Faktor Risiko Kegawatan Nafas pada Neonatus Di RSD. Dr. Haryoto Kabupaten Lumajang Tahun 2013

Main Author: Marfuah
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/158004/
Daftar Isi:
  • Kegawatan pernafasan atau respiratory distress pada bayi baru lahir merupakan masalah yang dapat menyebabkan henti nafas bahkan kematian , sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir . Banyak faktor resiko kegawatan nafas neonatus baik faktor bayi, ibu, tali pusat, plasenta dan persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi hubungan faktor risiko (umur ibu, kehamilan ganda, derajat asfiksia, usia kehamilan, paritas, hipertensi pada ibu, jenis kelamin, berat badan lahir, jenis persalinan, partus lama, sindrom aspirasi meconium dan kadar gula darah acak ibu) terhadap kegawatan nafas neonatus. Penelitian dilakukan dengan desain penelitian case control dengan pendekatan retrospektif. Jumlah sampel 240 responden yang terbagi menjadi 120 kelompok kasus (gawat nafas) dan 120 kelompok kontrol (tidak gawat nafas), kemudian secara retrospektif dilihat faktor risiko kegawatan nafas berdasarkan data rekam medis atau laporan buku harian ruangan atau buku register ruang neonatus. Sampel diperoleh dengan kriteria inklusi b ayi lahir di ruang bersalin, ada dokumentasi skor downe, GDA ibu, data didapatkan saat umur bayi sampai 24 jam, tidak mengalami kelainan kongenital, ibu bayi tidak ada riwayat penyakit paru-paru, anemia, jantung . Data dianalisis dengan uji Chi-square dilanjutkan regresi logistik. Hasil penelitian ini, faktor risiko yang mempunyai hubungan bermakna dengan kegawatan nafas neonatus adalah kehamilan ganda ( p = 0,031 dan OR 4,784), derajat asfiksia (p = 0,0001 dan OR 14,529), usia kehamilan (p = 0,026 dan OR 2,061), paritas (p = 0,028 dan OR 1,770), hipertensi pada ibu (p = 0,046 dan OR 0,532). Sedangkan hasil analisis regresi logistik, prediksi faktor risiko yang paling kuat adalah asfiksi, kehamilan ganda (gemelli), dan prediksi jadi turun jika terdapat hipertensi pada ibu dengan kekuatan hubungan secara urut dilihat dari nilai OR 19,261, 10,500 dan 0,411. Prediksi atau probabilitas gawat nafas neonatus pada penelitian ini terjadi jika bayi lahir dengan derajat asfiksia berat dan kehamilan ganda. Hal ini dapat terjadi karena pada bayi yang lahir dengan derajat asfiksi berat tentu akan mengalami gangguan pertukaran gas yang menyebabkan kebutuhan oksigen dan hipoksia terjadi pada bayi, sehingga gawat nafas dapt terjadi. Kondisi bayi dengan derajat asfiksi akan lebih besar lagi probabilitas terjadinya gawat nafas jika bayi yang dilahirkan juga merupakan kehamilan ganda atau gemelli. Ini terjadi karena pada bayi dengan kehamilan ganda cenderung bayi lahir dengan usia kurang dari 38 minggu atau prematur. Ini terjadi karena teori persalinan tentang distensi uterus dimana pada kehamilan ganda terjadi keterbatasan elastisitas uterus untuk menampung bayi lebih dari 1, sehingga semakin distensi uterus, akan memicu terjadinya kontraksi uterus, sehingga akan mempercepat proses persalinan, dan bayi lahir dengan prematur. dapat terjadi imaturitas jaringan pernafasan yaitu defisiensi surfaktan sebagai penyebab utama terjadinya gawat nafas neonatus. Namun probabilitas agak berkurang sedikit jika disertai dengan hipertensi pada ibu, hal ini terjadi karena beberapa faktor perancu, yaitu riwayat hipertensi yang dialami ibu hamil termasuk hipertensi kronik, hipertensi seIama hamil ( Pregnancy Induced Hypertension) atau kondisi emosional ibu saat pemeriksaan dan mempengaruhi hasil penelitian. Jadi derajat asfikasi dan kehamilan ganda merupakan prediktor kuat terjadinya kegawatan nafas neonatus dan hipertensi pada ibu menurunkan prediksi kegawatan nafas neonatus. Namun penelitian ini perlu dikembangkan lagi dengan penelitian melibatkan bayi yang lahir dari luar RS dengan desain prospektif dan alat ukur observasi langsung.