Pengalaman Prehospital Pasien dengan STEMI (St Elevation Myocard Infract) Pertama di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

Main Author: Afni, AnissaCindyNurul
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/158277/
Daftar Isi:
  • Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 mencatat tujuh koma dua juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Kasus kematian pada STEMI menunjukkan 3,2% pasien meninggal pada 2 jam setelah onset, 3,4% meninggal pada 2-6 jam setelah onset dan 14,8% meninggal lebih dari 12 jam setelah onset. Kondisi STEMI umumnya menjadi prioritas pertama (P1) dalam penanganan di IGD (Instalasi Gawat Darurat). Hal ini menunjukkan betapa gawat daruratnya kejadian STEMI. Fase dua puluh empat jam pertama prognosis STEMI berkembang cepat. Namun penatalaksanaan STEMI selama ini menjadi tidak optimal akibat keterlambatan pasien datang ke IGD rumah sakit ataupun mencari pelayanan kesehatan. Keterlambatan pasien tersebut merupakan bagian dari pengalaman fase prehospital pasien. Di Indonesia, eksplorasi terkait pengalaman prehospital pada pasien dengan STEMI pertama masih terbatas. Selain itu penulis ingin mengeksplorasi lebih detail bagaimana proses pengambilan keputusan pasien untuk mencari pelayanan kesehatan dalam fase prehospital . Hasil temuan tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dalam menurunkan waktu keterlambatan penanganan ( prehospital delay ) pada kasus STEMI. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi menggunakan pendekatan interpretif. Lokasi penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah delapan orang dengan diagnosa STEMI pertama dan tercatat sebagai pasien yang mendapatkan penanganan STEMI di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pasien dalam kondisi sadar selama fase prehospital , bebas dari nyeri dan kesulitan bernafas dan dinyatakan hemodinamik dan tanda-tanda vital stabil. Data dikumpulkan dengan metode wawancara semi struktur dengan waktu kurang lebih 20-40 menit. Proses wawancara direkam dengan menggunakan Handphone Samsung Galaxy Note II. Hasil wawancara kemudian dijabarkan dalam bentuk verbatim yang kemudian dianalisis menggunakan pendekatan Braun and Clarke (2006). Hasil penelitian ini mengungkapkan delapan tema yaitu ketidaknyamanan fisik, ketidaktepatan menafsirkan gejala, keputusan mencari pertolongan, perilaku terhadap keluhan, ungkapan penolakan, reaksi psikologis, penanganan awal, dan perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketidaknyamanan fisik yang dirasakan pasien diartikan sebagai keadaan fisik yang tidak nyaman yang timbul akibat proses penyakit. Gambaran ketidaknyamanan fisik yang dirasakan partisipan dikelompokkan secara ringkas dalam keluhan utama, keluhan penyerta, radiasi nyeri, kualitas keluhan, keparahan keluhan, dan waktu timbulnya keluhan saat onset serangan. Ketidaktepatan menafsirkan keluhan memperlihatkan adanya ketidaktepatan dalam mempersepsikan penyebab keluhan dan kesalahan penafsiran penyakit. Kesalahan penafsiran dapat muncul akibat keterbatasan pengetahuan pasien tentang keluhan dan gejala STEMI. Keputusan mencari pertolongan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan STEMI melihat perkembangan kondisi sebagai alasan bertindak mencari pertolongan kesehatan. Sebelum memutuskan mencari pelayanan kesehatan, banyak respon yang muncul terhadap keluhan yang dirasakan pasien yaitu, perilaku reaktif dan religious terhadap keluhan, adanya ungkapan penolakan, reaksi psikologis, dan penanganan awal yang dilakukan terhadap keluhan. Ungkapan penolakan tercermin dari ketidakpercayaan dan ketidakpedulian partisipan terhadap keluhan dan gejala yang muncul sebagai keluhan STEMI. Selain itu, dalam penelitian ini ekspresi emosional pasien juga muncul seperti takut, menangis, tidak mau membebani, menuntut hingga pasrah terhadap keluhan yang dirasakan. Untuk dapat mengurangi keluhan yang di rasakan, partisipan melakukan penanganan awal. Penanganan awal yang dilakukan oleh partisipan antara lain penanganan mandiri hingga mengunjungi pelayanan kesehatan. Perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan digambarkan dari kemudahan akses, lamanya waktu transportasi, dan kendala selama proses transportasi. Kemudahan akses dirasakan selama proses transportasi antara lain dekatnya jarak ke pelayanan kesehatan, perjalanan yang lancar, dan tidak ada masalah dalam perjalanan, serta alat transportasi yang cepat. Kesimpulan akhir yang didapatkan adalah penelitian ini menghasilkan delapan tema yaitu ketidaknyamanan fisik, ketidaktepatan menafsirkan gejala, keputusan mencari pertolongan, perilaku terhadap keluhan, ungkapan penolakan, reaksi psikologis, penanganan awal, dan perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan. Munculnya ketidaktepatan menafsirkan keluhan dapat disebabkan karena keterbatasan pengetahuan pasien terkait keluhan dan gejala STEMI sehingga mampu menunda keputusan pasien dalam mencari pelayanan kesehatan.