Profil Hormon Tiroid, Siklus Estrus, Dan Ekspresi Reseptor Hormon Tiroid (Trα1) Pada Ovarium Tikus (Rattus Norvegicus) Hypothyroidism Hasil Induksi Capra Thyroglobulin (Ctg)

Main Author: Haq, NoerMuhammadDliyaul
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/158356/
Daftar Isi:
  • Hypothyroidism merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh autoimmune thyroiditis (AITD) yang menyebabkan kerusakan pada kelenjar tiroid dan perubahan kadar hormon tiroid. Kondisi hipotiroidisme pada tikus dewasa menyebabkan penundaan pematangan seksual yang ditandai dengan ovarium yang berukuran kecil dan siklus estrus yang tidak teratur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hormon tiroksin (T4) pada serum dan mengetahui profil folikulogenesis, serta mengetahui ekspresi reseptor hormon tiroid di jaringan ovarium pada tikus model tikus (Rattus norvegicus) model hypothyroidism hasil injeksi capra tiroglobulin (cTg). Tikus model hipotiroidism dibuat dengan injeksi capra tiroglobulin dengan dosis 200μg/μL yang diemulsi dengan CFA (Complete Freund`s Adjuvant) dan IFA (Incomplete Freund`s Adjuvant) dengan perbandingan 1:1 melalui subkutan pada tikus (Rattus norvegicus). Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hormon tiroksin (T4) dari sampel serum tikus, serta profil siklus estrus selama tiga kali siklus estrus. Pada akhir penelitian, tikus dbedah dan dilakukan koleksi organ ovarium untuk pembuatan preparat histologi. Folikulogenesis diamati secara mikroskopis pada preparat histologi ovarium menggunakan pewarnaan Hematoxylen-Eosin (HE). Ekspresi reseptor hormon tiroid (TRα1) diamati pada preparat histologi ovarium menggunakan metode imunohistokimia. Data kadar hormon TSH dan T4 dianalisa secara statistik menggunakan uji t-independet untuk membandingkan antar kelompok dan dilanjutkan dengan uji ANOVA dengan uji lanjutan tukey untuk membandingkan kadar hormon selama tiga kali siklus estrus pada tikus model hipotiroid. Data pemanjangan periode siklus estrus dan ekspresi reseptor hormon tiroid (TRα1) dianalisa secara statistik menggunakan uji t-independet. Sedangkan profil siklus estrus dan folikulogenesis pada preparat histologi ovarium dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kadar hormon TSH yang signifikan (p 0.05) pada tikus hipotiroid dibandingkan dengan tikus normal selama tiga kali siklus estrus. Sedangkan kadar hormon TSH pada tikus hipotiroid selama tiga kali siklus estrus tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p0.05). Kadar hormon TSH pada tikus normal adalah 0.139±0.011 μg/dL, sedangkan kadar TSH pada serum tikus model hipotiroid pada siklus estrus pertama, kedua dan ketiga secara berurutan adalah 0.2922±0.011 μg/dL, 0.3142±0.025 μg/dL, dan 0.3121±0.022 μg/dL. Hasil pengukuran kadar hormon tiroksin (T4) vii pada serum tikus hipotiroid selama tiga kali siklus estrus yang menunjukkan adanya penurunan kadar hormon T4 yang signifikan (p 0.05) dibandingkan dengan tikus normal. Sedangkan kadar hormon T4 pada tikus hipotiroid selama tiga kali siklus estrus tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p0.05). Kadar hormon T4 pada tikus normal adalah 2.90±0.057 μg/dL, sedangkan kadar T4 pada serum tikus model hipotiroid siklus estrus pertama, kedua dan ketiga secara berurutan adalah 1.18±0.162 μg/dL, 0.77±0.158 μg/dL, dan 0.96±0.148 μg/dL. Hasil pengamatan siklus estrus pada tikus model hipotiroid hasil induksi capra tiroglobulin (cTg) menunjukkan adanya siklus estrus yang lebih panjang dengan pemanjangan pada semua fase siklus estrus. Pada tikus normal, fase terpanjang dalam satu siklus estrus adalah fase diestrus, sedangkan tikus model hipotiroid mengalami fase terpanjang adalah fase metestrus. Hasil pengamatan gambaran histologi ovarium tikus hipotiroid dan tikus normal menunjukkan bahwa siklus ovarium terjadi pada semua kelompok yang ditandai dengan adanya semua tahapan folikel dan korpus luteum, tetapi tikus hipotiroid mengalami periode siklus estrus yang lebih panjang dibandingkan dengan tikus normal. Ekspresi TRα1 pada folikel preantral ovarium tikus hipotiroid menunjukkan adanya penurunan yang signifikan (p 0.05) dibandingkan dengan tikus normal. Ekspresi TRα1 pada folikel preantral ovarium tikus hipotiroid adalah 1.833±0.44 sedangkan pada tikus normal adalah 2.944±0.34. Kesimpulan pada penelitian ini adalah induksi capra tiroglobulin (cTg) pada tikus model dapat menyebabkan kondisi hipotiroid yang ditandai dengan penurunan kadar hormon tiroksin (T4) dan peningkatan kadar hormon thyroid stimulating hormone (TSH). Kondisi hipotiroid menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi yang ditandai dengan siklus estrus yang lebih panjang pada tikus model hipotiroid, namun siklus ovarium masih terjadi yang ditandai dengan ditemukannya semua fase folikel dan korpus luteum pada ovarium tikus model hipotiroid. Hal ini menunjukkan bahwa pada tikus model hipotiroid mengalami penundaan pematangan folikel dibandingkan dengan tikus normal. Berdasarkan ekspresi reseptor hormon tiroid (TRα1) pada sel granulosa folikel pre-antral.