. Pada hasil kultur dilakukan penghitungan jumlah koloni dan identifikasi jenis kuman. Data dianalisa menggunakan t-test dan One way ANOVA. Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri normal flora konjungtiva sesudah pemberian moxifloxacin 0,5% berupa penurunan yang signifikan rerata jumlah koloni bakteri normal flora konjungtiva pada masing-masing regimen dengan nilai p≤0,05. Rerata jumlah koloni bakteri normal flora konjungtiva diantara ketiga regimen tidak terdapat perbedaan secara bermakna (p≥0,05). Pada regimen 1, sebelum pemberian moxifloxacin 0,5%, terdapat 5 jenis bakteri, sesudah pemberian moxifloxacin 0,5% terdapat 4 jenis bakteri dan 30% tidak terdapat pertumbuhan bakteri normal flora konjungtiva. Regimen 2, sebelum pemberian moxifloxacin 0,5%, terdapat 4 jenis bakteri, sesudah pemberian moxifloxacin 0,5% hanya terdapat 2 jenis bakteri dan 80% tidak terdapat pertumbuhan bakteri normal flora konjungtiva. Regimen 3, sebelum pemberian moxifloxacin 0,5%, terdapat 4 jenis bakteri, sesudah pemberian moxifloxacin 0,5% hanya terdapat 2 jenis bakteri dan 90% tidak terdapat pertumbuhan bakteri normal flora konjungtiva. Dengan demikian didapatkan kesimpulan bahwa moxifloxacin 0,5% secara meyakinkan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri normal flora konjungtiva meskipun tidak dapat mengeradikasi bakteri secara menyeluruh, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik profilaksis operasi katarak. Pemberian moxifloxacin 0,5% dengan regimen 1-2 jam sebelum operasi mempunyai efektifitas yang sama dengan kedua regimen yang lain. Terdapat penurunan jumlah jenis dan jenis koloni bakteri sesudah pemberian moxifloxcin 0,5% dimana pada regimen kombinasi pertumbuhan bakteri hanya didapatkan pada satu sampel, sedangkan jenis bakteri terbanyak yang ditemukan sesudah pemberian moxifloxcin 0,5% adalah Staphylococcus aureus . Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektifitas profilaksis moxifloxacin 0,5% dan Povidone Iodine 5-10% dengan pemakaian Povidone Iodine 5-10% saja.